Anak Baiq Nuril Tulis Surat untuk Jokowi, Reza Indragiri: Gimana Nasib Anak dan Ibu Setelahnya?

Anak Baiq Nuril Tulis Surat untuk Jokowi, Reza Indragiri: Gimana Nasib Anak dan Ibu Setelahnya?

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Anak dari Baiq Nuril Makmum (46) yang terancam penjara setelah divonis bersalah dan dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menuliskan sebuah surat untuk Presiden RI Joko Widodo.

Dalam surat tersebut, Rafi (7) memohon kepada Jokowi agar Nurul tidak kembali ke sekolah.

Sebelumnya Nuril dinyatakan bebas pada 2017, karena menurut pengadilan dan sejumlah saksi yang memberikan keterangan, dirinya tidak terbukti melakukan penyebaran rekaman yang mengandung unsur asusila yang dilakukan oleh kepala sekolahnya.

Namun, kasus Nuril kembali mencuat karena ia terancam masuk penjara lagi karena Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan vonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 Juta.

Dilansir TribunWow dari Kompas.com, Jumat (16/11/2018), Koordinator Tim Hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi membenarkan surat yang ditulis oleh Rafi.

Diungkapkan oleh Joko, Rafi ternyata tidak mengetahui masalah yang sedang menimpa ibunya.

Dalam surat yang ditulis tangan oleh Rafi, ia meminta kepada Jokowi agar ibunya (Nuril) tidak kembali ke 'sekolah'.

Kepada

Bapak Jokowi

Jangan suruh ibu

Saya sekolah lagi

Dari Rafi

Anak Baiq Nuril menulis surat untuk Jokowi (akun twitter @MuhadklyAcho)

Joko mengungkapkan bahwa ketika Nuril ditangkap dan ditahan sebelumnya, Ia menjelaskan kepada Rafi bahwa sedang menjalani sekolah.

"Jadi waktu dulu Nuril ditahan, anaknya dikasih tahu kalau ibunya sedang sekolah," ujar Joko.


Menanggapi surat yang ditulis oleh Rafi, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memberikan tanggapan mengenai kasus yang dialami olehBaiq Nuril.
Dikutip dari Wartakotalive, pakar psikologi forensik, menyoroti nasib dari anak Nuril, Rafi yang pasti ikut terluka.

"Lalu bagaimana nasib anak dan emak itu ke depannya?," kata Reza, Kamis (15/11/2018).

Menurut Reza, Rafi masih sangat membutuhkan asuhan dari Nuril sebagai seorang ibu.

Reza juga memberikan keterangan, dan membandingkan kasus yang yang dialami oleh Nuril dengan kasus yang terjadi di luar negeri.

Menurut Reza, di luar negeri seorang narapidana dapat mengunjungi anak mereka pada pagi hari dan bisa kembali ke tahanan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

"Di Jerman, narapidana dapat mengunjungi anak mereka pada pagi hari, lalu kembali ke balik jeruji besi pada jam yang telah ditentukan. Selama berada di luar penjara, narapidana sekaligus emak tersebut dapat melepas anak mereka ke sekolah serta mengerjakan kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan pengasuhan anak. Sebagaimana fasilitas bilik asmara yang sesungguhnya diadakan untuk mempersiapkan narapidana beberapa waktu, sebelum menyelesaikan masa hukumannya, praktik semacam di Jerman itu juga dapat diselenggarakan sebagai bentuk program resosialisasi bertahap si narapidana," papar Reza, yang juga dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Reza juga memaparkan bahwa pelajaran penting dari penelitian yang ia jelaskan diatas adalah bagaimana mengasuh anak di dalam penjara, ataupun menjalani status terpidana sembari tetap menjalankan peran pengasuhan, ternyata memberikan efek rehabilitasi bagi narapidana perempuan.

"Apa pun argumentasinya, penjara pada dasarnya bukan tempat yang ideal untuk membesarkan anak. Tapi, mari realistis. Memberikan kesempatan kepada terpidana perempuan untuk merawat anak mereka di dalam penjara, tidak hanya merupakan jawaban tepat atas ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak. Lebih konkretnya, kesempatan sedemikian rupa berpotensi menghasilkan manfaat positif bagi terpidana perempuan dan anak yang ia lahirkan," kata Reza.

Saat ini kasus Baiq Nuril masih bergulir.

Nuril sedang menunggu lampiran keputusan MA yang sampai saat ini belum juga diterimanya.

Bahkan Nuril mengaku kesulitan untuk mengajukan Peninjaun Kembali (PK).

Dikutip dari TribunJabar.com, Joko Jumadi selaku kuasa hukum Nuril mengatakan bahwa PK yang diajukan tidak dapat menghentikan eksekusi.

Untuk itu, Joko sedang mengupayakan untuk melakukan penundaan eksekusi kepada kejaksaan.

"Karena itu, baiknya sebagai kuasa hukum mengupayakan agar kejaksaan bersedia menunda eksekusi terhadap Nuril," ujarnya.

Joko Jumadi juga mengaku kesulitan mengajukan PK lantaran pihaknya belum menerima salinan keputusan MA.

"Yang dikirimkan MA baru petikan putusan MA. Karena salinan putusan MA belum dikirim, kami kesulitan akan mengajukan PK. Memori PK tidak bisa kami siapkan dan kirim karena salinan putusan yang berisi alasan MA membuat keputusan Nuril bersalah belum kami terima," ucapnya.

Diberitakan oleh Kompas.com, Rabu (26/7/2017), Baiq Nurilterancam terjerat UU ITE karena tuduhan menyebarkan rekaman telepon atasannya yang mengandung unsur asusila.

Nuril didakwa dengan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Eelektronik.

Ia dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan tuntutan pidana enam bulan kurungan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan dalam sidang di Pengadilan Negeri Mataram.[tribun]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA