Generasi Mendatang yang Harus Pontang-panting Membayar Utang Pembelian Freeport

Generasi Mendatang yang Harus Pontang-panting Membayar Utang Pembelian Freeport

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf yang mengklaim pengambilalihan saham PT. Freeport Indonesia sebesar 51,2 persen oleh PT. Inalum bukti bahwa pemerintah sangat pro rakyat dikritisi.

Pasalnya, generasi mendatang yang harus pontang-panting membayar utang dari pembelian saham Freeport tersebut.

Wakil Ketua Dewan Kerhormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad Wibowo mengatakan, pembelian saham senilai Rp. 55,8 triliun tersebut terlampau mahal.

Yang mana dari sisi pembiayaan, transaksi tersebut dibiayai dengan utang korporasi berupa obligasi global dalam valas. Konkretnya, PT Inalum menerbitkan obligasi global senilai 4 miliar dolar AS dengan kupon antara 5,5 persen hingga 7,375 persen yang dicatatkan di Amerika Serikat.

"Masalahnya, kupon (atau bunga) obligasi tersebut mahal sekali. Yaitu, antara 1,5 sampai 2 persen lebih mahal dari obligasi dolar pemerintah. Padahal obligasi dolar pemerintah sekarang sedang mahal-mahalnya," ucap Dradjad saat berbincang dengan redaksi, Senin (24/12).

Langkah tersebut kata dia menegaskan bahwa rezim ekonomi pemerintahan Jokowi bukan hanya banyak berutang, tapi juga utang yang mahal pun ditubruk. Buktinya, transaksi Freeport memakai utang yang sangat mahal, pembangunan infrastruktur pun demikian.

"Ini itu pakai utang, bahkan sebagian mahal sekali. Nanti siapa yang membayar? Ya rakyat dan anak cucu. Mereka membayar melalui pajak ini itu, cukai ini itu, tarif ini itu dan sebagainya. Jadi ibaratnya, saya membangun rumah yang bagus. Tetangga memuji saya. Tapi anak saya yang harus pontang-panting membayarinya. Apakah ini pro rakyat?" demikian Dradjad. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita