Sprindik OTT Wahyu Setiawan Diteken 20 Desember, Pengamat: Upaya Hindari Dewas?

Sprindik OTT Wahyu Setiawan Diteken 20 Desember, Pengamat: Upaya Hindari Dewas?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera klarifikasi perihal beredarnya surat perintah penyelidikan (Sprindik) OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.

Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebut hal itu terkait OTT Wahyu Setiawan bernomor 146/01/12/2019 dan ditandatangani 20 Desember 2010 oleh Agus Raharjo.

Sprindik itu tertuju kepada nama-nama penyidik KPK. Padahal, pada saat bersamaan omisioner dan Dewas KPK periode 2019-2023 resmi dilantik oleh Presiden Jokowi.
 
"Saya kira perlu klarifikasi terkait sprindik OTT terhadap komisioner KPU itu. Itu kan tertanggal 20 Desember dan di tandatangani ketua KPK Agus Raharjo. Itu patut diduga ada upaya untuk menghindari izin Dewas KPK," ujar Karyono kepada wartwan, Sabtu (10/1).

Jika sprindik KPK yang beredar itu benar adanya, menurutnya, hal itu dapat menimbulkan persepsi negatif bagi KPK. Publik akan menyimpulkan seolah-olah ada target lain di balik upaya penegakan hukum.

Karyono mengatakan, beredarnya surat yang mirip sprindik dari institusi KPK terkait kasus suap komisioner KPU tersebut menambah rentetan peristiwa dugaan bocornya Sprin lidik yang pernah terjadi sebelum-sebelumnya.

Namun demikian, lanjutnya, kasus OTT komisioner KPU ini memang harus diproses karena sudah ada minimal dua alat bukti.

Karyono menambahkan, penegakan hukum merupakan suatu keniscayaan dan pemberantasan korupsi harus dilakukan. Namun, kata dia, sebagai lembaga penegak hukum, KPK tak boleh melakukan manuver layaknya partai politik.

"KPK jangan melakukan manuver politik dalam penegakan hukum. OTT KPK jangan sampai cacat prosedur atau cacat admistrasi," pungkasnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita