Di Kandang Lawan, Kubu 02 Melawan

Di Kandang Lawan, Kubu 02 Melawan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Rencana Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahud­din Uno memindahkan posko pemenangan ke Jawa Tengah (Jateng) agaknya membuat risau Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin. Pasalnya Jateng sejak dulu dikenal sebagai kandang banteng alias basis massa PDIP.

Kerisauan TKN Jokowi-Ma’ruf cukup berala­san. Tengok saja saat Pilkada Jateng, jago cagub-cawagub koalisi PDIP Ganjar Pranowo- Taj Yasin yang digadang-gadang mayoritas lem­baga survei saat itu sanggup meraup 70 persen suara, nyatanya hanya sanggup mengantongi 58,78 persen. 

Duet Sudirman Said-Ida Fauziah yang disokong Partai Gerindra cs memang kalah. Namun perolehan suaranya di luar dugaan. Keduanya mengantongi 41,22 persen. Hasil ini dinilai cukup fantastis, karena pertarungannya terjadi di kandang banteng. 

Dengan adanya posko pemenangan Prabo­wo-Sandi di Jateng, di Pilpres 2019 bukan tidak mungkin bakal ada kejutan. Memang saat ini duet Sudirman Said-Ida Fauziah pecah. Sudirman tetap satu perahu dengan Prabowo, Ida Fauziah memilih mendukung Jokowi. 

Sedianya posko Prabowo-Sandi berada di kawasan Klodran, Colomadu, Karanganyar. Bangunan yang akan menjadi posko merupa­kan bekas swalayan 'Nova'. Lahan dan gedung ini milik Agus Sahid, caleg dari Gerindra. Karena telah sering digunakan untuk acara Gerindra, area ini juga telah dipasangi aneka atribut kampanye Prabowo-Sandi. Setelah ada posko pemenangan di sana, seberapa yakin tim Prabowo-Sandi bisa memenangkan pertarungan di kandang benteng? Dan apa saja langkah yang akan diambil tim Jokowi-Ma’ruf untuk mempertahankan kemenangan di sana? Berikut penuturan Direktur Materi Debat dan Kampanye BPN Prabowo Subianto -Sandiaga Uno, Sudirman Said dan Direktur Program TKN Jokowi-Ma'ruf, Aria Bima. 

Kenapa BPN Prabowo-Sandi me­mutuskan untuk memindahkan posko ke Jateng? Begini, mula-mula kan itu adalah aspirasi dari para relawan. Mereka bi­lang, kenapa enggak di Jawa Tengah sebagai posko. Karena kami sadar, di Jawa Tengah yang gap-nya masih lebar. Makanya kami rapat di suatu tempat di Jawa Tengah, akhirnya diputuskan Januari kami pindah mar­kas perjuangan ke sana. 

Poskonya akan didirikan di se­mua kota? 

Soal itu saya belum tahu pasti. Kami mikirnya sih, ya udah di tempat-tempat yang ada bandara, sehingga akses ke Jakarta cepat, kemudian posisinya bisa di tengah supaya bisa masuk ke kabupaten-kabupaten. Jadi bisa di Semarang, bisa di Solo, mung­kin di Magelang Tapi dalam prosesnya ternyata kami dapat tawaran dari berbagai kota. Itu tawarannya datang hampir dari seluruh penjuru. Ya sudah kalau begitu, nanti modelnya gerilya saja. Misalnya kami punya posko di setiap keresidenan. Jadi kalau lagi muter di Solo Raya, ya mungkin home base-nya bisa di Surakarta. 

Kalau lagi muter di sekitar (keres­idenan) Kedu (mencakup Kota Magelang, Kabupaten Magelang, Temanggung, Kebumen, Purworejo dan Wonosobo), home base-nya bisa di sekitar Magelang, Kebumen, atau di Wonosobo barangkali. Jadi pemikiran terakhir akan begitu, dan kami sedang matangkan proses ini. Insya Allah da­lam waktu dekat, posko pertama entah itu di Solo, di Semarang, atau di mana bisa segera diresmikan. 

Lantas berapa target perolehan suara di sana? 

Kali ini targetnya sekitar 50 persen. Kalau pilgub kemarin saya kan perolehannya sekitar 40 persen. Kontribusi Jawa Tengah untuk peme­nangan nasional itu sangat signifikan, jadi kami juga ingin di Jawa Tengah ada perubahan. Apalagi 21 dari kabupaten/kota di sana itu, kepala daerahnya kena perkara korupsi, dan itu berdampak ke kondisi ekonomi. Dan dari 21 itu, 15 di antaranya dari satu partai politik yang disebut mendominasi. Kalau mendominasi, berkontribusi, dan bisa memberikan yang terbaik itu bagus-bagus saja. Tapi kalau mendominasi menyebar­kan contoh buruk, berprilaku korupsi menurut saya bukan sesuatu yang layak diteruskan. Karena itu kami berkepentingan supaya Jawa Tengah berubah. 

Yakin bisa meraih 50 persen suara? 

Insya Allah. Waktu pilkada semua survei mengatakan perolehan suara saya cuma sekitar 12-15 persen, tapi ternyata hasilnya mengejutkan. Dengan rendah hati saya ingin men­gaku bahwa, itu semata-mata bukan kerja kami berdua, atau partai poli­tik, tetapi itu hasil dari masyarakat juga. Kenapa begitu? Karena Bu Ida (Fauziah) masuk belakangan, kemudian dalam prosesnya kami memperoleh banyak tekanan dan ketidakadilan. Waktu itu kami sempat berkali-kali gagal kampanye, yang menyebabkan sosialisasi tidak maksi­mal. Lalu iklan radio dan televisi yang direncanakan sangat minim ditayang­kan, karena gagal lelang juga. Terus ketika di akhir sedang menghimpun dana untuk konsumsi saksi, masih diganggu dengan teror. Jadi dengan ini semua saya ingin mengatakan, kerja kami tidak maksimal. Tapi bisa (memperoleh dukungan 41,22 persen). Itu karena apa? Karena tadi itu adalah sikap masyarakat yang ingin berubah. 

Ida Fauziah mantan cawagub Anda kan saat ini menjabat sebagai Direktur Penggalangan Pemilih Perempuan TKN Jokowi-Maruf, praktis berhadapan dengan Anda. Dengan realitas itu apa Anda masih yakin Prabowo-Sandi bisa mengim­bangi kekuatan Jokowi di Jawa Tengah? 

Jadi menurut saya perolehan su­ara saya waktu itu lebih karena masyarakat Jawa Tengah. Saya tidak tahu seberapa besar dari faktor saya dan Mbak Ida. Memang tidak akan mudah. Karena itu kami berjuang untuk menang di Jawa Tengah. 

Jateng itu kan terkenal sebagai 'kandang banteng'. Itu bagaimana? 

Hasil survei menyatakan, 41 persen masyarakat di Jawa Tengah meng­inginkan perubahan. Jadi itu yang membuat kami optimistis. Bahwa boleh saja secara tradisional itu punya, atau diklaim oleh warna ter­tentu. Tapi jangan lupa, politik itu dinamis. 

Lagi pula Pak Prabowo juga punya basis kultural di Jawa Tengah kok. Selain itu, jaringan akar rumput yang mendukung pasangan Prabowo-Sandi semakin militan di sana. Bahkan beberapa kabupaten di Jawa Tengah memiliki simpul jaringan hingga ke tingkat desa. 

 Bagaimana tanggapan TKN soal pemindahan posko Prabowo-Sandi di Jateng? 

Ini sudah berapa bulan ya disam­paikan ke publik, toh juga tidak ada tanda-tanda pemindahan. Sejauh ini saya tidak melihat ada keseriusan mau pindah. Kayaknya enggak bener itu. Pak Sandi ini kayaknya ngomong doang, sebenarnya enggak ada pe­mindahan. Jangan terlalu banyak bikin statmenlah. 

Kabarnya Januari 2019 lho mereka siap resmikan poskonya di Jateng.. 

Ya kalau mau pindah Januari, ce­patlah pindah. Kami enggak memper­soalkan kepindahan itu. Kami di Jawa Tengah dengan seluruh mesin yang ada, baik caleg, partai, relawan semua akan bekerja secara maksimal dengan ada atau tidaknya posko. Jawa Tengah tetap akan mengejar target perolehan suara yang maksimal, terlepas ada atau tidaknya posko itu. Tapi sejauh ini saya lihat kok ngomong doang, ada bunyinya tapi enggak ada ak­tivitas pembangunan poskonya. Saya sudah terlalu banyak mengomentari poskonya Sandi, sudah satu bulan tidak ada aksinya jadi percuma. Jadi saya minta relawan, caleg, anggota partai, tim nasional, dan TKD Jawa Tengah enggak perlu mikirin itu lagi. Karena sampai sekarang kan juga be­lum melihat tanda-tanda pemindahan poskonya. 

Kalau ternyata tetap jadi ba­gaimana?

Ya kalau pun ada itu tidak akan mempengaruhi kinerja kami. Januari itu sudah waktunya semua bekerja, baik itu caleg dari partai di Jawa Tengah, relawan, TKD-TKD kabu­paten/kota, dan para kepala daerah semuanya bekerja. Dan kebetulan 10 kepala daerah di Jawa Tengah itu kebetulan pendukung Pak Jokowi. Jadi pengaruhnya cukup kuat, kami yakin tidak ada jalan masuk lagi. Makanya menurut saya tidak perlu ditanggapi lagi, toh sebenarnya eng­gak ada realisasinya di Jawa Tengah. Sandi sudah berhitung diri lah, terlalu sulit nembus Jawa Tengah. Jadi saya tidak melihat ada pemindahan posko, kecuali hanya statment yang menurut saya omdo (omong doang). Enggak mungkin Sandi berani bikin posko di Jawa Tengah. 

Meski poskonya di Solo dan dekat kediaman Presiden Jokowi tetap enggak masalah? 

Mau 2 kilometer atau disebelahnya juga enggak masalah. Dia mau bikin sebelah rumah Pak Jokowi enggak masalah. Buat kami malah bagus, biar Pak Sandi belajar berpolitik dan berdemokrasi ala Solo, dan ala Jawa Tengah itu seperti apa. Sandi perlu belajar berdemokrasi yang bermartabat di Jawa Tengah, apalagi di Solo. Di sana tidak ada hoax, tidak ada pernyataan penebar kebencian, dan fitnah. 

BPN Prabowo-Sandi optimis meraih banyak suara di Jateng akibat pilgub kemarin. Bagaimana tanggapan Anda soal ini?

Enggak ada, itu suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) lewat Nadhatul Ulama (NU), karena Mbak Ida NU. Sekarang kan dia sudah pu­lang kampung. PKB tarik diri enggak ada suara itu. Enggak ada suara kalau dari Sudirman Said itu. Yang ada paling suara Gerindra-PKS di sana. Hitung saja perolehan suaranya. 

Jadi menurut Anda enggak ada pengaruhnya ya tanpa PKB dan NU? 

Iya, enggak ada dia. Perolehannya ya 12 persen gabungan PKS sama Gerindra itu. Kebanyakan kemarin itu NU sama PKB. Apalagi capresnya ini kan Kiai Ma’ruf, balik semua itu mereka ke sini. Mau Mustofa Bisri, mau Kiai Maimun, Habib Luthfi, mau Habib Anis, semua suara ke Kiai Ma’ruf. Jadi kedangkala analisis kalau menghitung perolehan suara pilkada karena Sudirman Said. Dia enggak hebat-hebat banget. Jadi lebih kepada karena konsolidasi NU. Memang apa alasan orang memilih Sudirman Said? Enggak punya track record. Ini rasional saja. Ini sama sulitnya sewaktu kami membawa Mbak Puti dengan platform Sukarnoisnya. Patern-nya itu Soekarnois-nya, bukan Mbak Putinya. Mbak Putinya enggak punya patern, enggak punya pola gerakan dia di sana. 

Lalu kalau mereka jadi bangun posko di Jateng, berapa kira-kira perolehan suara kubu Anda? 

Mau dia bangun atau tidak kami enggak ada urusan, itu enggak saya hitung. Saya hanya menghitung target kemenangan di Jawa Tengah, tanpa ada variabel posko. Tapi ada pun tidak pernah saya hitung, karena enggak akan terpengaruh. Karena infrastruk­tur pemenangan kami sudah lengkap. Dan enggak mungkin dia akan ban­gun di Jawa Tengah. Itu hanya untuk membuang konsentrasi kami saja. Yang benar itu di Jawa Barat sama Jawa Timur, bukan di Jawa Tengah. Tidak akan pernah ada pembangunan posko yang serius di Jawa Tengah. Itu hanya bangun opini saja. 

Mereka mau bangun atau tidak target kami tetap. Mereka mau masuk dari mana, wong kami rapet. Mau bikin posko di depan rumah Pak Jokowi atau di bulan, sama saja enggak ada pengaruhnya. Teknologi sekarang sudah canggih. IT itu sekarang sudah digunakan untuk semua hal. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita