Diingatkan, Pengamat: Pemerintah Sebelum Jokowi Sudah Komitmen Tidak Ngutang Di IMF

Diingatkan, Pengamat: Pemerintah Sebelum Jokowi Sudah Komitmen Tidak Ngutang Di IMF

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Penyebaran virus corona (Covid-19) semakin hari semakin mengkhawatirkan. Tercatat hingga hari ini sudah puluhan negara  terjangkit virus yang berasal yang berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.

Sedangkan untuk di dalam negeri sendiri, pemerintah sebelumnya sangat percaya diri bahwa Indonesia zero corona.

Namun, tak lama berselang presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ada WNI yang positif tertular virus Corona. Bahkan, sampai hari ini telah diumumkan enam WNI terjangkit virus mematikan ini.

Seiring dengan hal tersebut, International Monetary Fund (IMF)
menyiapkan pinjaman darurat sebesar 50 miliar dolar AS bagi negara berpenghasilan rendah maupun berkembang yang membutuhkan bantuan untuk menangani virus corona.

Pengamat politik yang tergabung dalam Forum Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ade Reza Hariyadi melihat sejauh ini belum ada indikasi pemerintah Indonesia mengambil kesempatan tersebut untuk berhutang.

"Pemerintah Indonesia terutama sebelum era Jokowi telah berkomitmen untuk lepas dari hubungan hutang dengan IMF, sehingga jika pemerintah Jokowi akan memanfaatkan momentum Covid-19 untuk menambah hutang ke IMF akan dianggap sebagai pengingkaran," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (8/3).

Untuk alasan kedua, Ade menjelaskan, jika merujuk pada kualifikasi yang dinyatakan pemerintah AS maka Indonesia tidak termasuk negara berkembang dan miskin yang dapat mengakses pinjaman darurat IMF.

Selain itu, belum ada ukuran yang kredibel tentang dampak ekonomi yang terukur atas pandemi Covid-19 bagi Indonesia sehingga dapat menjustifikasi perlunya mengakses pinjaman darurat IMF. 

Meski demikian, tetap ada kemungkinan situasi berubah cepat atas kebijakan pemerintah mengingat pandemi Covid-19 belum menunjukkan tren penurunan yang signifikan secara global.

Jika pemerintah memilih opsi untuk menambah pinjaman luar negeri dari IMF, ini berpotensi menambah beban negara di tengah perlambatan  ekonomi global dan penurunan investasi di Indonesia. 

"Langkah efisiensi belanja birokrasi dan mengkalkulasi ulang sejumlah proyek mercusuar yang menyedot anggaran justru lebih realistis dilakukan saat ini," pungkasnya.(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita