Gde Siriana: Pilkada Serentak 2020 Langgar UU Corona Dan Peraturan Menteri

Gde Siriana: Pilkada Serentak 2020 Langgar UU Corona Dan Peraturan Menteri

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Perhelatan Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar di tengah pandemi Covid-19 telah melanggar Undang-undang (UU) dan sejumlah Peraturan Menteri (Permen) terkait.

Begitu yang diungkapkan Komite Politik dan Pemerintahan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI), Gde Siriana Yusuf.

Menurut Gde Siriana, salah satu yang dilanggar dari pelaksanaan Pilkada tahun ini adalah UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), atau biasa disebut UU Corona.

Gde Siriana menjelaskan, latarbelakang dibuatnya UU Corona adalah untuk mengupayakan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional dari dampak Covid-19. Dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak.

"Dengan demikian jelas bahwa Pilkada Serentak sebenarnya bukan bentuk kebijakan yang diperlukan saat pandemi ini, sesuai jiwa UU No 2/2020," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (11/9).

Jika melihat dari sisi kesehatan, kata Gde Siriana, kontestasi Pilkada tetap berpotensi meningkatkan risiko penularan pandemi. Meskipun dalam prosesnya telah disiapkan protokol Covid-19 yang akan diterapkan di setiap tahapannya.

Selain itu, aktivis Bandung Intiative ini juga mempersoalkan sikap pemerintah dan penyelenggara Pemilu yang dirasa kurang punya alasan kuat untuk tetap melaksanakan Pilkada di tengah pandemi.

Gde Siriana memberikan contoh konkret dari keputusan pemerintah yang terlihat bertolak belakang dengan kebijakan-kebijakan yang seharusnya lebih diprioritaskan ketimbang Pilkada, seperti dibukanya sekolah dengan protokol Covid.

"UU bukan persoalan sesuai atau tidak sesuai, termuat atau tidak termuat di dalam teks UU. Lebih dari itu adalah semangat, jiwa atau ambience yang melatarbelakangi diperlukannya UU tersebut," tuturnya.

Di sisi lain, jikalau Pilkada Serentak dianggap pemerintah dapat menggerakkan ekonomi sebagai alasannya, Gde Siriana tidak sepakat. Karena sejauh ini, menurutnya, belum ada argumentasi ilmiah dari pemerintah untuk membuktikan hal tersebut.

Justru yang seharusnya dilakukan pemerintah, sebagaimana diatur di dalam UU 2/2020, adalah yang terkait dengan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional melalui refocusing anggaran.

Selain bertentangan dengan UU Corona, Gde Siriana juga melihat adanya pertentangan antara pelaksanaan Pilkada dengan Permenkes 9/2020 tentang PSBB. Khususnya di Pasal 13 yang menyebutkan pembatasan kegiatan sosial dan budaya diterapkan di tempat dan fasilitas umum.

"Tentu ini terkait dengan daerah-daerah yang masih menerapkan PSBB," ungkapnya.

Kemudian, Pilkada juga dianggap melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 20/2020 tentang Perecepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Lingkungan Pemerintah Daerah.

"Bahwa pemerintah daerah perlu melakukan antisipasi dan penanganan dampak penularan pandemi, dan Pemda juga perlu memprioritaskan anggaran untuk penanggulangan pandemi (pasal 2)," tandasnya.

Kita ketahui bersama dengan jelas, bahwa kegiatan Pilkada mendekati risiko meningkatkan penularan dibanding menjauhi risiko penularan. Sedangkan dari sisi anggaran, alih-alih Pemda memprioritaskan anggaran untuk bantuan UKM yang lebih efektif menggerakkan ekonomi, justru digunakan untuk Pilkada," demikian Gde Siriana Yusuf.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita