Pengamat: Kalau Ingin Sukses, PDIP Jangan Pragmatis

Pengamat: Kalau Ingin Sukses, PDIP Jangan Pragmatis

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memiliki kencenderungan pragmatisme politik. Terutama di wilayah Sumatra Utara, saat memajukan nama Tri Tamtomo pada pemilihan gubernur Sumut. Hasilnya, calon PDIP kalah dari para pesaingnya.

Demikian disampaikan pengamat politik Shohibul Ansor saat dihubungi Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (9/3).

Menurut Shohibul Ansor, contoh tersebut bisa jadi pengalaman bagi PDIP dalam menetapkan calon dalam Pemilihan Walikota Medan 2020. Saat ini ada incumbent Akhyar Nasution yang sudah dikenal banyak warga kota dan merupakan kader tulen PDIP sejak 1995. Akhyar juga merupakan anak dari Anwar Nasution yang merupakan kader PDI, dan pernah menjadi pengurus partai.

Selain itu, pola kerja dan loyalitas Akhyar di PDIP juga sudah banyak yang mengetahui. Bahkan saat menjadi anggota DPRD Medan periode 1999-2024, Akhyar adalah kader yang memiliki semangat kerja pelayanan kepada masyarakat dan kerja partai yang seimbang.

“Loyalitas kader seperti Akhyar ini lebih menguntungkan bagi partai PDIP, dibandingkan dengan sosok lainnya di luar partai. Kemudian, potensi kemenangan pada Pilwakot juga lebih berpeluang besar karena Akhyar didukung grassroot PDIP dan incumbent," ucap Shohibul Ansor.

Dia menambahkan, "Khawatirnya bagi PDIP, jika tidak kader menjadi keutamaan pencalonan kepala daerah, kerja-kerja partai di tingkat PAC akan menyulitkan PDIP di setiap suksesi pemilihan kepala daerah maupun pemilihan legislatif.”

Lanjut Shohibul Ansor, jika PDIP ingin terus menjaga harmonisasi partai, para elite di PDIP layaknya tak mencederai semangat kerja para kader yang sudah lebih banyak memakan debu dan keringat.

Shohibul juga berpendapat, PDIP yang merupakan partai kader, semestinya bertindak sesuai dengan keinginan kader dari bawah. Yakni kader terbaik yang dicalonkan untuk kursi kepala daerah.

“Saya melihat sosok Akhyar di Medan mendapatkan dukungan penuh baik di tingkat PAC PDIP, DPC PDIP Medan, hingga DPD Sumut. Suara ini saya yakin kuat, untuk dipertimbangkan DPP PDIP. Namun sebaliknya, jika DPP PDIP memutuskan hal yang bertentangan dengan keinginan kader PDIP di Medan, maka sudah partai PDIP tak lagi bisa disebut partai kader, melainkan partai yang orientasinya pragmatis,” sebut Shohibul Ansor.

Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini juga mengatakan, elite DPP PDIP harus kembali melihat kader-kader di bawah. Debab dengan adanya kader-kader militan di tingkat DPD, DPC, dan PAC inilah yang terus berkerja, bersuara, dan bersikap membela partai. Sehingga sangat wajar para kader lebih memilih Akhyar daripada kandidat lainnya yang bukan kader.

“Saat ini di Medan kampanye kader pilih kader terus menguat, selayaknya elite DPP PDIP juga harus menjaga stabilitas kerja-kerja partai. Sehingga semua perjalanan suksesi untuk membesarkan partai bisa terjalin dengan baik. Sudah pasti kader akan membesarkan partainya, dari pada non kader,” katanya.

Shohibul Ansor juga melihat sosok Akhyar yang baru beberapa bulan menjabat Plt Walikota langsung memiliki gagasan dan ide besar dalam membangun kota. Seperti mengajak warga membuat Medan Cantik. Hasilnya saat ini banyak warga berlomba-lomba membuat cantik lingkungan tempat tinggalnya. Iini jadi semangat yang baik untuk kota Medan dan PDIP.

Saat ini, sejumlah elite di DPP PDIP lebih bersikap pragmatis, hanya demi menjaga persehabatan dengan keluarga Presiden Joko Widodo. Namun akhirnya kader di bawah cenderung terabaikan dalam berkarier di politik. Padahal, jika kader terbaik dan memiliki peluang yang baik, tentu yang besar adalah PDIP sendiri.

“Elite DPP PDIP harus benar-benar hargai kader, sehingga partai ini bisa benar-benar dikerjakan oleh kader,” demikian Shohibul Ansor. (Rmol)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA