PKS Bisa Kalah Voting Jika Tidak Kompromi Dengan Usulan Gerindra

PKS Bisa Kalah Voting Jika Tidak Kompromi Dengan Usulan Gerindra

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - BERDASARKAN komitmen awal, figur dari PKS memang diusulkan menjadi pendamping Anies Baswedan pasca Sandiaga Uno mundur karena mengikuti perhelatan Pilpres 2019 sebagai cawapres.

Itu sebenarnya kesempatan emas PKS, saat proses politiknya berlanjut ke DPRD DKI. A good chance never come twice. Ada dua nama kader PKS yang diusulkan ke  DPRD DKI Jakarta untuk menggantikan Sandiaga Uno, yaitu Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu.

Anehnya, proses politik di DPRD kemudian berjalan lambat dan berlarut-larut, lalu mandek. Terkesan PKS kurang intens melakukan komunikasi dan memaksimalkan lobi-lobi, agar sukses menempatkan kadernya sebagai cawagub baru DKI Jakarta. Ada resistensi yang terdeteksi keluar dari pernyataan sejumlah elit politik di fraksi-fraksi DPRD DKI.

Lobby politik sangat diperlukan agar Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab) DPRD memenuhi syarat minimal kehadiran 2/3 anggota (quorum).

Selama ini, mungkin PKS terbiasa menjadi gerbong, sehingga kurang leluasa menjadi lokomotif dalam sebuah proses politik. Ada “lack of communication” dari PKS untuk memperjuangkan kadernya kepada fraksi-fraksi lainnya di DPRD.

PKS mustinya mencontoh Golkar yang intensif melakukan komunikasi dan lobby politik untuk merebut jabatan ketua MPR, atau Gerindra yang aktif mengupayakan rekonsiliasi pasca Pilpres 2019. Atau Nasdem yang saat ini  aktif mendekati Gubernur DKI Jakarta, termasuk merangkul PKS, juga PAN nantinya. Karena Politik itu dinamis, ya harus aktif

Begitu seharusnya. Politik itu punya kalkulasinya sendiri, apalagi jika dikaitkan dengan persoalan etik, jangan dilihat parsial.

Ceritanya terkuak bahwa pada bulan Agustus 2019, PKS ternyata mengirim surat kepada Gerindra yang berisi ajakan bersama mengganti nama calon wagub lama yang kurang mendapat respon positif DPRD dengan dua nama baru, yaitu Adhyaksa Dault dan Nurmansyah Lubis.

Tetapi selang seminggu, surat yang ditandatangani oleh Presiden PKS dan Sekjen-nya tersebut ditarik kembali.

Padahal publik Jakarta semakin mempertanyakan kursi wagub DKI yang hampir setahun kosong. Gubernur juga tampak sudah kewalahan bekerja sendirian. Gerindra yang kemudian ambil insisiatif mengirimkan empat nama baru sekaligus sebagai cawagub kepada PKS, yaitu Arnes Lukman, Ferry Juliantono, Ahmad Riza Patria dan Saefullah (Sekda DKI), pada 17 Oktober 2019. Surat ini langsung ditandatangani oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dan Sekjen Ahmad Muzani.

Jadi usulan empat nama baru oleh Gerindra itu justru menindaklanjuti usulan PKS. Tujuannya agar kekosongan kursi wagub DKI secepatnya di isi. UU pun jelas PKS dan Gerindra yang bisa mengusulkan cawagub baru DKI Jakarta. Tidak ada larangan mengajukan figur baru dari PKS, maupun Gerindra. Begitu ketentuannya.

Bagaimanapun, ada satu kondisi penting yang bisa dijadikan pelajaran bahwa ternyata punya komitmen luar biasa seperti Sandiaga Uno yang mundur sebagai wagub DKI terpilih 2017 (karena pencalonannya sebagai Cawapres 2019), dan menolak desakan kembali lagi menjabat sebagai  wagub DKI pasca Pilpres 2019 menyisakan masalah, yaitu berlarutnya sosok penggantinya. Jika saja Sandiaga Uno memilih cuti bukan mundur, maka semua ini jelas tidak akan terjadi.

Usulan kembali sebagai wagub DKI ditolak, namun kembali menjadi kader Gerindra malah justru diterima. Dari dulu dan sekarang, Sandiaga Uno  adalah kader Gerindra. Jadi, wajar Gerindra mengusulkan calon lainnya lagi, selain Sandiaga. Bisa dibilang jatah cawagub DKI itu sebenarnya hak dari Gerindra

Yang menarik sekarang ini adalah usulan nama-nama baru untuk di proyeksikan sebagai cawagub dari Gerindra. Menarik karena nama Sekda DKI Jakarta, Saefullah, ikut masuk sebagai salah satu yang diusulkan.

Selain kadernya sendiri, Gerindra sadar bahwa figur itu menentukan akseptabilitas anggota DPRD DKI jika terjadi voting. PKS sebenarnya juga bisa melakukan ini dengan mengusulkan  ulama, birokrat, atau profesional, selain kadernya sendiri.

Seperti dulu Anies Baswedan yang bukan kader partai, tetapi di usulkan Prabowo Subianto (Gerindra) dan didukung PKS sebagai Gubernur DKI. Hasilnya sudah bisa diketahui. Good bener.

Nilai jual birokrat profesional sangat diperhitungkan belakangan ini, apalagi dalam pemilu, pilkada, atau jabatan publik. Resistensinya terbilang minim dibandingkan kader politik, kecuali jika kader tersebut punya pengaruh dan popularitas yang tinggi, seperti Anies Baswedan atau Sandiaga Uno.

Gerindra sebenarnya sudah memberi kesempatan kepada PKS, kalau buntu sebaiknya tidak “shifting the blame”. Justru kompromi politik jauh lebih bagus buat PKS dengan Gerindra. Karena jika terjadi deadlock lalu voting di DPRD antara calon dari PKS dan calon Gerindra, PKS diprediksi akan kalah.

Apalagi beberapa kader PKS  sendiri sebenarnya sudah menyatakan terbuka untuk melakukan kompromi terhadap usulan empat nama wagub baru dari Gerindra tersebut.

Igor Digantara
Dosen FISIP Unversitas Jayabaya, Director Survey & Polling Indonesia (SPIN).(rmol)

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA