Fahri Hamzah: Kelemahan Hakim MK Ujungnya akan Voting

Fahri Hamzah: Kelemahan Hakim MK Ujungnya akan Voting

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan perdebatan sengit dan hebat yang terjadi dalam proses persidangan gugatan hasil pemilu presiden 2019 memang begitu idealnya. Namun, sayangnya nanti ditentukan oleh hasil voting.

Menurut dia, kelemahan demokrasi yang sekarang dihadapi dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Menurut dia, memang konsepsinya ideal tapi tiba-tiba nanti harus diputuskan melalui kalkulasi angka.

Misal, kata Fahri, saat ini ada dua kandidat dimana pihak satu bicaranya begitu ideal dan satu lagi katakan misalnya dianggap jelek bicaranya dalam sidang. Namun, lemahnya tidak disiapkan bagi mereka untuk bertarung dengan argumen sampai ujung.

"In the end, orang itu harus masuk ke kotak suara atau harus voting," kata Fahri lewat video yang diunggah di twitternya, Jumat (14/6/2019).

Kemudian, Fahri mencontohkan lagi perdebatan yang terjadi di Mahkamah Konstitusi terlihat begitu hebat bahkan rekonstruktif karena kedua belah pihak ingin saling mengungkapkan fakta-fakta.

Sehingga, kata Fahri, muncul ada gugatan kepada posisi presiden, teori conflict of interest, rangkap jabatan, teori keharusan menjaga jarak supaya tidak abuse of power dan sebagainya.

"Ya itu sangat ideal. Tapi in the end, hakimnya sendiri nanti akan voting juga. Sembilan orang saja itu harus voting, makanya diciptakan jumlah hakimnya itu ganjil supaya kalau voting ada hasil," ujarnya.

Untuk itu, Fahri membuat catatan hal tersebut merupakan kelemahan dari sistem demokrasi. Karena secara teori begitu ideal, tapi pada akhirnya memang mengharuskan ada voting juga. Makanya, salah satu kelemahan demokrasi itu adalah tirani mayoritas.

"Problem dalam demokrasi akibat voting itu kan munculnya tirani mayoritas, karena seolah-olah siapa pun yang mayoritas itu selalu menang. Karena ujungnya voting," jelas dia.

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA