Peneliti ITB: Ada Potensi Tsunami Setinggi 20 Meter di Pulau Jawa

Peneliti ITB: Ada Potensi Tsunami Setinggi 20 Meter di Pulau Jawa

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Para peneliti mengeluarkan peringatan adanya kemungkinan gempa besar disertai tsunami di wilayah Indonesia. Lokasi utama yang paling disoroti kali ini adalah dua wilayah di pulau Jawa: Jawa Barat dan Jawa Timur. 

Hal itu diungkap oleh Guru Besar bidang Seismologi di Institute Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro, dalam webinar dengan judul ‘Implications for Megathrust Earthquakes and Tsunamis from Seismic Gaps South of Java’ pada Rabu (23/9). 

Hasil riset Widiyantoro mengungkap adanya wilayah minim gempa atau seismic gap di laut selatan Jawa. Seismic gap adalah bagian dari sesar yang pernah menghasilkan gempa bumi di masa lalu. Wilayah seismic gap ini berpotensi melepaskan gempa dengan magnitudo yang lebih besar ketika ia aktif kembali. 

Widiyantoro bilang, tidak adanya gempa besar dengan magnitudo 8 atau lebih dalam beberapa ratus tahun terakhir mengindikasikan ancaman gempa tsunamigenik dahsyat di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa.  

Untuk mengetahuinya, tim kemudian melakukan simulasi selama 3 jam dengan inversi data GPS. Hasilnya, Jawa Barat di selatan Banten berpotensi dihantam tsunami setinggi 20 meter, jika mengacu pada ulang tahun gempa 400 tahun sekali. Sementara untuk Jawa Timur, tsunami yang bakal terjadi relatif lebih kecil dengan ketinggian sekitar 12 meter.  

“Bagaimana kalau segmen yang barat dan timur pecah bersama seperti yang terjadi di Tohoku, Jepang, tahun 2011? Maka kita lihat yang di sebelah barat bisa mencapai 20 meter ketinggian tsunaminya. Sedangkan di sebelah timur 12 meter. Namun rata-ratanya menjadi lebih tinggi kalau pecah bersamaan. Kira-kira di sepanjang Pantai Selatan ini bisa 5 meter tinggi tsunaminya,” kata Widiyantoro.  

Guna melakukan hasil riset lanjutan, perlu dilakukan marine survey di daerah rawan tsunami sebagaimana diusulkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Marine survey dilakukan karena penelitian ini belum memodelkan longsoran di laut ketika gempa besar terjadi.  

“Untuk memodelkan itu, tentu kita harus tahu kira-kira daerah mana yang akan longsor kalau memang terjadi gempa besar. Maka perlu dilakukan marine survey untuk melanjutkan survei kami,” ungkapnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita