Dari Bansos hingga Data, 'Perang Urat' Anies VS 4 Menteri Jokowi!

Dari Bansos hingga Data, 'Perang Urat' Anies VS 4 Menteri Jokowi!

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Perang kritikan antara pemerintah pusat dan pemerintah DKI Jakarta belum berhenti sepanjang pekan kemarin. Mulai urusan bantuan sosial sampai soal transparansi data jadi sorotan kedua belah pihak dalam memerangi pandemi corona untuk melindungi warga.

Pekan lalu, tiga menteri dalam Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan sejumlah kejanggalan mengenai penyaluran bantuan sosial atau bansos oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pimpinan Gubernur Anies Baswedan.

Tiga menteri tersebut adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

Saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5/2020), Sri Mulyani mengungkap pemerintah pusat memutuskan menanggung bantuan sosial baik dalam bentuk sembako dan bantuan sosial tunai ( bantuan langsung tunai/BLT) di Jakarta. Walaupun, anggaran awal diproyeksikan ada di daerah.

"Jabodetabek sembako dan BLT yang diberikan itu juga pemerintah pusat. PMK [Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan] yang DKI (Pemerintah Provinsi DKI Jakarta) cover 1,1 juta warganya, nggak punya anggaran dan minta pemerintah pusat covering untuk 1,1 juta warganya," kata Sri Mulyani.

Ia pun mempertanyakan apakah penyebaran sembako dan BLT itu sudah selesai dan tepat sasaran atau belum. Untuk itu, Sri Mulyani menegaskan Kementerian Sosial (Kemensos) harus turun langsung memastikan seluruh hak masyarakat terpenuhi.

Menteri Sosial Juliari Batubara juga menyatakan penyaluran bansos oleh Pemprov DKI Jakarta tak sesuai dengan kesepakatan awal antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI Jakarta.

Juliari mengaku telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di DKI Jakarta. Juliari mengaku telah memeriksa 15 titik penyaluran bansos di DKI Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memaparkan sampai saat ini sudah 1,2 juta keluarga yang dijangkau oleh bantuan pemda.

"Alhamdulillah sudah terdistribusi dengan baik. Apakah sempurna? Tidak," kata Anies dalam konferensi pers yang ditayangkan via akun YouTube Pemprov DKI Jakarta, Jumat (1/5/2020).

"Ada 1,6% dari distribusi yang sampai kepada orang yang tidak berhak, lalu dikembalikan," imbuhnya.

Anies mengatakan, salah distribusi itu lantaran ada kesalahan data penerima bantuan. "Ada yang salah alamat, ada yang orang yang mampu, ada yang meninggal. Itu semua menjadi bahan untuk koreksi," ujarnya.

"Dalam waktu yang cukup singkat bisa mendistribusikan 98,4% pada keluarga yang tepat menurut saya itu suatu langkah yang harus kita apresiasi karena tidak mudah. Hanya 1,6% ini jadi bahan kita untuk mengkoreksi ke depan," pungkas Anies.

Pekan lalu, Anies juga melayani wawancara dengan media asing dari Australia yakni Sydney Morning Herald.

Dalam wawancara khusus tersebut, Anies buka-bukaan rasa frustasinya kepada pemerintah pusat terutama Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Ia menyoroti soal transparansi data terkait corona, yang menurutnya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Anies membuka bahwa pemda DKI sudah mengendus soal masuknya virus sejak awal Januari, ketika berita dari Wuhan sudah heboh. Saat itu, ia mengaku sudah menggelar rapat dengan beberapa rumah sakit di Jakarta.

"Kami menyebutnya pneunomia Wuhan, belum ada istilah covid-19 saat itu," ungkap Anies kepada media asing tersebut.

Anies curhat bagaimana saat kasus mulai terbaca dan melonjak namun pemda belum diizinkan melakukan tes ke warganya.

Setiap ada kasus, samplenya harus dikirim ke pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan hasilnya selalu negatif. Membuat Anies semakin penasaran.

Singgungannya dengan pemerintah pusat sejak awal kasus, dinilai belum berhenti sampai saat ini. Apalagi di saat pemerintah ingin menerapkan hidup normal lagi. Sementara menurut Anies, data yang ia terima belum meyakinkan bahwa warga sudah bisa hidup normal sedia kala.

"Datanya menunjukkan belum berakhir dalam waktu dekat, itu yang dikatakan pakar epidemiologi. Saat seperti ini, pemerintah harusnya mempercayai ilmuwan."

Anies, menurut media tersebut, juga mengekspresikan rasa frustasinya dengan pemerintah pusat, terutama Kementerian Kesehatan dalam hal transparansi data.

"Dari sisi kami, transparan dan mengatakan sebenarnya ke publik adalah bentuk memberikan keamanan bagi warga. Namun Menteri Kesehatan memandang berbeda, menurutnya tranparansi hanya bikin panik." []

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA