Tiga Perwira Militer Myanmar Dinyatakan Bersalah atas Insiden Pembantaian Muslim Rohingya

Tiga Perwira Militer Myanmar Dinyatakan Bersalah atas Insiden Pembantaian Muslim Rohingya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tiga perwira dinyatakan bersalah oleh pengadilan militer Myanmar. Pihak militer yang menyelidiki kekejaman pembantaian terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine yang dilanda konflik.

Tindakan yang jarang terjadi terhadap anggota militer tersebut, muncul ketika Myanmar menghadapi tuduhan genosida di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas tindakan brutalnya pada 2017 terhadap Muslim Rohingya.  Sekitar 750.000 etnis Rohingya yang sebagian besar Muslim, melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh selama aksi penumpasan tersebut, dengan membawa kisah-kisah pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran yang meluas.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) menuduh pasukan keamanan Myanmar melakukan kekejaman di berbagai desa, termasuk Gu Dar Pyin, di mana kelompok HAM menuduh setidaknya lima kuburan massal ditemukan. Setelah awalnya menyangkal tuduhan tersebut, pihak militer Myanmar memulai proses pengadilan pada September tahun lalu, dan akhirnya mengakui ada kesalahan dalam mengikuti instruksi di desa-desa.

Kantor panglima mengumumkan bahwa pengadilan militer mengkonfirmasi putusan bersalah tersebut, dan segera menghukum tiga perwira yang terlibat. Namun tidak ada rincian yang diberikan terkait pelaku, dan kejahatan mereka, atau hukumannya.

Dilansir Aljazeera, pemerintah Myanmar sebagian besar mendukung pembenaran tentara atas operasi-operasi pada 2017 sebagai cara untuk membasmi para Muslim Rohingya.

Pemimpin sipil Aung San Suu Kyi mengakui di Pengadilan Internasional pada Desember, bahwa kekuatan yang tidak proporsional mungkin digunakan dalam operasi penumpasan tersebut. Sementara pihak Militer menyatakan bahwa setiap kekejaman dilakukan oleh beberapa oknum individu yang tidak bertanggungjawab.

Sementara itu, Penyelidik PBB menyatakan bahwa mereka juga menemukan bukti pembunuhan di luar proses hukum di desa-desa Rakhine lainnya, Maung Nu, dan Chut Pyin. Kantor kepala militer Myanmar mengatakan pengadilan penyelidikan akan terus menyelidiki peristiwa di kedua desa tersebut.

Namun, putusan terbaru pengadilan militer itu menimbulkan skeptis di kalangan aktivis HAM. Pasalnya, pada 2018, militer Myanmar menjatuhkan hukuman satu dekade kepada anggota pasukan keamanan karena membunuh 10 Rohingya di desa Inn Din, tetapi mereka dibebaskan setelah hanya menjalani hukuman kurang dari setahun.

Bahkan dua jurnalis yang mengungkap terkait pembantaian tersebut ditahan selama lebih dari 16 bulan sebelum akhirnya mereka diampuni setelah protes global.  Myanmar tetap menjadi titik api ketegangan antar etnis dan agama, dan militer dikurung dalam pertempuran sejak Januari tahun lalu dengan kelompok-kelompok bersenjata yang memperjuangkan lebih banyak otonomi bagi etnis Buddha Rakhine.

Pertempuran sengit selama akhir pekan menarik perhatian PBB, yang menyerukan kedua belah pihak untuk menghormati hukum humaniter internasional ketika ribuan lebih warga sipil meninggalkan rumah mereka dari serangan artileri. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita