Pengamat Asing Protes Pendapatnya Dikutip Prabowo, Dahnil: Kami Nggak Tahu

Pengamat Asing Protes Pendapatnya Dikutip Prabowo, Dahnil: Kami Nggak Tahu

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Tom Power memprotes pendapatnya dipakai tim hukum Prabowo-Sandiaga dalam sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Tom Power menyatakan analisisnya dilakukan jauh sebelum kampanye Pemilu 2019 dimulai.

"Kami belum temukan protes itu dari dan saya nggak tahu siapa yang sampaikan protes itu," kata Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, di kediaman Sandiaga Uno, Jl Pulobangkeng, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2019). 

Pendapat Tom dipakai tim kuasa hukum Prabowo-Sandi untuk menguatkan argumen bahwa Jokowi melakukan praktik pemerintahan yang cenderung otoritarian Neo-Orde Baru. Menurut Dahnil, hal itu sah-sah saja untuk dikutip.

"Kedua, yang harus dipahami hasil riset beberapa pihak, terutama akademisi Australia, menyatakan ada praktik otoritarianisme, saya pikir sebagai kritik itu wajar, karena itu hasil analisa, riset politik Indonesia yang terjadi. Saya pikir kalau kemudian ada kritik dari para akademisi dan kami quote kami rasa wajar saja," ujar Dahnil.

Sebagaimana diketahui, dalam protesnya, Tom Power menjelaskan artikel yang dikutip oleh tim Prabowo adalah penelitian dan analisisnya yang ditulis dan dipublikasikan di artikel jurnal 'BIES 2018'.

"Tapi mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap," jelas Tom sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (13/6).

Tom memaparkan artikel yang ia tulis saat itu sama sekali tidak menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan pemilu yang berlangsung pada April lalu karena artikel itu ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung.

"Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur," tambahnya.

Lalu, penelitiannya memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap antidemokrasi, tetapi ia sama sekali tidak menyebut pemerintahan Jokowi sebagai rezim otoriter.

"Ketiga, saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden," pesannya. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita