Gerindra Masuk Koalisi Dinilai Kawin Paksa, Hati-hati Menyikapinya

Gerindra Masuk Koalisi Dinilai Kawin Paksa, Hati-hati Menyikapinya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Gaung Partai Gerindra merapat ke koalisi Jokowi terus diwacanakan. Hal ini mencuat setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam sebuah diplomasi 'nasi goreng'. 

Namun, rencana bergabungnya Gerindra ke koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin bukan tanpa hambatan. Sejumlah anggota partai koalisi tak sepakat Gerindra bergabung. 

Menurut pengamat politik dari dari FISIP UIN Syarief Hidayatullah Adi Prayitno, masuknya Gerindra ke koalisi Jokowi bisa dianggap sebagai 'kawin paksa' politik.

"Artinya ini semacam ada kawin paksa. Sebatas untuk mengakomodasi politik Gerindra. Apa-apa kalau dipaksa itu pasti enggak lama," kata Adi, Kamis (25/7) malam.

Menurut Adi, bagi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, memperlakukan Gerindra perlu kehati-hatian. Sebab, anggota partai koalisi lainnya yang di luar PDIP, dikhawatirkan akan bermain politik pura-pura. 

"Partai di luar PDIP ini nantinya tampak di luar baik, tapi di dalam ada gejolak. Dikhawatirkan muncul politik pura-pura, pura pura baik, tapi di dalam ada persaingan. Makanya cara menyikapi Gerindra itu mesti hati-hati. Treatmentnya harus hati-hati," jelas Adi. 

Pilihan paling kompromistis, menurut Adi, adalah memberi Gerindra kursi pimpinan MPR. Cara ini merupakan paling aman jika ingin mengajak Gerindra ikut ke dalam koalisi Jokowi. 

"Cara memperlakukan Gerindra itu paling mungkin sharing power, itu di ketua MPR saja. Enggak perlu menteri, atau pejabat lainnya. Kenapa Ketua MPR?

 Karena Ketua MPR ini adalah politik akomodatif yang tidak terlihat power sharingnya," ujarnya.

"Pada saat yang sama juga Gerindra enggak terlalu pusing menjelaskan ke konstituennya kenapa harus bergabung dengan Jokowi,"  lanjutnya.

Cara tersebut merupakan paling akomodatif. Sebab, di koalisi Jokowi, hingga kini masih ada dua mazhab berbeda menyikapi bergabungnya Gerindra.  

"Di koalisi Jokowi itu kan ada dua mazhab. Mazhab Gondangdia dan Mazhab Teuku Umar. Mazhab Gondangdia menolak, mazhab Teuku Umar terima," tutup Adi. [km]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita