KAMI: Pembangunan Politik Telah Menyimpang dari Sila Keempat

KAMI: Pembangunan Politik Telah Menyimpang dari Sila Keempat

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Proses politik dari pemerintahan Presiden Joko Widodo turut menjadi satu aspek yang disinggung di dalam maklumat Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Di dalam dokumen Maklumat KAMI yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, dinyatakan bahwa pembangunan politik yang diemban rezim Jokowi telah menyimpang dari Pancasila.

"Pembangunan politik telah menyimpang dari Sila Keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan," demikian bunyi maklumat KAMI di dalam poin politik, yang dikutip Selasa (18/8).

Sebabnya, KAMI memandang politik di Indonesia saat ini dalam kondisi yang karut-marut dan semakin sulit diurai lantaran beberapa kebijakan pemerintah yang wujudnya nampak dari sikap saling tidak percaya masyarakat.

"Ia ditimbuni oleh praktik-praktik kekuasaan yang semakin menyimpang jauh dari nilai-nilai Pancasila, agama, etika dan moral. Kebijakan penyelenggara negara (di berbagai bidang) tidak berkhikmat bagi kepentingan rakyat, tetapi lebih condong pada kepentingan elite politik dan oligarki ekonomi," tulis KAMI.

Sebagai contohnya, Perppu 1/2020 yang bertransformasi menjadi UU 2/2020 merupakan bukti nyata dari kediktatoran menurut KAMI, karena memotong peran dan fungsi sejumlah lembaga terkait sistem keuangan negara dan juga hukum negara.

"Mengeliminasi fungsi DPR dan BPK, mengamputasi lembaga yudikatif (meruntuhkan negara hukum), dan DPR mengkhianati amanat rakyat dengan tindakan bunuh diri," ungkap KAMI.

Selain itu, gerakan yang digagas oleh sejumlah tokoh ini menilai partai-partai politik dan lembaga perwakilan rakyat lebih hadir dan berperan sebagai sekutu rezim penguasa dan pengusaha untuk melakukan “persengkongkolan jahat” terhadap rakyat, bangsa dan negara.

"Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya UU yang melemahkan KPK, UU Minerba yang menguntungkan segelintir pengusaha, dan RUU Omnibus Law (Cipta Tenaga Kerja) yang merugikan kaum buruh, petani dan nelayan, masyarakat adat, UMKM dan Koperasi," sambung maklumat itu.

"UU tersebut memangkas kewenangan pemerintah daerah, merusak lingkungan hidup dengan meniadakan amdal, dan menggadaikan tanah dan air Indonesia kepada korporasi dan asing," lanjut KAMI.

Secara khusus, Pemerintah dan DPR dinilai cenderung menyimpang dari Pancasila, karena muncul RUU Halauan Ideologi Pancasila (HIP) yang kemudian diajukan menggunakan nama RUU BPIP.

"Merendahkan Pancasila 18 Agustus 1945, memberi peluang bangkitnya PKI atau komunisme, memonopoli tafsir tunggal Pancasila untuk menghabisi lawan politik (diperkuat dengan pernyataan agama sebagai musuh Pancasila), yang kesemuanya sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi dan eksistensi NKRI yang berdasarkan Pancasila," kata KAMI.

Lebih lanjut, KAMI juga menyoroti proses demokrasi yang terjadi diperhelatan Pilpres 2019 silam yang cendrung mempertontonkan praktik politik uang  politik dinasti dan juga praktik saling menyandera dan memeras, yang melibatkan pusat kekuasaan negara.

"Hal ini semua berdampak pada proses pemilihan yang tidak demokratis, serta jauh dari nilai-nilai kejujuran dan keadilan," tegas KAMI dalam maklumatnya. 

Sebagai akibatnya, KAMI menyebut demokrasi Indonesia saat ini telah terjatuh ke titik pragmatisme, oportunisme, transaksionalisme dan kriminalisme yang berujung pada Pilpres 2019 yang sangat curang dan paling berdarah dalam sejarah politik Indonesia dengan meninggalnya hampir 700 petugas pemilu.

"Demontsrasi usai Pilpres pada bulan Mei 2019 juga merenggut nyawa 10 orang, sembilan di antaranya meninggal. Selain itu, 465 orang ditangkap, 74 di antaranya anak-anak dan informasi orang hilang sebanyak 32 orang," demikian KAMI menjelaskan data yang bersumber dari Komnas HAM, Oktober 2019.

Pada tingkat global, KAMI juga melihat demokrasi Indonesia saat ini anjlok 16 peringkat dibanding tahun 2016 dan mendapat predikat sebagai negara dengan demokrasi cacat berkinerja paling buruk.

"Terancamnya kebebasan sipil dan lemahnya keberfungsian lembaga-lembaga demokrasi menjadi faktor paling menentukan dalam kemerosotan kondisi dan peringkat demokrasi Indonesia," masih terusan maklumat KAMI.

"Selain itu, Indonesia mengalami defisit kebebasan, dari status negara “bebas” (free) menjadi “bebas sebagian” (partly free), tertinggal dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia, termasuk di bawah Timor Leste," demikian KAMI menutup maklumatnya dari segi politik. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita