DPR Usul BI Cetak Uang Rp 600 T, Mbok Ya Ingat Kisah Buruk Zimbabwe

DPR Usul BI Cetak Uang Rp 600 T, Mbok Ya Ingat Kisah Buruk Zimbabwe

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Badan Anggaran DPR RI mengusulkan ke pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun. Tujuannya untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak virus Corona (COVID-19).

Padahal, jika mencetak uang ada potensi inflasi tinggi yang menghantui jika prosesnya tak dilakukan dengan cermat. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memprediksi akan terjadi inflasi tinggi yang melanda Indonesia akibat pencetakan uang ratusan triliun ini.

"Mencetak uang tanpa ada underlying asset yang jelas ini bisa menimbulkan dampak pada inflasi tinggi," kata Bhima kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).

Dampak itu bukanlah ancaman semata. Negara lain seperti Zimbabwe sudah mengalaminya langsung akibat cetak uang terus-menerus. Berdasarkan catatan detikcom, Zimbabwe pernah mengalami inflasi hingga 11,250 juta persen bahkan pernah menyentuh 231 juta persen pada 2008.

Salah satu pemicu ledakan inflasi adalah suplai yang berlebihan. Presiden Robert Mugabe yang memimpin Zimbabwe selama 37 tahun itu mencetak uang yang berlebihan guna mendanai kampanye pemilu. Saat kepemimpinannya, kondisi perekonomian terus-terusan jatuh.

Akibat itu, tingkat pengangguran di sana mencapai 80-94%. Banyak pabrik-pabrik manufaktur yang tutup sementara suplai makanan juga langka.

Banyak pekerja yang tak merasakan dampak dari gajinya karena harga-harga sangat tinggi akibat stok barang di toko-toko sangat langka.

Tingginya inflasi di Zimbabwe membuat negara ini pernah melakukan redenominasi mata uang, dengan menyederhanakan uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol.

Petugas menyusun uang di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Jumat (17/6/2016). Bank BUMN tersebut menyiapkan lebih dari 16.200 Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk melayani kebutuhan uang tunai saat lebaran. BNI memastikan memenuhi seluruh kebutuhan uang tunai yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 62 triliun atau naik 8% dari realisasi tahun sebelumnya. (Foto: Rachman Harryanto/detikcom)
Ilustrasi uang tunai/Foto: Rachman Haryanto


Poin-poin rekomendasi Badan Anggaran DPR:

1. Melakukan kebijakan quantitative easing lebih lanjut agar Bank Indonesia membeli SBN/SBSN repo yang dimiliki perbankan dengan bunga 2 persen, khususnya perbankan dalam negeri agar memiliki kecukupan likuiditas.

2. Bank Indonesia memberikan pinjaman likuiditas jangka pendek kepada perbankan untuk mempertebal likuiditasnya, agar kemampuan perbankan sebagai transmisi keuangan tetap optimal dan sehat.
Baca juga: Mungkinkah Pemerintah Cetak Uang Lalu Dibagi-bagi ke Rakyat?

3. Bank Indonesia mencetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Mengingat, dalam situasi global yang ekonominya slowing down, tidak mudah mencari sumber sumber pembiayaan, meskipun dengan menerbitkan global bond dengan bunga besar. Bank Indonesia dapat menawarkan yield sebesar 2-2,5 persen, sedikit lebih rendah dari global bond yang dijual oleh pemerintah.

4. Kebijakan mencetak uang sebagaimana yang dimaksud pada poin 3 di atas harus memperhitungkan biaya operasi moneter Bank Indonesia. Sehingga biaya tersebut tidak boleh dibebankan kepada Pemerintah. Oleh sebab itu, besaran yieldnya tidak boleh lebih rendah dari biaya operasi moneter Bank Indonesia, agar tidak menimbulkan kerugian bagi Bank Indonesia, serta tidak menyebabkan modal Bank Indonesia lebih rendah 10 persen dari kewajiban moneternya.

5. Kebijakan mencetak uang sebagaimana yang dimaksud pada poin 3 di atas harus memperhitungkan dampak inflasi yang ditimbulkan, sekaligus tekanan kurs terhadap rupiah.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita