Skenario Politik Di Balik Desakan Mundur Erick Thohir

Skenario Politik Di Balik Desakan Mundur Erick Thohir

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

Oleh:Arianto Persada
 MENYINGKAP pemberitaan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi semakin marak menghiasi sejumlah media cetak dan online. Mereka mengkritisi proses penanganan pandemi dan resesi ekonomi yang di nilai gagal.

Sebut saja, kelompok aktivis, pengamat ekonomi dan elit politik bersuara lantang dan mendesak Erick Tohir Mundur, baik selaku ketua pelaksana penanggulangan pandemi, ketua pelaksana PEN maupun menteri BUMN.

Pasalnya, mereka mengkritis secara emosional konfrontatif dan tak paham rumitnya penanganan wabah dan resesi ekonomi. Di tambah munculnya isu kerugian Pertamina Rp 11,13 triliun yang disuarakan Komisaris Utama Pertamina Ahok, terkesan BUMN salah kelola dan Pertamina pun gaduh.

Tak hanya itu, persoalan merambah ke rangkap jabatan direksi/komisaris yang dianggap menghamburkan uang, dan terakhir mendesak Erick Tohir sebagai ketua pelaksana Penyelamataan Ekonomi Nasional (PEN), ketua pelaksana penanggulangan pandemi Covid-19, dan Menteri BUMN dinilai tidak memiliki kecakapan.

Saya menilai, sebuah kekeliruan cara pandang aktivis, penggiat ekonomi dan elit politik akibat dilusi dan depresi secara psikis ketika pandemi Covid-19 ini tak kunjung usai.

Perlu diketahui Pertamina rugi Rp 11,13 triliun karena Pemerintah tak bayar utang. Pada kuartal I, pemerintah harus menggelontorkan uang triliunan untuk menanggulangi pandemi Covid 19 dan merespon kontraksi perekonomian. Apabila piutang pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 45 triliun bulan Desember 2019 dibayarkan, tentu Pertamina tidak merugi Rp 11,13 triliun.

Pasalnya, Desember 2019 cashflow pemerintah tidak ada, jadi tidak bisa bayar utang ke Pertamina. Kini, sebaliknya pertamina mendapat dana kompensasi  dari pemerintah sebesar Rp 45 triliun dalam rangka menjalankan program pemulihan ekonomi nasional (PEN), praktis penugasan khusus Pertamina yang diminta pemerintah telah dipenuhi secara baik termasuk, biaya operasional yang dikeluarkan dan marginnya telah dibayarkan pemerintah, maka ribut-ribut soal utang Pertamina menjadi isapan jempol belaka.

Tak cuma itu, aktivis pun keliru dalam merespon dinamika perubahan ekonomi, mereka tak mampu membaca aspek fenomena dan aspek nomina secara baik dan substansial. Misalnya, sebuah berita menyebut, perekonomian Indonesia di kuartal III diprediksi terkontraksi minus 2,9 persen hingga minus 1 persen. Jika prediksi, kontraksi 2 kuartal berturut-turut itu pertanda perekonomian Indonesia di kuartal IV masuk ke jurang resesi.

Membaca judul berita seperti itu, kemudian kelompok aktivis, ekonom menyikapinya sangat reaktif atau berlebihan tanpa merunut dan mengkaji sebab-akibat terjadinya resesi. Mereka lupa fluktuasi perekonomian tak lepas dari hukum permintaan dan penawaran, dinamika perubahan sosial-politik dan siklikalitas ekonomi global.

Begitu pula, persoalan rangkap jabatan direksi/komisaris yang digembar-gemborkan Ombusman dengan jumlah ribuan personalitas yang tersebar di unit-unit BUMN, disinyalir Erick Tohir telah menabrak aturan, bahkan menghambur-hamburkan uang negara untuk  gaji dan honor direksi/komisaris yang nominalnya fantastis, namun uang triliunan itu tidak berbanding lurus dengan kinerja unit-unit BUMN.

Apalagi jika dikaitkan dengan UU ASN, UU BUMN seolah Erick Tohir telah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), maka sudah sepantasnya beliau turun dari kursi menteri.

Mereka yang mendesak Erick Tohir mundur, itu sebuah verbal abuse dan menambah beban penderitaan masyarakat. Mereka melihat masalah bangsa ini hanya satu dimensi (one dimentional), mudah menyalahkan orang, dan mereka tak mau tahu menteri/pelaksana pandemi tengah giat-giatnya melakukan penangulangan dan pembenahan.

Saya menduga, ada pihak-pihak yang tak nyaman dengan pembenahan itu atau ada hidden agenda yakni, kepentingan politik yang terbungkus pita secara apik sebagai sebuah pesanan (by order).

Betapa tidak, ketika tingkat pertumbuhan angka pandemi meningkat, lagi-lagi yang muncul fitnah dan men-dzolimi ketua pelaksana penanggulangan pendemi Covid. Padahal, beliau bersama jajaran menteri lainnya dan struktur gugus tugas tengah bekerja keras melaksanakan program kegiatan untuk masyarakat dalam penanggulangan Covid 19.

Sebaliknya, kritik, aksi turun ke jalan dan mendesak Erickout, itu sama halnya kelompok aktivis, penggiat ekonomi dan elit politik tak punya "a sense of caring" (rasa kepedulian). Mereka hanya menganggap pandemi sebagai "virus menular" dan bisa dicegah dengan memutus rantai rangkap jabatan direksi/komisaris dan mundurnya Erick Tohir.

Di sinilah, banalitas intelektual aktivis, penggiat ekonomi dan elit politik dipertaruhkan. Jangan sampai "beleng-beleng" (ketidakpahaman) dipelihara. Siapa pun wajib tahu, untuk memutus rantai penularan virus corona, setidaknya taat dengan protokol kesehatan, apalagi vaksin corona belum ditemukan - baru belakangan ini ada empat negara yang mengklaim telah menemukan vaksin corona virus, seperti AS, China, Singapura dan Inggris.

Sesungguhnya, pandemi itu adalah gejala global, we are not alone, ada sejumlah 215 negara telah mengalami pandemi yang sama. Bahkan jika diukur, dampak virus itu telah membuat perekonomian dunia porak-poranda. Ambil saja contoh, pada kuartal II/2020, Perancis harus menerima resiko terburuk, pertumbuhan ekonominya minus 19 persen, Uni Eropa minus 18 persen dan Amerika Serikat minus 14 persen, Singapura minus 13 persen, Indonesia minus 5,32 persen, Korea Selatan mimus 3 persen dan China minus 2,3 persen.

Bahkan pada kuartal II, 10 negara telah ambruk ke jurang resesi seperti, AS minus 32 persen, Jerman minus 10 persen, Perancis minus 2 persen, Itali minus 17,3 persen, Korsel minus 3,3 persen, Jepang minus 2,4 persen, Hongkong minus 9 persen, Singapura minus 12, 6 persen, Inggris minus 20, 4 persen.

Resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun tahun. Atau dengan kata lain resesi dan depresi dapat dikategorikan sebagai berikut; jika tetanggamu tidak bekerja lagi itu akibat resesi, sedangkan, jika anda diputus hubungan kerjanya itu depresi.

Dalam relasi di atas, sangat tidak rasional dan bijaksana jika pandemi ini dijadikan ajang untuk saling menyalahkan, terutama kepada Ketua PEN dan Ketua pelaksana penanggulangan Covid 19. Erick Tohir tengah bekerja keras tanpa mengenal waktu, beliau me-lobby beberapa negara untuk mendapatkan vaksin dalam menanggulangi pandemi Covid 19.

Upaya Erick Tohir pun berbuah hasil, direncanakan Desember 2020, 100 juta warga di seluruh Indonesia akan mendapat injeksi vaksin corona hingga Februari 2021, Indonesia akan mendapat vaksin sebanyak 200 juta lebih menurut Luhut B. Panjatan dalam keterangan persnya belum lama ini.

Dengan injeksi vaksin berskala besar itu, maka dipastikan terjadi peredaan kontraksi ekonomi, dan menurunnya secara dramatis angka pandemi Covid 19. Upaya ketua PEN dan Penangulangan panedemi Covid-19 ini "patut diacungkan jempol" sebagai kerja besar yang secara perlahan namun pasti beliau mampu mengurai masalah pandemi dan resesi ekonomi bersama dengan menteri lainnya mengembalikan Indonesia sehat dan tersenyum.

Para aktivis, penggiat ekonomi, dan elit politik harus tahu ini, jangan hanya mengkritik, menyalahkan dan mendesak mundur menteri tanpa tahu Erick Tohir tengah "sedikit bicara, tapi banyak bekerja". Erick Tohir melakukan langkah tersebut sebagai pembantu presiden dan atas perintah Presiden Jokowi. Meminta Erick Tohir turun, sama halnya mendekonstruksi kebijakan Presiden dan melukai hati rakyat.

Terkait BUMN, Erick Tohir pun sedang menata kinerja perusahaan pelat merah yang selama ini carut marut, dia melakukan pembenahan agar ibu pertiwi tersenyum kembali. BUMN sebagai emiten harus menjadi value for money dan bergerak dinamis melayani kesejahteraan rakyat.

Tak berlebihan, jika BUMN mengusulkan PMN kepada DPR RI dengan besaran Rp 37 triliun merupakan sebuah kesungguhan Erick Tohir membangun kinerja BUMN agar ke depan mampu berkontribusi ke APBN dan pernyertaan dana itu diperuntukkan bagi perbaikan kinerja daya saing serta recovery BUMN akibat dampak pandemi.

(Ketua AKSI Pro-Demokrasi dan Kebijakan Publik.)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita