Perppu Corona Resmi Jadi UU, Nasir Djamil: Ngakunya Negara Hukum Tapi Buat Norma Ingin Kebal Hukum

Perppu Corona Resmi Jadi UU, Nasir Djamil: Ngakunya Negara Hukum Tapi Buat Norma Ingin Kebal Hukum

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perrpu) 1/2020 telah resmi disahkan menjadi Undang undang oleh DPR RI dalam rapat paripurna, Senin (12/5) kemarin.

Disahkannya Perppu yang kerap disebut corona menjadi undang-undang oleh DPR RI ini membuat masyarakat meragukan keberpihakan parlemen. Pasalnya, di dalamnya terdapat Pasal 27 yang diduga menjadi imunitas para pejabat negara dalam hal hukum.

Anggota Komisi III DPR RI dari fraksi PKS M. Nasir Djamil mengaku aneh dengan disahkannya Perppu tersebut, terlebih adanya unsur memberikan kekebalan hukum terhadap pejabat negara dalam melakukan praktik korupsi.

“Aneh memang pasal ini. ngakunya negara hukum, tapi kok pejabat buat norma hukum ingin kebal dari hukum. apakah ini bukti bahwa negara hukum yang kita atur di konstitusi hanya jadi lipstik belaka?,” tegas Nasir, Kamis (14/5).

Nasir mengatakan Pasal 27 dalam Perppu 1/2020 tersebut menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Lantaran dinilai sebagai alat balas dendam para pejabat dalam norma hukum yang dimunculkan pemerintah.

“Pasal itu juga membuat publik menjadi curiga. Ada apa dan mengapa sampai norma itu dimunculkan? apakah pejabat yang membuat norma itu kuatir bahwa hukum akan menjadi alat balas dendam. tapi apapun alasannya norma itu menjadikan hukum sebagai anak tiri dan pemulihan ekonomi anak kandung,” paparnya.

Menurutnya, virus corona baru (Covid-19) hanya dijadikan tameng belaka oleh para pejabat pemerintah untuk memuluskan kebijakan yang mengarah kepada praktik korupsi untuk kebal hukum.

“Sehingga dengan alasan memulihkan ekonomi akibat pandemi covid-19, norma yang berpotensi menjadi benteng utk melakukan penyelewengan keuangan negara diaminkan oleh DPR,” geramnya.

Dia menambahkan DPR merupakan lembaga politik, dengan memiliki kepentingan politik yang terkadang lebih dominan dibandingkan mengedepankan kepentingan publik.

“Dalam menyikapi perppu , kami menghormati sikap politik partai koalisi yang menerima perppu. Tentu mereka punya alasan. Karena itu kita tunggu putusan MK soal ini. Demokrasi tidak sepenuhnya milik rakyat,” tandasnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita