Waduh! Blangko e-KTP Dijual Online, Mendagri Bantah Ada Sistem yang Jebol

Waduh! Blangko e-KTP Dijual Online, Mendagri Bantah Ada Sistem yang Jebol

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Jebolnya sistem internet Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) khususnya terkait penyediaan blangko E-KTP dibantah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo.

Bantahan Tjahjo tersebut disampaikan saat menanggapi dugaan yang menyatakan bahwa beredarnya blangko E-KTP di pasaran karena ada sistem yang jebol.

Tjahjo mengungkapkan, penjualan blangko E-KTP di pasaran adalah murni merupakan suatu tindak kejahatan penipuan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

"Tidak benar ada pemberitaan bahwa sistem jebol, itu tidak (benar)," ungkapnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (6/12).

Terkait beredarnya pemberitaan tersebut, Tjahjo menyampaikan bahwa pihaknya telah melacak seluruh toko dalam jaringan (online), termasuk melacak orang yang menjual blangko tersebut.

Berdasarkan dari hasil pelacakan, lanjut Tjahjo, yang menjual blangko di salah satu toko dalam jaringan tersebut adalah anak dari seorang mantan Kepala Dinas Dukcapil di Lampung.

"Dia (anaknya mantan kepala dinas Lampung) ngambil sepuluh kemudian dia jual," ujarnya. 

Saat ini, menurut Tjahjo, pihaknya juga telah mengambil sikap tegas untuk melaporkan mantan Kepala Dinas Dukcapil Lampung dan anaknya ke Kepolisian Polda Metro Jaya untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

"Jadi kalau terkait dengan data sampai jebol tidak ada. Murni kejahatan," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, Ditjen Dukcapil Kemendagri berhasil mengidentifikasi penjual blangko E-KTP via toko dalam jaringan (Online).

"Dukcapil sendiri telah mengantongi alamat, nomor telepon dan foto wajah pelaku. Informasi detail didapatkan setelah melakukan penelusuran lebih lanjut," ujar Dirjen Dukcapil, Zudan Arif Fakrulloh, dalam keterangan tertulis kepada wartawan.

Zudan menyebut, perbuatan itu merupakan tindakan pidana dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Sesuai Pasal 96 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.[akr]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita