Terapkan Strategi Menyerang, Peneliti LIPI: Karena 'Jokowi Effect' Sudah Luntur

Terapkan Strategi Menyerang, Peneliti LIPI: Karena 'Jokowi Effect' Sudah Luntur

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Capres petahana Jokowi belakangan kerap melancarkan serangan bertubi-tubi terhadap rivalnya, Prabowo Subianto. Dalam serangannya, Jokowi menyinggung sejumlah isu mulai prediksi Indonesia bubar hingga Indonesia yang dikhawatirkan seperti Haiti.

Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, memaparkan analisisnya mengenai pilihan strategi menyerang Jokowi tersebut. 

Siti menyebut, Jokowi memang memilih strategi menyerang kubu lawan, setidaknya hal itu sudah dimulai dari debat Capres perdana 17 Januari lalu.

"Iya, kayanya Pak Jokowi konsisten untuk menyerang, dari perdebatan pertama dia mengatakan dengan lantangnya bahwa dia tidak punya masalah masa lalu, melanggar HAM, dan hal-hal seperti itu. Lalu soal ketua umum tandatangan caleg-caleg yang bermasalah karena pernah napi dan sebagainya," kata Siti, Sabtu (2/2/2019).

Siti mengatakan, serangan Jokowi itu bisa jadi disebabkan oleh posisi dia yang berbeda drastis dengan Pilpres 2014. Jokowi, disebut Siti, mempunyai efek yang begitu kuat saat Pilpres 2014.

"Kalau menurut saya (sekarang) beda sekali, Jokowi 2019 dibandingkan dengan Jokowi di 2014. Jokowi 2014 itu bukanlah petahana tapi posisi dan pengelu-eluannya itu luar biasa. Jadi semua istilahnya itu berpihak pada Jokowi. Media darling ya, pokoknya diharapkan hampir semua elemen bangsa sehingga kita baru menyaksikan seperti apa pelantikan seorang presiden di 2014 itu, Oktober kalau dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, kayanya nggak pernah seperti itu," ujarnya.

Namun, menurut Siti, Jokowi effect itu luntur menjelang Pilpres 2019. Siti menyatakan justru efek tersebut malah beralih ke kubu lawan, yakni cawapres Sandiaga Uno.

"Di Pemilu 2019 ini kita tidak mendengar Jokowi effect itu, 2014 Jokowi effect sehingga kalau tidak salah Indo Barometer waktu itu menyegerakan ketika ada launching dari hasil surveinya, kebetulan saya yang membahas juga waktu itu. Itu November 2013, dia bahkan mendorong PDIP cepat-cepat, sesegera mungkin deklarasi Jokowi karena apa? Jokowi effect, padahal pemilunya nggak serentak," ulas Siti dikutip dari detikcom.

"Ini yang tidak muncul 2019 ini, malah yang muncul Sandiaga Uno effect, jadi gendang itu malah ditabuh oleh Sandiaga, dengan titik-titik yang ribuan mengatakan sudah ke sana. Ya mungkin titiknya tingkat RT RW, kecamatan, ke daerah memang seribu," sambung dia.

Terlepas dari itu, Siti mengatakan kontestasi Pilpres 2019 ini masih jauh dari perdebatan program dan gagasan. Bagi dia, saat ini para kandidat baru bicara soal kelemahan dari kubu masing-masing.

"Jadi ini sudah memasuki kontestasi cuman kan masih bukan di program. Ini toh programku, mana programmu, baru hal-hal yang sifatnya dianggap lawan tanding yang negatifnya apa, itu yang diracing, yang dikuliti, jadi masih di situ, bukan untuk di level nasional, kepemimpinan nasional itu memang ada semacam tanggung jawab moral lebih ke level seyogianya bagaimana seorang pemimpin nasional menyampaikan gagasan brilian-briliannya apalagi petahana untuk next periode-nya," tandasnya. [ts]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita