PBNU soal SKT FPI: Pemerintah Tak Boleh Terkecoh Surat, Lihat Perbuatannya

PBNU soal SKT FPI: Pemerintah Tak Boleh Terkecoh Surat, Lihat Perbuatannya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Pemerintah belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) Front Pembela Islam (FPI) meski dokumen-dokumen persyaratan sudah diserahkan. PBNU meminta pemerintah tidak terkecoh oleh surat tanpa sikap yang nyata.

"Tak ada tawar-menawar dalam mengokohkan persaudaraan (ukhuwah), baik persaudaraan sesama iman, antarwarga negara, maupun persaudaraan kemanusiaan. Islam jelas dan tegas mengajarkan hal itu," kata Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas kepada wartawan, Sabtu (30/11/2019).

Namun, selain itu, lanjutnya, Islam mengajarkan prinsip keadilan, kejujuran, dan memegang komitmen atau janji. Para pendiri negara ini sudah berkomitmen dengan mengikat janji bersama untuk berdirinya suatu negara.

"Islam menyebut dengan istilah mu'ahadah wathaniyah. Apa itu, yaitu NKRI dengan Pancasila dan UUD NRI 1945. Semua anak bangsa terikat komitmen dan janji itu. Karena janji adalah utang dan utang wajib dibayar. Tak pandang pribadi warga negara atau kumpulan orang yang berhimpun dalam LSM ataupun organisasi, termasuk organ negara. Itu tuntunan ajaran agama," ujarnya.

Dalam organisasi, kata Robikin, komitmen tersebut tak cukup hanya dipegang oleh individu pimpinan organisasi dengan menuangkannya di atas kertas. Robikin menegaskan tidak cukup hanya melampirkan di atas kertas.

"Namun harus terkonfirmasi dari ujaran, sikap, dan perbuatan. Jika nyata berdasarkan dokumen legal atau ujaran, sikap, dan perbuatan suatu organisasi menganut ideologi yang bertentangan dengan Pancasila atau melawan konstitusi atau hendak menghapus sekat negara bangsa (khilafah), maka organisasi seperti itu tak layak mendapat legitimasi dari pemerintah Indonesia," paparnya.

Robikin mengatakan pemerintah tidak boleh tertipu oleh surat pernyataan setia. Robikin juga menyinggung soal siasat untuk memperoleh legitimasi administratif dari pemerintah.

"Otoritas pemerintah tak boleh terkecoh dengan mendasarkan lembar surat pernyataan kesetiaan kepada Pancasila, UUD NRI 1945, dan NKRI. Pernyataan kesetiaan seperti itu harus ditindaklanjuti oleh keputusan organisasi melalui forum permusyawaratan tertinggi organisasi, apakah itu bernama muktamar, kongres, musyawarah nasional, atau apa pun namanya. Jika tidak, hal itu lebih terkesan sebagai siasat agar mendapat legitimasi administratif dari pemerintah. Suatu yang tak bisa dibenarkan," tuturnya.

"Perlu diingat, tenteram dan damainya bangsa dan negara merupakan sarana agar umat dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik," imbuhnya.

Sebelumnya, FPI menilai ada dinamika politik di balik tidak kunjung terbitnya SKT FPI. Karena itu, untuk meluruskan dinamika tersebut, FPI mengajak Mendagri Tito Karnavian dan Menko Polhukam Mahfud Md bertemu.

"Saya kira ini bukan dinamika mengenai masalah administrasi ormas dalam mengurus SKT, ini adalah dinamika politik yang menurut saya juga sangat-sangat keras sekarang ini," kata Ketua Tim Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, saat dihubungi, Sabtu (30/11). [dt]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita