Deklarator: KAMI Dianggap Berbahaya Bagi Keberlangsungan Rezim Jokowi

Deklarator: KAMI Dianggap Berbahaya Bagi Keberlangsungan Rezim Jokowi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Surabaya, Jawa Timur pada Senin (28/9) mendapat ganguan.

Acara yang dihadiri Presidium KAMI Gatot Nurmantyo ini mendapat penolakan sekelompok orang yang menamakan sebagai Koalisi Indonesia Tetap Aman (KITA). Ujungnya, acara deklarasi dibubarkan oleh pihak kepolisia,

Direktur Indonesia Future Studies (Infus), Gde Siriana Yusuf menilai penolakan dan pembubaran tersebut merupakan tanda bahwa KAMI memang benar-benar membuat penguasa atau rezim Jokowi saat ini takut dan panik.

"Deklarasi KAMI di Surabaya dibubarkan oleh KITA pertanda KAMI membuat penguasa makin takut dan panik," ujar deklarator KAMI itu di akun Twitter, @SirianaGde, Senin (28/9).

Menurut Gde Siriana, penolakan KAMI tersebut juga semakin membuat nama Gatot Nurmantyo dan KAMI semakin melambung. Gde pun meminta kepada pihak kepolisian untuk berpihak netral untuk mengamankan deklarasi KAMI di dalam gedung dan mengamankan aksi yang menentang KAMI di luar gedung.

"Sangat tidak rasional jika deklarasi KAMI dianggap inkonstitusional. Apakah Covid-19 memakan sebagian otak mereka hingga tidak bisa berfikir jernih tentang KAMI? Atau ketakutan bahwa KAMI akan jadi gelombang besar kesadaran nasional untuk selamatkan Indonesia?" jelas anggota Komite Politik dan Pemerintahan KAMI itu.

Gde Siriana curiga adanya kekuatan besar yang membuat mantan panglima TNI bisa terusir hanya dengan sedikit massa aksi dari KITA.

"Dengan massa se-upil KITA bisa mengusir Gatot Nurmantyo dari dalam gedung deklarasi. Jelas ada kekuatan besar yang membackup operasi mengamputasi KAMI. Dalam sejarah RI, tidak ada mantan pangab yang dianggap musuh penguasa. Ini pertanda KAMI dianggap berbahaya bagi keberlangsungan rezim," kata Gde.

Gde juga merasa aneh karena banyak hal nyata yang tidak sinkron dari pembubaran deklarasi KAMI di Surabaya. Karena bukan hanya beralasan tidak ada izin dan melanggar protokol Covid-19, namun juga terdapat narasi penolakan keberadaan KAMI di Surabaya.

"Tapi ujungnya kok ada statement menolak keberadaan KAMI di Surabaya. Selain itu dalam acara pesertanya terbatas dan semua bermasker. Bandingkan dengan keramaian Pilkada Surabaya," pungkas Gde.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita