Megaskandal Jiwasraya-Asabri, Ada Oknum Untouchable

Megaskandal Jiwasraya-Asabri, Ada Oknum Untouchable

Gelora News
facebook twitter whatsapp



GELORA.CO - Upaya penyelesaian perkara yang melanda dua BUMN, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero) diharapkan bisa menyentuh oknum-oknum yang selama ini diam-diam menggerogoti perusahaan BUMN tapi tidak pernah tersentuh hukum alias untouchable.

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo persoalan yang terjadi di Jiwasraya, dengan terungkapnya beberapa nama, yang ditengarai terlibat di Jiwasraya, seharusnya menjadi kewaspadaan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) sehingga diharapkan persoalan yang sama tidak berulang di BUMN lain seperti Asabri.

"Pak Arya [Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN] menyebut dua nama. Saat Kejagung memeriksa [saksi-saksi] Jiwasraya, salah satu di antara dua nama ini sangat percaya diri mengatakan bahwa dia sudah melunasi utangnya ke Jiwasraya, dia berkilah tak ada kerugian negara. Hal yang sama kita harus waspada, agak tidak terulang [kasus yang sama] di Asabri," kata Irvan, dalam dialog Squawk Box Cnbc Indonesia, Selasa (14/1/2020.

Sebab itu, Irvan mengapresiasi adanya Pansus (Panitia Khusus) yang digagas DPR RI untuk membongkar kasus Jiwasraya.

"Kita sangat mendorong Pansus DPR bergulir di Senayan, Pansus bisa jadi pintu masuk, membawa figur-figur untouchable, yang dalam beberapa kasus tidak terjerat," katanya.

Senin kemarin, Arya Sinulingga mengatakan pemilik perusahaan PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro diminta membayar utang investasi di Asabri. Selain Benny Tjokro, Heru Hidayat sebagai pemilik PT Trada Alam Mineral Tbk (TRAM) juga diminta membayar utangnya.

"Masalah investasi diharapkan ada utang-utang yang diakui juga diharapkan mereka lakukan pembayaran. Seperti Benny Tjokro dan Heru [Heru Hidayat]. Utang-utang investasi di Asabri," kata Arya.

Lebih lanjut, Irvan mengatakan pada dasarnya masalah Asabri sudah terungkap bersamaan dengan skandal Jiwasraya, tetapi gaungnya tertutupi ketika publik lebih menyoroti kasus Jiwasraya dengan gagal bayar polis JS Saving Plan mencapai Rp 12,4 triliun.

Soal modus Jiwasraya dan Asabri dalam hal investasi, Irvan menegaskan biasanya transaksi-transaksi 'super' tersebut tidak bisa ditemukan dalam buku Jiwasraya dan Asabri.

"Umumnya dilakukan transaksi di luar, bahkan transaksi tidak tidak didokumentasikan dengan baik, kalau pun lisan pun tidak terekam, itu yang harus bisa dicermati oleh Kejagung, BPK."

Dia mengungkapkan persoalan keduanya baik Jiwasraya maupun Asabri sama, sama-sama terjebak pada saham tier 3, dan reksa dana berkinerja buruk.

"Mereka bermain di saham-saham tier tiga, lapis tiga, tidak berkinerja baik dan reksa dana berkinerja sangat buruk. Pelaku pasar sahamnya sama, modusnya sama," tegas mantan Komisaris Independen AJB Bumiputera ini.

"Hanya bedanya, Asabri masih punya cash flow Rp 1 triliun tiap bulan, karena Asabri asuransi sosial bagi anggota TNI/Polri, Kemenhan, sementara berbeda Jiwasraya itu B2B, asuransi komersial. Asabri masih punya guanranted cash flow tiap bulan mereka terima dari APBN Rp 1 triliun," jelasnya.

Sebab itu, dia mengatakan penanganan masalah keduanya pun tak jauh berbeda lantaran problemnya sama yakni tata kelola (governance), manajemen risiko (risk management), dan kepatuhan (compliance).

"Tiga hal ini absen, keduanya punya problem ini, bedanya Asabri masih ada dana dari APBN, sementara Jiwasraya harus melakukan upaya sendiri untuk menambal liability gap."

Terkait dengan Jiwasraya, dia mengatakan pengawasan OJK terhadap asuransi komersial tersebut cenderung lemah.

"Pengawasan di sini lemah, OJK sangat highly regulated namun sangat lemah dalam low enforcement, nampak pada Jiwasraya yang oleh BPK dilakukan audit PDTT [Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu] pada 2016, namun masalah ini muncul 2019 juga tak ada langkah apapun."

Sebelumnya, manajemen Asabri juga buka suara merespons dugaan korupsi Rp 10 triliun yang ramai diberitakan. Manajemen Asabri menjelaskan operasional Asabri dalam kondisi baik dan tidak mengalami gangguan.

"Kegiatan operasional Asabri terutama proses penerimaan premi, proses pelayanan, dan proses pembayaran klaim berjalan dengan normal dan baik. Asabri dapat memenuhi semua pengajuan klaim tepat pada waktunya," kata manajemen Asabri dalam siaran pers yang dipublikasikan kemarin.

Namun kabar yang menyebutkan bahwa Asabri terjebak dalam menempatkan saham tidak sepenuhnya ditolak. Meski demikian, Asabri menyebut sudah memiliki langkah-langkah untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi sekarang.

Seperti diketahui, nilai investasi Asabri di 12 perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang 2019 berpotensi turun hingga mencapai Rp 7,47 triliun (80,23%) yaitu menjadi Rp 1,84 triliun dari awal penghitungan Rp 9,31 triliun.

"Sehubungan dengan kondisi pasar modal di Indonesia, terdapat beberapa penurunan nilai investasi ASABRI yang sifatnya sementara. Namun demikian, Manajemen ASABRI memiliki mitigasi untuk me-recovery penurunan tersebut," jelas rilis tersebut.

"Dalam melakukan penempatan investasi, ASABRI senantiasa mengedepankan kepentingan perusahaan sesuai dengan kondisi yang dihadapi," lanjut manajemen Asabri.(*)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA