Pengibaran Bendera Tauhid Dinilai Lecehkan Pancasila, Anton Tabah: Pak Wiranto Harus Hati-hati Bicara

Pengibaran Bendera Tauhid Dinilai Lecehkan Pancasila, Anton Tabah: Pak Wiranto Harus Hati-hati Bicara

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Menko Polhukam, Wiranto menegaskan tindakan pengibaran bendera berlambang tauhid yang diduga bendera HTI di Poso, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu merupakan pelecehan ideologi Pancasila.

Menurut Wiranto, tindakan seperti dapat mengancam kedaulatan NKRI, sebab bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara. Dia pun meminta siapa saja yang memiliki paham anti Pancasila untuk segera hengkang alias angkat kaki dari bumi Indonesia.


Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat, Anton T. Digdoyo menyayangkan kalau benar Wiranto mengeluarkan pernyataan "pengusiran" tersebut.

"Pak Wir harus pahami UUD 45 lagi agar bisa bedakan filosofis, sosiologis, psikis dan historis dua bendera (merah putih dan tauhid) pada rakyat Indonesia, negeri muslim terbesar di dunia," kata Anton dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/11).

Dimana, lanjut dia, kalimat tauhid ikut mewarnai berdirinya NKRI melawan Belanda yang memeluk agama di luar Islam. Mereka menjajah Indonesia selama 350 tahun lamanya.

Anton selanjutnya memaparkan petapa pentingnya memahami sejarah bendera tauhid seracara khusus. Dijelaskannya, bendera bertuliskan kalimat tauhid adalah benar bendera Islam yang dipakai sejak Nabi Muhammad SAW. Bendera itu dimuliakan umat Islam sedunia hingga sekarang.

Ini dimuat dalam Imam Muslim yang wafat tahun 261 H dan ditulis oleh Imam Nawawi tahun 676 H judul Al Minhaj Syarah Muslim. Antara lain menjelaskan bendera Nabi berwarna hitam dan putih, semua bertuliskan laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah, ukuran besar kecil sesuai sikon digunakan dalam perang maupun damai.

Ketika masuk Kota Mekkah dalam keadaan damai, Nabi juga membawa dan mengibarkan bendera tersebut. Juga tanda pasukan perang, yang harus tetap berkibar sebagai tanda kemenangan.

"Karena itu betapa agung dan dimuliakannya bendera tauhid tersebut," ujar Anton.

Saat perang Uhud, pasukan Nabi hampir kalah dan pasukan kafir mencari Nabi untuk dibunuh, tapi pembawa bendera tauhid, Mus'ab bin Nuaim dengan cerdas segera lari ke arah lain mengecoh pasukan kafir guna menyelamatkan Nabi. Pasukan kafir terkecoh mengejar ke arah bendera di bebukitan Uhud yang mulai gelap.

Tangan kanan Mus'ab putus ditebas pedang, bendera jatuh, diambil dengan tangan kirinya, tangan itu pun ikut ditebas. Lalu, bendera tersebut diapit dua lengan yang telah terputus dengan darah muncrat. Akhirnya, kaum kafir menombak dada Mus'ab hingga gugur sebagai syuhada dan selamatlah Nabi. Keesokan harinya, jenazah Mus'ab pembawa bendera tauhid baru bisa dimakamkan bersama jenazah Hamzah paman Nabi yang ikut gugur dalam perang tersebut.

Anton menerangkan, memuliakan dengan mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid bagian dari ibadah, merujuk sunah yang dipegang teguh umat Islam, dan sesuai Pancasila dan UUD 1945 pasal 28E dan pasal 29 (2). Negara mengamanahkan warganya harus beragama dan menjalankan agamanya sesuai ajarannya. Juga, Pasal 29 (1), NKRI berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Karena itu, tidak boleh melarang umat Islam mengibarkan bendera bertuliskan tauhid, dan faktanya umat Islam Indonesia tetap menghormati dan membela bendera Merah Putih.

"Adapun kibarkan bendera tauhid hanya sesuai kebutuhan, bukan mengganti bendera Merah Putih. Pak Wir mesti hati-hati berbicara," pungkas Anton, mantan Jenderal Polri yang kini aktif di bidang sosial dan dakwah. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita