Pimpinan KPK: Vonis Bebas SAT Aneh Bin Ajaib, Baru Kali Ini Terjadi

Pimpinan KPK: Vonis Bebas SAT Aneh Bin Ajaib, Baru Kali Ini Terjadi

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai vonis bebas terdakwa suap Bantuan Likuditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) sangat aneh.

Pasalnya, landasan hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) adalah mengakui bahwa Syafruddin terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan namun divonis bebas.

"Pertama, KPK menghormati putusan MA. Namun demikian KPK merasa kaget karena putusan ini 'aneh bin ajaib' karena SAT dianggap 'terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya'," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif saat dikonfirmasi terkait vonis bebas Syafruddin, Selasa (9/7).

Selain itu, Laode menilai putusan kasasi MA juga bertentangan dengan putusan hakim pada Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta Pusat yang telag memvonis SAT 15 tahun penjara.

"Aneh putusan tersebut juga bertentangan dengan putusan hakim PN dan PT," kata Laode.

Terlebih, pada putusan tingkat kasasi SAT itu, hakim MA berbeda pendapat alias dissenting opinion dalam perkara tersebut.

"Para hakim MA berbeda pendapat bahwa perbuatan terdakwa, sebagai pidana (Salman Luthan), perdata (Syamsul Rakan Chaniago) dan administrasi (Mohamad Askin)," kata Laode.

"Pendapat yang berbeda seperti ini mungkin baru kali ini terjadi," imbuhnya mengakhiri.

MA memvonis bebas mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. SAT dinilai tidak terbukti melakukan korupsi dalam kasus penerbitan SKL BLBI terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Putusan MA ini juga sekaligus membatalkan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selama 15 tahun penjara dan Pengadilan Tipikor Jakarta selama 13 tahun penjara. MA juga memerintahkan SAT dibebaskan dari tahanan.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan pengendali BDNI, Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka. Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun.

Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp 220 miliar.

KPK juga tengah mengebut kasus BLBI ini dengan mengejar aset-aset milik Sjamsul dan keluarganya yang diduga masih berkaitan dengan perkara. Kemudian, KPK juga masih memburu dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita