Poligami Bukan Ajaran Islam? Ini Penjelasan MUI dan Muhammadiyah

Poligami Bukan Ajaran Islam? Ini Penjelasan MUI dan Muhammadiyah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Pernyataan komisioner Komnas Perempuan Imam Nahe'i bahwa poligami bukan ajaran Islam dianggap kontroversial. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah akhirnya buka suara.

Sebelumnya, dalam diskusi di restoran Gado-Gado Boplo Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (15/12/2018), Imam menganggap poligami adalah kekerasan terhadap perempuan. 

Imam mengatakan di Indonesia sudah ada undang-undang yang mengatur tentang poligami dan persyaratannya rumit sehingga mempersulit orang untuk poligami. Poligami sendiri, menurut Imam, bukan ajaran Islam.

"Saya berkeyakinan poligami bukan ajaran Islam. Jauh sebelum Islam datang itu praktik poligami sudah dilakukan. Artinya dengan menyebut poligami ajaran Islam itu keliru. Kemudian Islam datang dan ada ayat poligami itu dalam konteks apa, memerintahkan atau mengatur," kata Imam.

Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Infokom MUI KH Masduki Baidlowi memandang pernyataan Imam itu kontroversial. Masduki menjelaskan, Islam datang dan mengatur poligami yang telah ada jauh sebelum Islam datang.

"Iya (Islam datang) mengatur poligami. Tapi sebenarnya itu pernyataan Imam Nahe'i itu bisa menimbulkan salah pengertian banyak orang dan itu kontroversial sebenarnya pernyataan itu," kata Masduki.

Menurutnya pernyataan Imam soal poligami bukan ajaran Islam bisa menimbulkan salah paham kepada orang lain. Benar jika dikatakan poligami sudah ada sebelum Islam datang. "Tetapi kemudian oleh Islam diregulasi, diatur, dibatasi empat," ujarnya.

Masduki melanjutkan, tujuan dari Islam mengatur poligami agar ada hikmah dari peraturannya. Hikmah tersebut adalah agar laki-laki yang menikah lebih dari satu dapat serius memperhatikan istri-istrinya, dan substansi dari perhatiannya adalah berbuat adil.

"Jadi kalau dikatakan itu bukan ajaran Islam ya tidak seluruhnya benar, karena itu sudah diadopsi menjadi bagian ajaran Islam," ucapnya.

Sebelum Islam diturunkan ke dunia, orang berpoligami dengan bebas. Akibatnya terjadi penyampakkan yang membuat para istri atau perempuan tidak dihargai khususnya di zaman jahiliyah dan Romawi.

"Bahkan perempuan itu di zaman Romawi, di zaman sebelum Islam itu, perempuan seperti benda, bukan manusia, tapi seperti benda. Jadi sebenarnya Islam itu mentransformasikan kemanusiaan dalam hal ini perempuan, lalu dibatasi oleh (ajaran) boleh kawin hanya sebatas empat. Itu adalah bentuk transformasi besar-besaran secara kemanusiaan dan ajaran Islam tentang perempuan," jelas Masduki.

"Karena apa, karena pertama sebelumnya perempuan tidak dianggap manusia tapi dianggap budak, lalu kemudian karena dianggap benda orang berlaku seenaknya kepada perempuan-perempuan, dan kawin dengan perempuan itu berapa saja nggak ada batas. Bahkan orang Arab, itu kalau punya anak perempuan langsung dibuang dipendam, dibunuh," lanjut Masduki.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka dan Informasi Dadang Kahmad juga menanggapi pernyataan Imam Nahe'i yang menyebut poligami bukan ajaran Islam. Menurut Dadang, poligami merupakan ajaran Islam yang terdapat dalam Alquran.

"Saya kira tidak mungkin (poligami bukan ajaran Islam), karena ada dalam ajaran Islam ada dalam Alquran, jadi kita tidak usah menafikan," kata Dadang seperti dikutip dari Detikcom.

Namun dikatakan Dadang, Alquran tidak menganjurkan dalam arti tidak mewajibkan seorang Muslim untuk berpoligami. Menurutnya Alquran membolehkan Muslim untuk berpoligami jika dalam keadaan tertentu.

"Jadi itu poligami itu kan ada dalam Alquran, bagi orang-orang yang dalam keadaan tertentu, dalam keadaan emergency (darurat) atau dalam keadaan dulu di mana disebutkan untuk menyantuni anak yatim," ujar Dadang.

Keadaan darurat yang dimaksud Dadang adalah zaman di mana saat itu banyak anak menjadi yatim karena ayahnya meninggal dalam peperangan, sehingga banyak janda yang harus membesarkan anaknya seorang diri.

"Anak-anak yatimnya itu bisa diasuh untuk menjaga supaya kasih sayang orang tua tetap ada, maka kalau mau dikawini ibunya dipersilakan," ungkapnya.

"Maka disebutkan, 'jika kamu merasa ingin berbuat adil kepada anak yatim, takut tidak berbuat adil kepada anak yatim silakan nikah matsna tsulasa wa ruba (menikah 2, 3 dan 4), tapi jika kamu tidak bisa berbuat adil cukup satu saja'," lanjutnya. 

Dadang memandang normalnya seorang pria memang memiliki satu istri. Namun dalam keadaan tertentu dan istri pertama mengizinkan dan meridai maka poligami dibolehkan. [RY]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA