Politisi PSI, Guntur Romli Keok Dihajar Eggi Sudjana Saat Debat Perda

Politisi PSI, Guntur Romli Keok Dihajar Eggi Sudjana Saat Debat Perda

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Politisi PSI, Guntur Romli duduk bersama Eggi Sudjana dalam debat disalah satu televisi swasta membahas soal Peda Syariah. Guntur menuding konsep Perda Syariah bermasalah.

“Kalau Perda yang berbasis agama, secara konsep memang bermasalah. Kenapa? Yaitu karena agama itu adalah ajaran subjektif bagi pemeluknya,” kata Guntur.

Guntur kemudian membeberkan agama yang disebutkan subjektif. Menurutnya, nilai subjektif itu terletak pada ajaran-ajaran ritual, syariat, dan sebagainya.

“Itu subjektif bagi pemeluk agama. Dan itu tidak berlaku untuk agama lain,” tegas Guntur Romli.

Pendapat Guntur, yang harus diambil itu nilai-nilai yang terkandung dalam agama, bukan ajaran agama itu sendiri.

“Nah, kita sebenarnya bisa mengambil nilai-nilai agama. Kalau dalam syariat itu disebut dengan maqasid syar’iah. Itu kita setuju. Itu yang disebut dengan Pak Kunto Wijoyo rasionalisasi hukum Islam,” ucap Romli.

Setelah Guntur Romli mengeluarkan pendapat soal Perda Syariah, tiba giliran Eggi Sudjana. Sontak, Eggi langsung menyebut Guntur sudah menunjukkan kedunguan atau cacat nalar.

“Ini baru saja menunjukkan kalau enggak boleh disebut dungu, ini cacat nalarnya disini. Dua hal cacat nalarnya, dalam hal membedakan subjektivitas dan objektivitas,” tegas Eggi.

“Yang keduanya, kalau konteks pewancara tadi, itu hukum nasional dan hukum agama. Ini keliru, cara berfikir yang sangat amat keliru,” tambah Eggi.

Dijelaskan Eggi, struktur hukum itu dilandasi dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

“Kalau kita mengerti struktur hukum tadi, utamanya kita itu Pancasila. Kemudian UUD 45, iya, kan. Didalam konteks struktur hukum tertinggi, kesepakatan bangsa,” beber Eggi.

Eggi juga mengingatkan kembali proses terbentuknya Pancasila, sila pertama. Dikatakan, terjadi proses panjang, hingga tercipta poin-poin Pancasila seperti saat ini diketahui.

“Nah, anda bayangkan, tanggal 22 Juni 1945, disepakati Piagam Jakarta. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kemudian diprotes, iya kan,” ungkapnya.

“Kemudian tanggal 18 Agustus ilang. Tapi jangan lupa, berganti menjadi Ketuhanan yang Maha Esa. Itu perdebatan panjang,” tambah Eggi.

Dengan demikian, Eggi menyebut pemaparan Guntur soal Perda bisa disebut sebagai Antipancasila.

“Justru yang begini ini disebut Antipancasila. Karena dasar negara ini Tuhan,” tandas Eggi.

Kemudian, Eggi menjelaskan soal konteks subjektivitas kepada Guntur.

“Ini harus dipahami ya, adinda, supaya paham,” saran Eggi.

Objektivitas itu artinya, kata Eggi, sesuai dengan objeknya, tidak memihak. Kalau subjektif itu memihak.

“Nah, pertanyaan serius saya, kalau kita pakai Islam, atau mereka pakai Injil, pakai Kristen itu subjektif? Tidak. Dia tidak ngerti dataran objektivitas,” jelas Eggi.

“Misalnya, muatan yang tiga tadi, diskriminatif, intoleransi, dan tidak adil. Islam sudah mengajarkan harus berlaku adil, karena adil lebih dekat pada taqwa. Ini objektif atau subjektif? Objektif dong. Orang semua pengen adil,” lanjut Eggi.

“Kemudian berlaku jujur, jangan diskriminatif. Itu objektif, semua orang butuh itu. Dari mana subjektifnya? Kemudian dalam konteks intoleran. Islam dalam surat Al-Kafirun jelas, lakum dinukum waliadin. Elu, elu, gua, gua, bahasa kasarnya,” tambahnya.

Akhirnya, sumber nilai hukum itu, kata Eggi, bisa diambil dari Pancasila.

“Jadi, dengan turunan logika tadi, kita harusnya membangun sumber nilai, ingat.. Kategorinya, sumber nilai hukum itu bisa diambil dari yang namanya Pancasila.

Simak video berikut,

[swr]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA