GELORA.CO - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 harusnya bisa di atas 5 persen. Kalau hanya di kisaran tersebut artinya Pemerintah tidak melakukan extra effort.
Seperti yang diungkap Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, perekonomian Indonesia tahun ini masih tumbuh di angka 5 persen. Data itu membuat Menkeu bangga karena terjadi di tengah ketidakpastian global.
Padahal, menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, seharusnya Sri Mulyani mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Karena angka 5 persen itu hanya capaian natural.
"Justru harus ditingkatkan, karena ketika ada pelemahan kita masih punya posisi yang kuat," ungkapnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (29/8).
Tauhid menjelaskan, pertumbuhan perekonomian di angka 5 persen adalah capaian natural. Artinya, belum ada upaya maksimal dari pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira bisa di atas 5,3 persen. Pertumbuhan 5 persen itu pertumbuhan natural, sisanya extra effort pemerintah. Jadi kalau hanya 5 persen maka extra effort pemerintah menjadi minim sekali," jelas dia.
Dengan ini Tauhid berharap agar Pemerintah dapat bisa lebih menekankan ekspansi fiskal. Termasuk dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk alokasi yang lebih produktif.
"Di tengah perlambatan seharusnya ekspansi fiskal perlu ditingkatkan. Belanja pada alokasi yang produktif, karena saat ini belanja modal semakin rendah dibandingkan sebelumnya," imbuhnya.
Seperti diketahui, perekonomian Indonesia Semester I-2019 tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy). Menkeu Sri Mulyani pun menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen merupakan hasil luar biasa di tengah pelemahan dan ketidakpastian ekonomi dunia.
"Hampir semua negara di dunia mengalami penurunan. Dalam konteks ini, kalau (perekonomian) Indonesia tetap terjaga di atas 5 persen, ini merupakan sesuatu yang cukup exceptional (luar biasa) di tengah seluruh negara mengalami defisit mata uang. Bahkan ada yang masuk dalam resesi," ungkapnya di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (26/8). (Rmol)