Dua Tahun, Kerugian akibat Pengendalian Impor Jagung Capai Rp 52,16 T

Dua Tahun, Kerugian akibat Pengendalian Impor Jagung Capai Rp 52,16 T

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Demi menekan impor jagung untuk kebutuhan domestik, langkah pengendalian impor jagung yang dilakukan pemerintah, dinilai justru berimplikasi negatif lebih besar. Pasalnya, penurunan impor jagung yang terjadi karena kebijakan pengendalian, justru membuat impor gandum sebagai subtitusi pakan ternak meningkat.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika menuturkan, berdasarkan cost-benefit analyis, sepanjang 2016-2018, cost yang dihasilkan dari kebijakan pengendalian impor jagung terdiri dari tiga aspek. Pertama, impor gandum pakan tercatat sebesar Rp 28,58 triliun, kedua terjadi kenaikan harga pakan sebesar Rp 63 triliun, ketiga subsidi benih dan pupuk untuk menggejot produksi jagung sebesar Rp 8,4 triliun. Total dalam periode tersebut cost yang dikeluarkan sebesar Rp 99,98 triliun

Kemudian dari sisi benefit, pengendalian impor jagung menghemat impor sebesar Rp 33,12 triliun. Ditambah peningkatan pendapatan petani jagung sebesar Rp 14,7 triliun, maka total beneft yang dihasilkan menjadi sebesar Rp 47,82 triliun.

“Kesimpulannya, kebijakan pengendalian impor jagung (stop impor jagung) yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian, telah mengakibatkan kerugian ekonomi sebesar Rp52,16 triliun sepanjang 2016-2018,” dalam diskusi “Data Jagung yang Bikin Bingung” di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (21/2)

Yeka membeberkan, selama periode 2013-2018, impor jagung rata rata memang menurun sebesar 13,8 persen per tahun. Namun, selama periode 2013-2018 impor gandum pakan rata rata mengalami peningkatan sebesar 296,5 persen per tahun.

“Jadi, kalau seperti itu, ini hanya substitusi saja. Di satu sisi kita amputasi jagung, di sisi lain kita menggelontorkan impor gandum,” serunya.

Mengikuti formula perhitungan Kementan, lanjutnya, akumulasi penghematan impor jagung selama 2016-2018 sebesar 9,2 juta ton. Maka, kata Yeka, dengan cara yang sama, dapat diketahui kebijakan pengendalian impor jagung berakibat terhadap adanya akumulasi pemborosan impor gandum untuk pakan sebesar 6,35 juta ton, dalam periode yang sama.

Ia menuturkan, perhitungan harga jagung impor saat ini sebesar Rp 3.600 per kg dan harga gandum impor sebesar Rp 4.500 per kg, maka ada penghematan pengendalian impor jagung sebesar Rp 33,12 triliun, sekaligus pemborosan dari impor gandum sebesar Rp 28,58 triliun. Alhasil, kebijakan pengendalian impor jagung berdampak terhadap peningkatan harga pakan.

“Selama 2016-2018, akumulasi kenaikan harga pakan rata rata sebesar Rp 1.200 per kg dengan memperhatikan akumulasi jumlah pakan ayam (layer dan broiler) selama 2016-2018 sebesar 52,5 juta ton, maka kerugian akibat penerapan kebijakan pengendalian impor jagung sebesar Rp 63 triliun,” tuturnya.

Dengan meningkatnya harga jagung, pendapatan petani pun diakuinya meningkat. Dalam hitunganya, akumulasi peningkatan harga jagung ditingkat petani selama 2016-2018 sebesar Rp 300 per kg. Dengan menggunakan asumsi faktor koreksi BPS sebesar 43,43 persen, maka produksi jagung per tahun diperkirakan sebesar 13 juta ton. Dengan demikian selama 2016-2018, akumulasi produksi jagung sebanyak 49 Juta ton dan benefit tambahan akibat peningkatan harga jagung adalah Rp 14,7 triliun.

“Tersenyumnya petani diiringi dengan menangisnya peternak karena harga pakan meningkat. Padahal, dalam program peningkatan produksi jagung, ada pengeluaran subsidi jagung Rp 8,4 triliun,” tandasnya. [jp]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita