Kisah Adityawarman dari Minangkabau, Perdana Menteri Majapahit, Bersama Gajah Mada Menaklukkan Bali

Kisah Adityawarman dari Minangkabau, Perdana Menteri Majapahit, Bersama Gajah Mada Menaklukkan Bali

Gelora News
facebook twitter whatsapp



Hubungan Kerajaan Malayapura dan Kerajaan Majapahit

Kerajaan Malayapura merupakan kelanjutan dari kerajaan Dharmasraya di Sumatera. Kerajaan ini didirikan oleh Adityawarman di bekas wilayah kerajaan Dharmasraya. Dari bukti sejarah yang ditemukan, ia menjadi penguasa Malayapura Swarnnabhumi atau Kanakamedini pada 1347 dengan gelar Maharajadiraja Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa. Di kemudian hari ibukota kerajaan yang berada di Dharmasraya dipindahkan ke daerah pedalaman Minangkabau. 

Para ahli sejarah memperkirakan Adityawarman dilahirkan dan dibesarkan di kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1294-1309). Disebutkan bahwa Adityawarman adalah saudara sepupu dari Jayanagara, yang merupakan raja kedua Majapahit, anak dari Raden Wijaya.  

Keduanya merupakan keturunan raja Melayu dari kerajaan Dharmasraya. Jayanagara dilahirkan oleh Dara Petak, sedangkan Adityawarman dilahirkan oleh Dara Jingga. Namun ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Adityawarman dan Jayanagara adalah saudara seayah, karena Raden Wijaya memperistri Dara Jingga dan Dara Petak. 

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai identitas dari ayahnya, Adityawarman memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit. Ketika Jayanagara menjadi raja, Adityawarman menjabat di beberapa posisi penting di kerajaan. 

 Ia pernah dikirim sebagai duta besar Majapahit untuk wilayah kekaisaran Tiongkok pada 1325 dan 1332. Kemudian pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Adityawarman ditunjuk sebagai Wreddhamantri, atau perdana menteri.  

Diketahui bahwa Adityawarman adalah salah seorang tokoh penting dalam perjalanan kerajaan Majapahit, bahkan posisinya dianggap lebih tinggi dibandingkan Mahapatih Gadjah Mada. 

Pada 1339, Adityawarman dikirim sebagai raja bawahan Majapahit ke wilayah Swarnnabhumi (Sumatera) dalam uapaya penaklukan wilayah di sana. Setelah melakukan serangkaian penaklukan, Adityawarman mendirikan kerajaan baru bernama Malayapura pada 1347 sebagai kelanjutan dari kekuasaan kerajaan Dharmasraya.  

Ia menjadi penerus tahta dari pamannya, Srimat Sri Akarendrawarman. Ketika berkuasa, Adityawarman memindahkan ibukota kerajaan ke daerah pedalaman. 

Kepindahan ibukota kerajaan tersebut masih menjadi pertanyaan para ahli hingga saat ini. Banyak pendapat yang mengatakan pemindahan itu untuk menghindari serangan yang mungkin akan dilakukan oleh Majapahit.  

Sebagaimana diketahui, hubungan antara Adityawarman dengan Majapahit mulai retak setelah ia menjabat sebagai raja di Malayapura. Kemungkinan besar hal itu dilakukan agar Adityawarman dapat terbebas dari pengaruh kerajaan Majapahit.  

Selain itu juga ia ingin memiliki kekuasaan yang setara atau lebih besar dari Majapahit, seperti terlihat dari gelar yang ia pakai. 

Setelah Adityawarman meninggal dunia, tahta kerajaan Malayapura diberikan kepada putranya, Ananggawarman. Pada masa ini, kerajaan Malayapura mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan serangan yang dilakukan oleh kerajaan Majapahit pada 1409 dan 1411 ketika masa pemerintahan Wikramawardhana.  

Pertempuran antara Malayapura dan Majapahit terjadi di Padang Sibusuk, dengan kemenangan kerajaan Malayapura. Namun walau berhasil memukul mundur Majapahit, pengaruh kerajaan Malayapura terhadap daerah jajahannya melemah, di mana daerah jajahannya seperti Siak, Kampar, dan Indragiri mulai melepaskan diri. Setelah Ananggawarman tidak ada informasi lebih jelas mengenai siapa yang menjadi raja di Malayapura.

Majapahit Menaklukkan Bali

GAJAH MADA dan Adityawarman memimpin tentara Majapahit menyerang Pulau Bali. Setelah melewati Selat Bali dan Samudra Hindia, dua armada Majapahit mendarat di Bali selatan. Dua armada lainnya mendarat di Bali utara lewat Laut Bali. Tujuan mereka adalah keraton raja Bali, Sri Asta Asura Ratna Bumi Banten, di daerah Bedahulu (Bedulu, Gianyar).

Pertempuran dahsyat pun pecah. Tentara Bali berupaya mempertahankan Bedahulu. Namun, tak mendapat dukungan penuh dari rakyatnya. Mereka justru bersimpati kepada tentara Majapahit karena perbuatan rajanya yang hina. Akhirnya, Bali jatuh ke tangan tentara Majapahit. Raja dan sanak keluarganya menyerah.

"Raja Bali yang hina dan jahat diperangi bala tentara Majapahit dan semua binasa. Takutlah semua pendurhaka dan pergi menjauh," catat Mpu Prapanca dalam Kakawin Nagarakrtagama. 

Naskah ini mendukung paparan lengkap kejatuhan Pulau Dewata dalam Babad Arya Kutawaringin dari Bali. Nagarakrtagama mencatat gempuran itu terjadi pada 1265 saka (1343). 

Sebagai pulau yang paling dekat dengan Jawa, kata Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakrtagama, Bali merupakan wilayah pertama di luar Jawa yang ditaklukkan Majapahit. Terutama usai sang Mahapatih mengumandangkan sumpahnya yang terkenal itu.

“Sejak Gajah Mada diangkat sebagai patih Amangkubumi pada 1334, pelaksanaannya baru berjalan mulai 1343 dengan penundukkan Bali,” ujarnya.

Sebelumnya, kata Slamet, wilayah Majapahit baru meliputi seluruh Jawa Timur dan Pulau Madura. Setelah pemberontakan Nambi ditumpas pada 1316, daerah Lumajang bergabung lagi dengan Majapahit sebagaimana tercatat dalam Prasasti Lamongan.

Sejak 1331, wilayah Majapahit semakin meluas setelah penundukkan Sadeng, di tepi sungai Badadung, dan Keta di pantai utara, dekat Panarukan. Penundukkan dua wilayah ini tercatat dalam Nagarakrtagama dan Pararaton.

Setelah seluruh Jawa Timur dikuasai penuh, Majapahit mulai menjangkau pulau di luar Jawa, yang disebut Nusantara. Negarakrtagama menyebut nama-nama daerah bawahan Majapahit itu. Namun sebenarnya, kata Slamet, di daerah-daerah itu tak ditemukan prasasti sebagai bukti adanya kekuasaan Majapahit. Hikayat daerah yang ditulis kemudian pun hanya menyinggung adanya hubungan antara berbagai daerah dan Majapahit dalam bentuk dongeng, tidak sebagai catatan sejarah khusus. 

“Dongeng itu hanya menunjukkan kekaguman terhadap keagungan Majapahit,” lanjutnya.

Sementara penundukkan Bali cukup jelas. Babad Arya Kutawaringin dari Bali menguraikan dengan saksama peranan Gajah Mada dalam menaklukkan Bali. 

Sepeninggal sang raja, Bali bergolak lagi. Patih Pasung Grigis memimpin perlawanan rakyat Bali terhadap Majapahit. Namun akhirnya, Pasung Grigis menyerahkan dirinya dan wilayah Pulau Bali. Dia mengakui kalau Pulau Bali telah dikalahkan Majapahit.

Gajah Mada menunjuk beberapa orang arya, kepala pasukan Majapahit, untuk menetap dan berkuasa di beberapa wilayah di Bali. Arya Kutawaringin di Gelgel, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Dalancang di Kapal, Arya Sentong di Carangsari, Arya Kanuruhan Singa Sardula di Tangkas, dan lainnya.

Gajah Mada meninggalkan Bali setelah memberikan petuah kepada para arya agar memerintah dengan baik. Sementara itu penguasa tunggal untuk Pulau Bali belum dipilih oleh raja Majapahit.

Arkeolog Universitas Indonesia Agus Aris Munandar dalam Gajah Mada: Biografi Politik menulis, Gajah Mada kemudian berperan pula dalam penunjukan penguasa Bali pertama setelah pulau itu berada dalam kekuasaan Majapahit. Babad Buleleng menyebutkan asal usul penguasa Bali pertama pada masa Majapahit, yaitu Sri Kresna Kapakisan. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA