Merosotnya Kepercayaan Publik Pada Parpol Suburkan Politik Uang

Merosotnya Kepercayaan Publik Pada Parpol Suburkan Politik Uang

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Merosotnya kepercayaan publik terhadap partai politik berpotensi memunculkan terjadinya politik uang.

Demikian disampaikan Dosen Universitas Diponegoro Dr. Fitriyah saat menjadi narasumber dalam  Sekolah Demokrasi LP3ES, Jumat (21/8).

Fitriyah menerangkan, partai politik seharusnya memahami parpol tidak selamanya mengusung kader baru tapi kebanyakan mengusung petahana.

Oleh karena itu, dia menyimpulkan tipe partai di Indonesia berubah menjadi tipe catch all dalam konteks elektoralisme.

Tipe parpol tidak memiliki ciri ideologi, dan orientasi lebih kepada pemenangan pemilu dan organisasi tidak mengakar.

“Jadi sudah tidak mengakar, tapi ada karakter partai massa. Titik beratnya pada kebijakan yang dibuat oleh kandidat. Sementara, kalau yang pesonalistik, ketika partai itu patronasenya kuat, berorientasi kepada jabatan. Ada orang yang dominan di situ, menjadi pemimpin dan kebijakan itu dikendalikan oleh elite atau oligarki dalam partai,” tegas Fitriyah, Jumat (21/8)

Lebih lanjut Fitriyah berpendapat, partai politik di Indonesia bersifat sentralistik. Imbasnya, terjadi ketidaksesuaian antara bentuk pemerintah yang desentralisasi dan partai politik yang tersentralisasi.

Fitriyah mengatakan, tidak mengejutkan jika partai politik di tataran nasional enggan berbagi kekuasaan dengan kader di daerah. Apalagi jika kader daerah yang maju bukan ‘jagoan’ di pusat. Kompetensu sebagai pemimpin di tingkat lokal akan diabaikan oleh pengurus partai di level pusat.

“Kalau pun ada ruang kepada (partai politik) bertingkat, itu hanya pada ruang penjaringan saja. Tetapi akhirnya tetap di DPP. Terus hal yang sama terjadi juga pada rekruitmen anggota DPR,” ujarnya.

“Ketika mencoba membandingkan realita kondisi partai politik di Indonesia dengan partai multi-level di negara-negara lain,” imbuhnya.

Pada akhirnya, lanjut Fitriyah, terjadi paradoks desentralisasi, dalam arti peran parpol di tingkat lokal tidak kuat, karena segala keputusan kandidasi ditentukan oleh rekomendasi pusat.

Rekrutmen politik aktor lokal (eksekutif, legislatif) menggunakan mekanisme tersentralisasi oleh DPP, dan isu nasional lebih kuat  daripada isu lokal akibat digunakannya pemilu nasional,” tandasnya.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita