Din Syamsuddin: Pernyataan Jokowi Utamakan Kesehatan Sebatas Retorika Politik Belaka

Din Syamsuddin: Pernyataan Jokowi Utamakan Kesehatan Sebatas Retorika Politik Belaka

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa pemerintah mengutamakan masalah kesehatan dalam menangani krisis kembar akibat wabah corona dinilai tidak sejalan dengan fakta yang ada.

Sebab nyatanya, pemerintah justru berfokus pada penyelesaian masalah ekonomi ketimbang kesehatan.

“Pernyataan Presiden Jokowi bahwa pemerintah mengutamakan penanganan masalah kesehatan daripada stimulus ekonomi hanyalah retorika politik belaka tanpa bukti nyata,” begitu sentil Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin kepada wartawan, Selasa (8/9).

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengurai fakta bahwa anggaran yang dialokasikan dan disetujui untuk penanggulangan Covid melalui Kemenkes dan Satgas Penanggulangan Covid kurang dari 10 persen dari total anggaran sekitar Rp 900 triliun.

Anggarannya hanya Rp 87,5 triliun. Dari jumlah ini hanya Rp 25,7 triliun yang dialokasikan melalui Kemenkes.

“Anggaran 87,5 T ini pun kemungkinan akan dipangkas menjadi Rp 72,7 triliun, sementara realisasinya jauh di bawah angka tersebut,” tegas Din Syamsuddin.

Sementara sebagian besar dana penanganan corona dialokasikan untuk menanggulangi perekonomian, seperti alokasi insentif usaha dan pajak Rp 120,61 triliun; subsidi dan hibah UMKM sebesar Rp 123,46 triliun; tambahan PMN BUMN sebesar Rp 14 triliun; investasi pemerintah Rp 19,7 triliun; dan pembiayaan investasi lainnya Rp 113,6 triliun.

Buntutnya, kata mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu, rakyat terpaksa menyelamatkan diri sendiri. Bahkan rakyat bersusah payah harus membayar biaya rapid test dan swab test untuk tahu bahwa mereka tertular corona.

“Banyak yang tidak mampu melakukannya, maka kemungkinan angka yang positif tertular jauh lebih banyak dari yang diumumkan,” tegasnya.

Belum lagi, sambung Din Syamsuddin, siswa dan mahasiswa harus membayar mahal biaya pulsa atau kuota telepon karena mereka harus belajar daring dari rumah. Dalam hal ini, pemerintah baru sadar dan menjanjikan bantuan setelah lima bulan pandemi berlangsung.

Fakta lain, Indonesia berada pada urutan terburuk keempat dari bawah dalam penanggulangan Covid-19 di antara negara-negara di dunia. Sebanyak 68 negara juga telah menolak WNI masuk, karena persebaran Covid di Indonesia semakin mendaki dan belum ada tanda-tanda melandai.

“Walau Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa Covid-19 akan berakhir Mei 2020 dan waktu itu sempat mengajak rakyat menyongsong era The New Normal,” tegasnya.

“KAMI, sekali lagi, menuntut agar pemerintah serius bekerja, tidak dalam kata-kata tapi dalam perbuatan nyata, dan jangan suka mengumbar janji tanpa bukti,” demikian Din Syamsuddin. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita