Setelah Kejaksaan Agung Terbakar Hebat, Pertanyaan Antasari Azhar Tentang Bukti Kasus Bank Bali Semakin Viral

Setelah Kejaksaan Agung Terbakar Hebat, Pertanyaan Antasari Azhar Tentang Bukti Kasus Bank Bali Semakin Viral

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Dunia telah menyaksikan. Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, ludes dimakan si jago merah, Sabtu malam (22/8) hingga Minggu pagi (23/8).

Kini yang tersisa adalah seonggok bangunan yang menghitam dengan bau menyengat.

Begitu banyak pertanyaan yang mengiringi peristiwa ini. Mulai dari soal penyebab, sampai soal penanganan yang dinilai lambat sehingga satu gedung Kejaksaan Agung musnah.

Juga ada pertanyaan mengenai keamanan dokumen-dokumen perkara yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.

Pun berkembang berbagai dugaan di tengah masyarakat yang mengaitkan musibah ini dengan kasus-kasus kelas kakap yang sedang ditangani Kejaksaan Agung belakangan ini.

Salah satu frame yang tengah ramai diperbincangkan mengaitkan peristiwa kebakaran ini dengan pertanyaan yang beberapa hari sebelumnya disampaikan mantan Jaksa Agung (1998-2001) Antasari Azhar. Pemberitaan mengenai pertanyaan Antasari Azhar itu kini viral.

Antasari Azhar yang juga pernah menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanggal 13 Agustus lalu diundang Badan Reserse dan Kriminalitas (Bareskrim) Mabes Polri. Ia diundang sebagai saksi karena pada masa kepemimpinannya Kejaksaan Agung kasus menangani kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang melibatkan Djoko Tjandra.

Dalam pemeriksaan sebagai saksi itulah, Antasari Azhar mempertanyakan barang bukti sebesar Rp 546 miliar dalam kasus korupsi cessie Bank Bali itu. Uang itu disita pada 2009 dan kemudian dititipkan ke escrow account di Bank Permata.

Antasari Azhar yang juga merupakan jaksa penuntut umum dalam kasus itu merasa punya beban moral agar kasus Bank Bali ini tuntas.

Untuk mengetahui dimana uang itu berada, menurut Antasari Azhar, penyidik perlu bertanya kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan saat itu, Setia Untung Arimuladi yang kini adalah Wakil Jaksa Agung.

Kasus hak tagih Bank Bali ini mulai bergulir pada tahun 1998. Diawali kerjasama antara Direktur Utama Bank Bali, Rudy Ramli,  dengan PT Era Giat Prima (EGP). Dirut PT EGP adalah Setya Novanto yang ketika itu juga Bendahara Golkar. Adapun Djoko Tjandra menjadi salah seorang direktur.

Di bulan Januari 1999, Rudy Ramli dan PT EGP menandatangani perjanjian pengalihan hak tagih dimana PT EGP akan mendapatkan fee setengah dari uang yang ditagih.

Pada September 1999 Djoko Tjandra menjadi terdakwa karena penagihan dinilai bermasalah. PN Jakarta Selatan memutus Djoko Tjandra bebas dan menganggap kasus ini sebagai kasus perdata.

Di tahun 1991, Mahkamah Agung menguatkan putusan PN Jaksel setelah Kejaksaan Agung mengaukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis bebas Djoko Tjandra.

Tidak berhenti sampai di situ, di bulan Oktober 2008, Kejagung kembali mengajukan PK dan kali ini MA menerima PK Kejagung serta menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp15 juta kepada Djoko Tjandra.

Nah, di tahun 2009 Djoko Tjandra meninggalkan Indonesia dan menajdi warganegara Papua Nugini.

Ia berhasil dicokok Polri di Malaysia beberapa waktu lalu.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita