
GELORA.CO - Hakim menegur Direktur Utama PLN Sofyan Basir lantaran sering bersin saat sidang perkara suap proyek PLTU Riau 1.
Suara bersin Sofyan dianggap mengganggu sidang yang sedang mendengarkan keterangan saksi Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN.
"Maaf majelis saya sedikit flu," kata Sofyan yang beberapa kali menyeka hidung dengan tisu. Ketua majelis hakim Yanto menyuruh Sofyan mengenakan jaket jika merasa kedinginan dengan ruang sidang ber-AC.
Saat masuk ruang sidang Kusuma Atmadja I Pengadilan Tipikor Jakarta, Sofyan terlihat membawa jaket krem dan tisu. Setelah ditegur hakim, orang nomor 1 di perusahaan setrum negara itu mengenakan jaket. Menutupi kemeja batik motif kuning panjang yang dikenakan pria bertubuh tambun itu.
Pada sidang lanjutan perkara mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih ini, jaksa menghadirkan Iwan dan Sofyan sebagai saksi.
Iwan yang memberikan keterangan pertama. Ia menuturkan dari awal proses penunjukan Blackgold Natural Resources sebagai anggota konsorsium proyek PLTU Riau 1.
Iwan mengaku 9 kali ikut mendampingi Sofyan bertemu Eni dan Johanes B Kotjo, pemilik saham Blackgold. Pertemuan itu membahas proyek PLTU Riau 1. Sofyan menyuruh Kotjo koordinasi dengan Iwan.
Singkat cerita, Blackgold akhirnya ditunjuk sebagai anggota konsorsium penggarap proyek itu. Bersama anak usaha PLN yakni PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dan PLN Batubara serta China Huadian Engineering Corporation (CHEC). Sementara PT Samantaka Batubara, anak usaha Blackgold bakal menjadi pemasok batubara untuk PLTU Riau 1.
Menanggapi keterangan Iwan, Sofyan mengatakan, penunjukan langsung Blackgold sebagai penggarap proyek sudah sesuai Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan.
Penunjukan langsung disepakatidireksi PLN. Direksi juga sepakat anak usaha PLN harus memiliki saham mayoritas: 51 persen di konsorsium.
"Ini memang metode baru. Metode baru yang memang terobosan. Kalau boleh jujur, pengusaha tidak suka sama ini," kata Sofyan.
Menurutnya, jika proyek ini ditenderkan, yang untung swasta. Swasta yang menggarapdan memiliki saham penuh proyek PLTU. Sementara PLN hanya jadi pembeli listrik dari pembangkit swasta.
"Jadi pola ini harus kami lakukan. Karena biar bagaimanapun PLN harus menguasai hajat hidup orang banyak. Jangan sampai pembangkit-pembangkit ini dimiliki pihak swasta," dalih Sofyan.
Usai mendengarkan kesaksian Iwan dan Sofyan, giliran Eni menanggapi. Ia menjelaskan takpernah bertemu perwakilan CHEC ketika membahas proyek PLTU Riau 1. "Baik (saat) pertemuan dengan Sofyan dan Iwan, di ruangan Sofyan maupun di luar," katanya.
Politisi Golkar itu menegaskan hanya berperan sebagai perantara mempertemukan Kotjo dengan Sofyan. Ia tak pernah mengintervensi PLN agar menyetujui syarat CHEC yang jadi investor proyek ini.
CHEC ingin masa pengelolaan PLTU 20 tahun. Sementara PLN hanya memberi waktu 15 tahun. "Saya tidak pernah paksa PLN untuk ikut skenario investor. Tapi saya minta investor untuk ikut skenario PLN," tandas Eni. Lantaran belum sepakat soal lama pengelolaan, perjanjian lanjutan kerja sama proyek PLTU Riau 1 mandek. [rmol]