Titah Nyeleneh 'Raja-Ratu' Keraton Agung Sejagat

Titah Nyeleneh 'Raja-Ratu' Keraton Agung Sejagat

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Toto Santoso dan Fanni Aminadia mendirikan kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo, Jawa Tengah. Selayaknya Raja dan Ratu, mereka mengeluarkan titah yang harus dipatuhi ratusan pengikutnya.

Awalnya, informasi soal kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo itu diunggah akun Twitter @aritsantoso. Tweet ini ramai dibahas di media sosial dan mendapat beragam reaksi dari netizen. Kerajaan yang dipimpin 'Raja' Toto dan Fanni sebagai permaisuri itu tepatnya berdiri di Desa Pogung Jurutengah, RT 03/RW 01, Kecamatan Bayan, Purworejo. Toto dinobatkan menjadi 'Raja' Keraton Agung Sejagat sejak Juli 2019. Lokasi pengukuhan di Dataran Tinggi Dieng pada saat turun embun es, ditandai dengan ritual dan doa bersama.

Raja' Toto pun mengeluarkan titah yang harus dipatuhi ratusan pengikutnya. Titah itu mulai dari setoran hingga aturan kirab kuda. Bagi pengikut yang melanggar, raja dan ratu tidak segan-segan mencap pengikutnya sebagai teroris dan mengancam akan mendapatkan malapetaka.

Seiiring waktu berjalan, keberadaan keraton itu rupanya menimbulkan keresahan dan kerawanan bagi warga sekitar. Selain itu, bangunan keraton juga disebut tidak memiliki izin.
Polisi dan pemerintah setempat kemudian turun tangan. Hingga akhirnya, Ditreskrimum Polda Jawa Tengah menangkap 'raja dan ratu'. "Kami amankan keduanya (Toto dan Fanni)," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iskandar Fitriana Sutisna kepada detikcom, Selasa (14/1/2020).

Toto dan Fanni kini resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan penyebaran berita bohong yang memicu keonaran. Polisi juga menyita berbagai barang bukti mulai atribut seragam, tombak, trisula, bendera, lembar perjanjian dalam pigura, sejumlah buku tabungan, uang tunai Rp 16.101.000, softgun, kartu anggota, dan dokumen yang mereka buat sendiri.

Berikut titah nyeleneh 'raja dan ratu' Keraton Agung Sejagat:

Setor Uang

Selama menjadi pengikut Keraton Agung Sejagat di Purworejo, para anggotanya dimintai sejumlah uang. Besarannya Rp 3 juta hingga Rp 30 juta.

Berdasarkan keterangan pihak Keraton Agung Sejagat, mereka memiliki pengikut mencapai sekitar 450 orang. Namun, dalam kirab budaya yang dilaksanakan oleh si raja, Toto Santoso dan permaisurinya Fanni Aminadia, hanya diikuti sekitar 200 orang. 'Raja' Keraton Agung Sejagat Toto Santoso diduga meyakinkan para korbannya dengan dokumen kartu-kartu United Nations palsu dan menceritakan wangsit yang dia terima, sehingga sejumlah orang percaya dan mau membayar iuran kepada Keraton Agung Sejagat itu.

"Mendaftar itu menyerahkan uang. Ada Rp 3 juta, Rp 20 juta, bahkan Rp 30 juta," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes (Pol) Iskandar Fitriana Sutisna, di Mapolda Semarang, Rabu (15/1/2020).

Salah seorang mantan pengikut Keraton Agung Sejagat, Setiyono Eko Pratolo (58), menceritakan dirinya dimintai iuran awal sebagai anggota Rp 2,3 juta. Eko bercerita uang itu disebut untuk membayar baju, konsumsi, dan buku panduan. "Disuruh bayar untuk baju, konsumsi, penggandaan buku panduan. Total Rp 2,3 juta," kata Eko.

Dilarang Bawa HP

Titah lainnya, pengikut Keraton Agung Sejagat dilarang membawa handphone selama berada di dalam keraton yang didirikan oleh Toto Santoso dan Fanni Aminadia itu.

"Bahkan kami pegang HP saja todak boleh," ujar salah seorang pengikut Keraton Agung Sejagat, Eko Pratolo (58) saat berbincang dengan detikcom, Rabu (15/1/2020).

Selain di dalam keraton, mereka juga tak boleh membawa handphone saat melaksanakan kirab.

Pengikut Mbalelo Dicap Teroris

'Raja' dan 'Ratu' Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41), menjanjikan kehidupan yang lebih baik kepada para pengikutnya. Sebaliknya, ada ancaman malapetaka bagi para pengikut yang tak mau patuh alias mbalelo.

"Pengikutnya diwajibkan iuran, sampai puluhan juta rupiah, dengan berbekal janji menyebarkan jaminan, paham, apabila ikut dengan kerajaan ini akan terbebas dari malapetaka dan mendapatkan kehidupan lebih baik. Sebaliknya, jika tidak mengikuti atau tidak patuh dengan aturan kerajaan, akan menimbulkan bencana," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Rycko Amelza Dahniel saat jumpa pers di Mapolda Jateng, Semarang, Rabu (15/1/2020).

"Dalam sebaran press release dari pihak kerajaan menyatakan bahwa pengikut-pengikutnya yang tidak mau tunduk dan tidak mau patuh menjalankan semua perintah/kebijakandari Keraton Agung Sejagat dianggap sebagai pembangkang, teroris, dan mendapatkan malapetaka. Sebaliknya, yang mengikuti perintah dan membayar iuran akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik," jelasnya.

Aturan Kirab

Keraton Agung Sejagat pernah menggelar kirab budaya di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah. Selain 'Raja' dan 'Ratu', ada belasan punggawa yang ikut berkuda.

Salah seorang punggawa Keraton Agung Sejagat, Setiyono Eko Pratolo, menceritakan ada perlakuan khusus bagi yang memiliki pangkat dan diperkenankan naik kuda saat kirab.

"Kalau saya jalan, tapi untuk raja, permaisuri, dan yang bintang empat menunggang 15 kuda," kata Eko saat ditemui di Balai Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo, Rabu (15/1/2020).

Eko mengaku sudah memiliki tiga bintang di pundaknya. Namun dia tidak mengetahui detail soal pemberian bintang itu.

Sumarni, seorang warga sekitar menceritakan ada 15 ekor kuda yang digunakan oleh raja, permaisuri dan di belakangnya diiringi oleh pejabat-pejabat keraton yang lain. "15 ekor kuda yang digunakan tapi saya tidak tahu jenisnya," ujar Sumarni, saat ditemui detikcom, Rabu 15/1/2020).

Sepengetahuannya, kuda-kuda itu didapat dari menyewa. Namun dia tidak tahu berapa harga sewa kuda tersebut. "Itu sewa tapi saya tidak tahu berapa harga sewanya," ujarnya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita