Dubes India: India Pernah Punya 3 Presiden Muslim, Apakah Itu Diskriminasi?

Dubes India: India Pernah Punya 3 Presiden Muslim, Apakah Itu Diskriminasi?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Dubes India untuk Indonesia, Pradeep Kumar Rawat, menampik adanya persekusi maupun diskriminasi terhadap muslim di India.

Dia menyebutkan, ketika dikatakan ada diskriminasi terhadap Muslim, India pernah mempunyai tiga presiden dari kalangan muslim. “Apakah itu bukti diskriminasi bagi kalian?” ujar Kumar Rawat di Jakarta, Jumat (6/3).

Hal itu disampaikan Kumar Rawat terkait demo di depan Kedubes India di Jakarta. Massa menuntut Pemerintah India menghentikan diskriminasi terhadap umat Islam.

Ratusan orang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kedutaan Besar (Kedubes) India, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan, Jumat (6/3). Demonstrasi yang berlangsung kondusif itu memprotes kekerasan terhadap muslim di India sebagai dampak atas pemberlakuan UU Kewarganegaraan oleh Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi.

Terkait dengan itu, Kumar mengatakan umat Islam di India terus bertambah dari 35 juta hingga mencapai 200 juta saat ini. Jumlah tersebut naik dari angka 9 persen menjadi 14 persen.

“Saya menceritakan fakta ke teman-teman. Kita sebagai orang yang berpendidikan dan rasional, kita seharusnya bisa menerima fakta-fakta tersebut,” ujar dia.

Ia mengatakan fakta tersebut adalah berupa data yang disampaikan yang bisa diketahui, dicerna dan dinilai sendiri oleh siapa pun.

“Data itu bisa kita ketahui, kita cerna, lalu kita nilai sendiri. Kenapa golongan ekstrem ini sukses? Karena mereka menyebarkan sesuatu, mengeksploitasi keadaan di sosial media. Mereka membuat berita bohong, video bohong, membuat narasi yang bisa mengeksploitasi emosi seseorang. Karena itulah mereka sukses,” ungkap Kumar Rawat.

Kelompok ekstrem, kata dia, membuat itu semua di sosial media, itu adalah doktrin untuk memancing emosi saja, tapi mereka tidak menjelaskan faktanya apa.

Ia mengatakan data tersebut tidak bisa berbohong dan sudah seharusnya masyarakat dapat mencerna data tersebut secara logis.

“Data itu tidak bisa bohong dan kita seharusnya yang logis bisa mencerna,” ujar dia. (ns)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita