Pakai Diksi 'Tabok', Jokowi Dinilai Psy War Tunjukkan Power

Pakai Diksi 'Tabok', Jokowi Dinilai Psy War Tunjukkan Power

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Beberapa waktu belakangan, Presiden Joko Widodo menggunakan diksi yang cukup keras saat membuat pernyataan. Jokowi dinilai tengah melakukan psy war untuk menunjukkan kekuatannya kepada lawan.

"Apa yang dilakukan Pak Jokowi sekarang itu psy war kata-kata di media, untuk menandakan bahwa mereka sedang ada kompetisi kan pemilu ini, menunjukkan bahwa dia punya pengaruh," ungkap pengamat politik Aditya Perdana dalam perbincangan, Sabtu (24/11/2018).

Selama ini, Jokowi cenderung diam sekalipun diserang pihak lawan. Namun beberapa waktu terakhir, Jokowi terlihat jengah dan menunjukkan perlawanannya dengan menggunakan diksi-diksi yang cukup 'panas'.

"Di satu sisi menurut saya, Pak Jokowi ingin menunjukkan dia punya power, kuasa, yang kemarin-kemarin dia dalam posisi melihat dan menunggu," jelas Aditya.

"Pak Jokowi kan kita kenal orang yang kalem, nggak grasa-grusu. Dengan statemen-statemen itu dia ingin mengatakan dan menunjukkan 'saya bisa melakukan sesuatu lho' walau diinterpretasikan lawannya jadi berbeda," imbuh Direktur Pusat Kajian Politik UI itu.

Setidaknya sudah 3 diksi menarik yang disampaikan Jokowi jelang Pilpres 2019. Mulai dari 'politik genderuwo', 'politikus sontoloyo', dan terakhir adalah pernyataan ingin tabok penyebar hoax isu PKI yang menyerang dirinya.

"Soal tabok ini menarik, karena kita tahu kekhawatiran soal hoax itu memang sudah bahaya. Kita nggak tahu yang benar dan yang salah yang mana. Banyak yang teriak anti-hoax tapi nggak ada yang melakukan hal konkret," jelas Aditya.

Berdasarkan survei internal Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, dampak fitnah soal PKI itu ternyata cukup terasa. Dari survei itu diketahui, 9 persen responden percaya Jokowi merupakan PKI. Alasan itulah yang membuat Jokowi menggunakan diksi keras 'tabok' sebab fitnah tersebut juga sampai mengganggu pihak keluarga sang petahana.

"Mungkin itu yang dipertimbangkan juga. Karena memang survei itu punya pengaruh terhadap pemilih. Bisa dilihat, contohnya saja di Banten dan Jakarta itu, korelasinya positif antara pemilih kita terhadap pelabelan-pelabelan tertentu," terang Aditya.

Setelah mengeluarkan istilah 'politik genderuwo', 'politikus sontoloyo', Jokowi kembali mengeluarkan istilah yang cukup menyita perhatian. Saat membagikan sertifikat tanah di Lampung Tengah kepada warga, Jokowi kembali menceritakan soal dirinya yang sering dituduh sebagai PKI. Ia pun menunjukkan kegeramannya kepada penyebar isu bohong tersebut.

"Coba di medsos, itu adalah DN Aidit pidato tahun 1955. La kok saya ada di bawahnya? Lahir saja belum, astagfirullah, lahir saja belum, tapi sudah dipasang. Saya lihat di gambar kok ya persis saya. Ini yang kadang-kadang, haduh, mau saya tabok, orangnya di mana, saya cari betul," ujar Jokowi.

"Saya ini sudah 4 tahun diginiin. Ya Allah, sabar, sabar, tapi saya sudah bicara karena ada 6 persen yang percaya berita ini. Enam persen itu 9 juta (penduduk) lebih lo. La kok percaya?" tambahnya. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita