Cerita Ngabalin Dibacain Yasin dan Disumpah Jangan sampai Lepas Sorban; Pernah jadi Tukang Tagih

Cerita Ngabalin Dibacain Yasin dan Disumpah Jangan sampai Lepas Sorban; Pernah jadi Tukang Tagih

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Tak banyak yang tahu cerita hidup Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, Ali Mochtar Ngabalin.

Di acara program bertema Saatnya Perempuan Bicara yang disiarkan salah satu televisi swasta, dia bercerita, mulai dari kapan pakai sorban, kerasnya hidup, sampai kemudian masuk Istana Presiden.

Soal sorban yang selalu dia pakai, Ngabalin punya cerita menarik.

“Waktu pulang sekolah, tidak berubah kelakuan, tetap main sama teman, pulang jam empat pagi. Padahal, kata orangtua, setelah pulang harusnya menjadi contoh,” katanya.

“Akhirnya dikasih sugesti sama orangtua (sorban), dibacakan Yasin, disumpah, jangan sampai lepas. Orangtua nggak mau tanggung jawab kalau dilepas, karena Tuhan akan menghukummu,” kata Ngabalin.

Ngabalin muda mengenyam pendidikan sampai tingkatan magister di Universitas Indonesia. Menurut data Hops.id pria kelahiran Fakfak, Papua Barat, ini, jebolan IAIN Alauddin Makassar UP (1994), Ilmu Komunikasi Univesitas Indonesia (2001), dan mendapatkan gelar doktor dari Universitas Negeri Jakarta (2013).

Tapi pada suatu hari ketika tampil di acara Indonesia Lawyers Club, Ngabalin pernah melepas sorbannya. Itu pun ada cerita tersendiri.

Ketika itu, kata Ngabalin, dia sengaja melepasnya hanya untuk mengetes apakah aura ketampanannya masih ada.

“Itu waktu mau pergi ke ILC, coba lah apakah dengan kopiah hitam ini gantengnya masih ada, atau gimana. Dan kata orang auranya masih ada. Abang bilang alhamdulillah,” katanya.

Ngabalin terharu kalau teringat perjalanan hidupnya. Dia pernah menjadi seorang loper koran, juru tagih, dan pekerjaan-pekerjaan yang menguras keringat lainnya. 

“Berjuang jadi loper koran waktu umur 15 tahun. Jadi sekitar 40 tahun yang lalu. Nunggu orang, menagih,” katanya.

Ingin maju, Ngabalin kemudian pergi Makassar. Banyak pengalaman hidup yang dia rasakan di sana, di antaranya pernah tidur di masjid.

“Saya harus ambil keputusan, nggak boleh kembali kalau sudah berhasil. Makanya saya sudah magister, sudah lulus dari UI, kemudian kembali,” katanya.

“Orangtua di Papua, banyak saudara, biaya itu sulit. Dulu enggak bilang ke orangtua mau cari duit di Makasar. Sulit hidup,” kata Ngabalin.

Perjalanan membawanya ke dunia politik. Antara lain, dia pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Bulan Bintang. Dulu dia sangat keras mengkritik pemerintah, kini masuk Istana. 

“Kalau saya sudah sangat siap untuk menanggapi komentar netizen yang berbeda kubu itu dengan segala konsekuensi. Sekalipun kebenaran diungkapkan. Kalau Presiden dibully, difitnah, saya harus tampil untuk bisa melakukan klarifikasi terhadap semua informasi bohong itu,” kata Ngabalin. (*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA