Presiden Harus Terbuka Pada Rakyat Terkait Kebijakan Minerba

Presiden Harus Terbuka Pada Rakyat Terkait Kebijakan Minerba

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - BEREDAR surat Menteri Sekretaris Negara bernomor B-861/ M Sesneg/D1/HK 00.02/2019 tertanggal 13 Agustus 2019 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan asosiasi, termasuk Asosiasi Pengusaha Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan Asosiasi Pengusaha Pertambangan Mineral.

Surat ini patut dicurigai menjadi ruang bagi APBI yang berusaha memperpanjang tanpa mengikuti UU Minerba yang berlaku. Dan kalau ini terjadi, maka rakyat menduga Presiden Joko Widodo dibawah tekanan pengusaha PKP2B (Perjanjian Kontrak Pertambangan Batubara) dan pengusaha KK (kontrak karya).

Meskipun di dalam surat tersebut dijelaskan Presiden memiliki perhatian besar dalam menetapkan regulasi yang dapat menunjang investasi, sehingga perlu menerima masukan dari asosiasi pengusaha pertambangan, khususnya batubara, namun di balik isi surat itu sangat kental kesan terkandung muatan niat akan memberikan persetujuan perubahan PKP2B menjadi IUPK Operasi Produksi untuk delapan konglomerat pemilik PKP2B dan konglomerat pemilik KK.


Surat tersebut ternyata sejalan dengan giatnya DPR sekarang ini melakukan revisi UU Minerba 4/2009, hal itu dilakukan setelah KPK pernah membuat surat kepada Presiden untuk meninjau ulang pengesahan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) keenam untuk PP 23/2010 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Ironisnya, Menteri ESDM lancang dengan menerbitkan IUPK operasi produksi kepada PT Tanito Harum pada 14 Januari 2019 telah berujung pembatalan alias pencabutan IUPK tersebut atas dasar rekomendasi KPK.

Publik menilai KPK telah melakukan langkah benar dan cerdas, upaya preventifnya agar langkah pemerintah tidak bertentangan UU Minerba. Tentunya pesan penting dari KPK agar pemerintah bertidak tidak mengancam ketahanan energi nasional untuk jangka panjang.

Padahal sesuai RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) dan RUPTL (Rencana Umum Pembangkit Tenaga Listrik) tahun 2018 sampai dengan 2027 ternyata porsi batubara masih menempati 62 persen sebagai energi primer dari total bauran energi pembangkit listrik.

Sangat jelas, mengingat di dalam draft RUU Minerba diperoleh informasi di dalam pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang lagi dibahas bersama antara DPR dengan pemerintah, khususnya butir 840 dari DIM dikatakan atas usulan Pemerintah "Luas wilayah IUPK Operasi Produksi untuk semua KK/ PKP2B sesuai naskah amandemen Kontrak/Perjanjian", alasannya sangat klasik yaitu untuk mempertahankan agregat penerimaan negara.

Artinya, pemerintah masih menggunakan batubara paradigma komoditas perdagangan, bukan cadangan strategis untuk menjaga ketahanan energi nasional jangka panjang, padahal total cadangan batubara nasional tak lebih dari 2 persen dari total cadangan batubara dunia, belum lagi ternyata mayoritas nilai kalorinya relatif rendah.

Dan usulan DIM atas adenddum secara legal menjadi tidak benar, mengingat addendum saat itu dibuat untuk mengakomodir agar kontrak PKP2B tidak menyalahi UU Minerba, dan pemerintah sangat fair saat itu, perusahaan diminta memberikan perencanaan produksi sampai berakhirnya kontrak.

Jadi di dalam addendum tersebut semua PKP2B tidak mengurangi wilayahnya, sebatas berakhir sampai berakhirnya kontrak yang dimiliki, bukan untuk tujuan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK, seharusnya semua wilayah kontrak tambang yang berakhir waktu kontraknya dikembalikan kepada negara dan diserahkan hak prioritas kepada BUMN dan BUMD sesuai isi pasal 75 ayat 3 UU Minerba.

Anehnya lagi, semua pengusaha yang terkesan dibela oleh pemerintah adalah terbukti sebagai pembangkang terhadap UU Minerba, yaitu melakukan amandemen melampaui batas yang diatur pada Pasal 169 UU Minerba, harusnya semua amanden PKP2B dan KK pada awal tahun 2011 sudah selesai semuanya, yaitu paling lambat 1 tahun sejak diberlakukan UU Minerba, faktanya pengusaha KK dan PKP2B baru melakukan amandemen secara bertahap sejak tahun 2014.

Oleh karena itu, publik saat ini hanya masih berharap kepada KPK sebagai penjaga akhir pengelolaan sumber daya alam sesuai Pasal 33 UUD 1945, agar meminta penjelasan dari Presiden atas surat Mensekneg tersebut, dan ini dilakukan demi untuk menjaga kepentingan nasional dalam mengelola SDA batubara dan mineral untuk menjaga ketahanan energi ke depan.

Kami adalah salah satu dari 57 anggota Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba yang telah mengingatkan Presiden Jokowi melalui surat resmi terbuka tanggal 1 Agustus 2019.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI).(rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita