Ustad Ba'asyir Anti Pancasila? PDIP: Silakan Jadi Warga Negara Lain

Ustad Ba'asyir Anti Pancasila? PDIP: Silakan Jadi Warga Negara Lain

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Jelang pembebasan tanpa Syarat Ustad Abu Bakar Ba'asyir tersiar kabar bahwa terpidana kasus terorisme itu disebut tidak mau menandatangani janji setia kepada Pancasila. Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pun angkat bicara soal kabar tersebut.

Anak buah Megawati itu menegaskan, Pancasila dan NKRI merupakan harga mati bagi seluruh warga Indonesia. Tidak boleh ada satupun yang lepas dari ideologi negara tersebut.

"Setiap wagra negara Indonesia wajib untuk setia pada Pancasila dan NKRI. Jadi kami sangat kokoh di dalam menjalankan perintah konstitusi itu," ujar Hasto di kantor DPC PDIP Jakarta Timur, Minggu (20/1).

Karena itu, Hasto meminta siapapun yang tidak berkomitmen dengan Pancasila untuk mencari status warga negara baru di luar Indonesia. 

"Sekiranya tidak mau punya komitmen yang kuat tehadap NKRI sebagai kewajiban warga negara, ya dipersilakan untuk jadi warga negara lain," imbuhnya.

Oleh karena itu, Hasto meminta agar Ba'asyir mau menandatangi janji setia kepada Pancasila. Selain itu PDI Perjuangan tetap komitmen mendukung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membebaskan terpidana terorisme itu. 

"Mereka yang tidak setia berarti tidak mengikatkan diri kepada bangsa Indonesia, maka dipersilakan untuk menjadi warga negara lain," tegas Hasto.

Di sisi lain, anak buah Megawati Soekarnoputri itu menekankan, jika keputusan pembebasan Ba'asyir tidak berhubungan dengan politik. Sepenuhnya murni atas pertimbangan kemanusiaan.

"Tetapi prinsip kemanusian tidak boleh melanggar konstitusi, karena itulah terkait dengan Pancasila juga NKRI dan itu tidak bisa ditawar," pungkas Hasto.

Diketahui, Ba'asyir dijebloskan ke penjara di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Jaksa penuntut umum kala itu mengatakan Ba'asyir memberikan dukungan penting bagi kamp pelatihan jihad yang ditemukan pada awal 2010 di Aceh. 

Tepat pada 16 Juni 2011, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun memvonis Ba'asyir 15 tahun penjara karena terbukti mendukung kelompok terorisme di Aceh. Berdasarkan putusan tersebut, Ba'asyir seharusnya bebas pada 24 Desember 2023 mendatang. 

Tak hanya di Era SBY ia ditahan. Pada 1983 pada saat orde baru masih berkuasa Abu Bakar Ba’asyir juga pernah ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Keduanya ditangkap karena menolak asas Pancasila. Bahkan, dikabarkan melakukan pelarangan pada santrinya untuk hormat pada bendera tiap kali upacara bendera. Sebab, menurut Ba’asyir hormat pada bendera termasuk dalam perbuatan syirik.

Selain dijatuhi tuduhan sebagai penghasut, Ba'asyir juga dianggap sebagai tokoh gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto). Di pengadilan, Abu Bakar Ba'asyir dan Abdullah Sungkar divonis dengan hukuman penjara selama sembilan tahun. Namun, ia berhasil kabur ke Malaysia.

Ia kembali ke Indonesia pada 1999. Namun, di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Ba'asyir kembali terlibat aksi terorisme. Kala itu, ia dituduh terlibat Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang termasuk puluhan warga asing.

Meski oleh Kepolisian, Abu Bakar Ba’asyir resmi ditetapkan menjadi tersangka pada 18 Oktober 2002 yakni di era Megawati, tetapi baru pada era SBY, yakni pada 3 Maret 2005, berhasil dihukum penjara dengan vonis hukuman hanya selama 2,6 tahun penjara. [JP]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA