Natalius Pigai Menentang Jokowi dan Luhut, Lenis Kogoya Minta Pigai Diam atau..

Natalius Pigai Menentang Jokowi dan Luhut, Lenis Kogoya Minta Pigai Diam atau..

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Aktivis kemanusiaan, Natalius Pigai, mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru membangun satu ruas jalan di Papua.

Kritik itu disampaikannya lewat acara televisi TVOne, Selasa (4/12/2018), dua hari setelah tragedi pembantaian para pekerja bangunan jembatan di Nduga, Papua.

Natalius Pigai membandingan kinerja pemerintahan Jokowi dengan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam hal pembangunan infrastuktur ruas jalan.

Dalam acara tersebut, Natalius Pigai menuturkan pada pemerintahan SBY membangun lebih banyak ruas jalan dibanding Jokowi.

"Ya, dan jangan salah ya. Di Papua itu ada sembilan ruas jalan yang sudah dibangun oleh SBY," kata Natalius Pigai.

"Ruas jalan ya ini, ruas jalan berbeda dengan peningkatan, pengaspalan, perluasan. Pembukaan yang baru itu yang ini. baru jokowi satu-satunya," tambah Natalius Pigai.

"Jadi kita tidak bisa bilang jokowi membangun infrastruktur di papua, lain yang pembangunan yang normal saja," ucap Natalius Pigai.

"Tetapi satu ruas jalan yang menyebabkan 31 orang mati, inilah satu satunya kerjaan presiden Jokowi," ungkapnya dalam video TVOne yang diunggah melalui akun twitternya, Rabu (5/12/2018).

Natalius Pigai yang pernah menjadi mantan Komisioner Komnas HAM, mengungkapkan alasan kenapa dirinya selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi.


Dilansir dari Kompas.com,menurut Natalius Pigai, perlakuan pemerintah pada zaman SBY lebih memanusiakan masyarakat Papuaketimbang era Jokowi.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari banyaknya orang Papua di lingkaran terdekat SBY untuk diajak bicara dalam menangani seluruh persoalan di Papua.

"Jadi kalau saya bandingkan dengan SBY, SBY justru memanusiakan orang Papua, mengangkat orang Papua bahwa orang Papua juga hebat di republik ini."

"Dibandingkan sekarang, Jokowi, siapa yang dia jadikan partner dalam berdiskusi dan dialog tentang persoalan di Papua? Hanya dirinya sendiri," ujar Natalius Pigai saat dihubungi, Jumat (27/4/2018).

"Jadi kalau dia menjadikan partner bicaranya itu pas-pasan, maka ya sama saja dengan merendahkan martabat Papua. Jadi jangan menganggap remeh orang Papua," ucap Natalius Pigai.

Sementara, Natalius Pigai menilai saat ini Jokowi tidak memilih orang-orang yang berkompeten untuk membantu dalam menyelesaikan persoalan Papua.

Oleh sebab itu, lanjut Natalius Pigai, kebijakan pemerintah kerap tak menjadi solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh orang Papua.

"Saya kasih pesan ke Jokowi bahwa jangan dengar orang-orang yang tidak berkualitas, tidak kompeten untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua," tuturnya.

Kritik lainnya ia sampaikan dalam cuitan lewat akun Twitternya @NataliusPigai2.

Mantan Komisioner HAM ini juga secara terang menentang Jokowi dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan dalam hal menunjuk TNI bangun jalan.

"Saya menentang Jokowi dan Luhut karena menunjuk TNI bangun jalan."

"Saya katakan Suharto saja tidak berani, OPM anggap karyawan bagian dari militer. Luhut malah tawarkan jabatan memimpin Badan Otoritas. Saya tolak mentah2," dalam akun Twitternya, Kamis (7/12/2018), yang disertai video cuplikan saat bintang tamu di tivi one.

Sebelumnya Staf Khusus Presiden Kelompok Kerja Papua, Lenis Kogoya, geram terhadap mantan Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia yang juga berasal dari Papua, Natalius Pigai.

Lenis menilai Pigai selalu mengkritik dan memfitnah Presiden Jokowi.

Dia menegaskan, selama ini dirinya selalu diam ketika Pigai mengkritik Presiden.

Namun, lama kelamaan, ia mengaku tidak bisa tinggal diam.

"Jadi Natalius saya mau sampaikan, saya kepala suku Papua (minta) stop bicara, mulai dari detik ini. Saya sudah larang, tidak boleh kritik Presiden. Saya sudah sangat marah, kepala suku provinsi sudah sangat marah," kata Lenis dengan nada tinggi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat (27/4/2018) lalu.

Lenis menyayangkan sikap Pigai, yang menurut dia, tidak sesuai dengan adat Papua. Sebab, Lenis menilai bahwa tidak pernah orang Papua mengkritik Presiden RI, dari Presiden pertama hingga saat ini.

"Dia tidak punya hak untuk mengkritik Presiden," ujar Lenis.

Menurut dia, lebih baik Natalius pulang ke kampungnya, membangun daerah di sana.

Lenis bercerita, dirinya juga sempat sekolah hingga mendapat gelar master, lalu membangun daerah terlebih dahulu.

"Jadi Natalius Pigai fitnah selama ini saya amati terus. Tetapi terakhir ini, sudah, stop bicara. Kalau tidak mau dengar lagi, saya cari dia. Saya kepala suku dan dia harus menghadap ke saya," kata Lenis.

Lenis menegaskan, selama ini Presiden Jokowi sudah berbuat lebih baik untuk Papua.

Presiden sudah lebih sering datang ke Papua bahkan sampai ke daerah pelosok-pelosok yang rawan.

Tidak hanya itu, menurut Lenis, banyak anak Papua yang disekolahkan hingga 1.030 anak setahun dari SMP hingga SMA.

Banyak pula anak Papua yang ditempatkan di kementerian.

Selain itu, di jajaran TNI dan Polri, banyak orang Papua yang sudah naik pangkat.

Dia meminta Pigai melihat itu.

Lenis berharap bisa bertemu langsung dengan Pigai untuk melihat seperti apa pembangunan di Papua saat ini.

"Saya bicara, tidak boleh lagi mengganggu Jokowi. Jokowi tahun depan dua periode titik. Tidak ada lain-lain," kata Lenis.

Natalius Pigai selama ini memang kerap mengkritik Presiden Jokowi, bahkan sejak ia masih menjabat sebagai Komisioner Komnas HAM.

Misalnya pada Oktober 2016 lalu, Natalius Pigai sempat mengkritik kedatangan Jokowi ke Papua.

Menurut Pigai, kedatangan Jokowi sebanyak empat kali di Tanah Papua baru selama dua tahun masa kepemimpinannya merupakan hal yang sia-sia.

Sebab, kunjungan tersebut tidak membawa dampak apa pun bagi warga Papua.

Saat itu, Natalius Pigai juga menyoroti berbagai pelanggaran HAM yang masih terus terjadi di tanah Papua selama kepemimpinan Jokowi.

Menurut dia, kunjungan tersebut tidak membawa dampak apapun bagi warga Papua.

"Semua kunjungan Presiden Jokowi terkesan tidak memberi manfaat, dan hasilnya sampai sejauh ini belum pernah ada kebijakan yang dirasakan secara langsung oleh rakyat Papua," kata Natalius, dalam keterangan tertulisnya, pada Kompas.com Senin (17/10/2016) lalu.

Presiden Jokowi, kata dia, justru menjadi sumber masalah di Papua karena dianggap tidak memiliki kompetensi sosial untuk membangun kepercayaan, juga kompetensi manajemen pertahanan dan keamanan.

Akibatnya, berbagai pelanggaran HAM masih kerap terjadi di Papua.

Masalah lain dari kehadiran Jokowi, tambah dia, adalah menghabiskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Ddaerah Papua hingga mencapai miliaran rupiah.

Jika semakin sering Presiden mengunjungi Papua, maka semakin banyak APBD Papua yang terkuras.

"Kita lebih banyak kritik orang Papua menghabiskan uang otonomi khusus, padahal justru dana otsus tersebut juga diduga tersedot ke kegiatan kunjungan semacam ini," ujar dia.

Natalius membandingkan dengan kunjungan Presisen keempat Abdurrahman Wahid yang baru sekali datang ke Papua, namun langsung terjadi perubahan secara signifikan dalam berbagai dimensi pembangunan.

Ia menilai, salah satu kegagalan Presiden Jokowi memberi manfaat dalam kunjungan kerjanya ke Papua arena Presiden tidak pernah memiliki grand design dan time framesoal penyelesaian masalah Papua secara komprehensif sehingga berjalan tanpa arah, terkesan amburadul dan tidak terkontrol.

Ungkap Alasan Selalu Mengkritik Jokowi

Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai juga mengungkapkan alasan kenapa dirinya selalu mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Pigai, perlakuan pemerintah pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih memanusiakan masyarakat Papua ketimbang era Presiden Jokowi.

Hal tersebut, kata dia, terlihat dari banyaknya orang Papua di lingkaran terdekat Presden SBY untuk diajak bicara dalam menangani seluruh persoalan di Papua.

"Jadi kalau saya bandingkan dengan SBY, SBY justru memanusiakan orang Papua, mengangkat orang Papua bahwa orang Papua juga hebat di republik ini. Dibandingkan sekarang, Jokowi, siapa yang dia jadikan partner dalam berdiskusi dan dialog tentang persoalan di Papua? Hanya dirinya sendiri," ujar Pigai saat dihubungi, Kompas.com, pada Jumat (27/4/2018) lalu.

"Jadi kalau dia menjadikan partner bicaranya itu pas-pasan, maka ya sama saja dengan merendahkan martabat Papua. Jadi jangan menganggap remeh orang Papua," ucap Pigai.

Ia pun menyebut sejumlah nama orang Papua yang pernah menjabat di era pemerintahan Presiden SBY. Antara lain, mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai.

Selain itu, ada pula mantan Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Meksiko Barnabas Suebu.

"SBY telah memanusiakan orang Papua, kok. Itu fakta dibandingkan dengan zamannya Jokowi. Maka ketika saya kritik itu, itu kritik berdasarkan fakta di lapangan," kata Pigai.

Sementara, Pigai menilai saat ini Presiden Jokowi tidak memilih orang-orang yang berkompeten untuk membantu dalam menyelesaikan persoalan Papua.

Oleh sebab itu, lanjut lanjut Pigai, kebijakan pemerintah kerap tak menjadi solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh orang Papua.

"Saya kasih pesan ke Jokowi bahwa jangan dengar orang-orang yang tidak berkualitas, tidak kompeten untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua," tuturnya.

Selain itu, Pigai juga membantah anggapan bahwa kritik yang kerap ia sampaikan sebagai bentuk fitnah terhadap pemerintah.

Menurut Pigai, kritiknya terhadap pemerintah selalu berdasarkan data dan fakta di lapangan.

Ia menceritakan rekam jejaknya sebagai peneliti dan komisioner Komnnas HAM selama lima tahun.

"Saya ini bersertifikat sebagai peneliti Depnakertrans, sertifikatnya dari LIPI. Kedua saya ini memiliki sertifikat statistik dan saya pernah jadi kepala bidang statistik di depnaker. jadi saya tahu bagaimana data," kata Pigai.

"Saya ini juga pernah jadi penyelidik Komnas HAM yang menjabat selama lima tahun. Semua kritik saya itu profesional, terukur, dalam rangka mengisi ruang-ruang kosong yang tidak pernah diisi oleh negara," tuturnya. [trb
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita