Andi Arief Tantang Budiman Sudjatmiko Tunjukkan Bukti soal SBY Perpanjang Kontrak Freeport

Andi Arief Tantang Budiman Sudjatmiko Tunjukkan Bukti soal SBY Perpanjang Kontrak Freeport

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Wakil Sekjen DPP Demokrat Andi Ariefmembantah pernyataan Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Budiman Sudjatmiko soal perpanjangan kontak PT Freeport Indonesia oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2014 silam.

Hal tersebut tampak dari unggahan Andi Arie di laman Twitter @AndiArief__, Minggu (23/12/2018) malam.

Melalui kicauannya itu, Andi Arief menantang Budiman Sudjatmikountuk menunjukkan bukti atas pernyataannya itu.

Andi Arief bahkan meminta Budiman Sudjatmiko untuk menutup akun Twitternya jika apa yang dikatakannya itu tidak terbukti benar.

"Kita minta @budimandjatmiko menunjukkan bukti surat resmi yang menyatakan SBY memperpanjang kontrak. Kalau gak ada, tutup akun aja," tulis Andi Arief.



Pernyataan Andi Arief itu menanggapi kicauan @budimandjatmikopada Sabtu (22/12/2018) malam yang menyebutkan bahwa SBY memperpanjang kontrak TPT Freeport Indonesia sampai tahun 2041.

Menurut Budiman, SBY memperpanjang kontraknya pada tujuh hari sebelum lengser dari jabatannya sebagai Presiden.

"SBY memperpanjang kontrak Freeport sampai 2041 pd 7 hari sebelum lengsernya. Padahal tadinya akan berakhir 2021," tulis Budiman Sudjatmiko.

Pernyataan Budiman terkait ini disampaikannya sebagai tanggapan dari cuitan warganet pemilik akun @ManeKwaik yang mengunggah berita soal perpanjangan kontrak Freeport di era pemerintahan SBY.



Diberitakan Kompas.com pada Minggu (8/6/2014), pemerintah Indonesia memperpanjang kontrak karya PT Freeport Indonesia, dari yang seharusnya berakhir pada tahun 2021, menjadi lebih panjang lagi, yaitu tahun 2041.

Meski perpanjangan kontrak akan ditandatangani dua tahun sebelum kontrak berakhir atau pada 2019, pemerintah menjamin bahwa kesepakatan menjamin perpanjangan kontrak akan tertuang dalam memorandum of understanding (MoU) yang akan ditandatangani sebelum masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir.

"Perjanjian ini menjadi bagian tak terpisahkan, mengikat dua belah pihak, Indonesia dan Freeport, dan merupakan bagian dari amandemen kontrak," jelas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Sukhyar, Jumat (6/6/2014).

Sukhyat mengatakan, keputusan itu diambil untuk memberikan kepastian bagi investor asing karena dana investasi yang dibenamkan oleh Freeport besar, yakni mencapai 15 miliar dollar AS.

Namun, menurut pengamat pertambangan Marwan Batubara, pemerintah seharusnya memperlakukan Freeport sama dengan perusahaan tambang asing yang memiliki kewajiban melepas 51 persen sahamnya.

Dengan begitu, Indonesia bisa mengambil kontrol atas perusahaan-perusahaan tambang yang dikuasai oleh pihak asing itu.

Dengan demikian pula, pemerintah paham produksi, ekspor, hingga royalti yang seharusnya menjadi bagian Indonesia.

Sri Mulyani bersama Presiden dan jajaran Menteri dalam perjanjian kepemilikan saham Freeport oleh Indonesia (Instagram @smindrawati)


Sementara itu, pada pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) Indonesia memutuskan untuk membeli saham mayoritas PT Freeport Indonesia melalui PT Inalum (Persero), Sabtu (22/12/2018).

Dikutip dari laman resmi Setkab, dengan beralihnya kepemilikan saham mayoritas ke Inalum, Kontrak Karya Freeport berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-OP).

IUPK-OP itu menggantikan Kontrak Karya yang sudah berjalan dari tahun 1967 dan 1991 (pembaharuan) dengan masa berlaku sampai 2021.

Dengan terbitnya IUPK ini, maka PT Freeport akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi.

PT. Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.

Dalam divestasi saham ini, Inalum membayar 3,85 miliar dolar AS kepada Freeport McMoran Inc (FCX) dan Rio Tinto, untuk membeli sebagian saham FCX dan hak partisipasi Rio Tinto di PTFI sehingga kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36 persen menjadi 51,23 persen.

"Kepemilikan 51,23 persen tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23 persen untuk INALUM dan 10 persen untuk Pemerintah Daerah Papua.

Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM) yang 60 persen sahamnya akan dimiliki oleh Inalum dan 40 persen oleh BUMD Papua,” ungkap Kementerian ESDM melalui siaran persnya, Jumat (21/12/2018) sore.

Menurut siaran pers Kementerian ESDM itu, Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar 819 juta dollar AS yang dijaminkan dengan saham 40 persen di IPPM.

“Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen PTFI yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut."

"Namun dividen tersebut tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan."

"Akan ada pembayaran tunai yang diterima oleh Pemerintah Daerah,” lanjut Kementerian ESDM.[tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita