Sama Seperti Palu, Dataran Bandung Menyimpan Potensi Gempa Besar

Sama Seperti Palu, Dataran Bandung Menyimpan Potensi Gempa Besar

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Tak banyak yang menyadari bahwa kawasan cekungan Bandung masuk dalam peta rawan gempa yang kerentanannya cukup tinggi. Di utara cekungan Bandung yakni di wilayah Lembang hingga Padalarang terbentang sebuah patahan atau lempengan aktif yang dinamai Sesar Lembang. Sesar ini menyimpan potensi gempa berkekuatan 6,5-7 magnitudo. 

Sesar Lembang ini memanjang 29 kilometer dari dari arah barat menuju timur. Titik nol sesar ini terletak di kawasan Ngamprah (Kabupaten Bandung Barat) hingga kawasan Gunung Batu Lonceng dan Manglayang.

Berdasarkan disertasi Mudrik R. Daryono (2016) dari LIPI—yang meneliti soal paleoseismologi sejumlah sesar di Indonesia—sesar atau patahan lembang tercatat bergeser 3-14 milimeter per tahun. Itu membuktikan bahwa sesar tersebut aktif dan menyimpan potensi gempa yang relatif besar. 

Melalui penelitian dengan menggunakan pendekatan paleoseismologi yang dilakukan Mudrik, menunjukkan umur kejadian gempa bumi terakhir adalah pada tahun 1450-1460. Umur kejadian ini adalah berdasarkan jadi hingga saat ini minimal sudah 561 tahun Sesar Lembang tidak mengeluarkan gempa bumi. 

“Besar jeda waktu ini sesuai dengan catatan gempa bumi bahwa dari tahun 1600 hingga tahun 1857 tidak ada kejadian gempa bumi di sini (Wichmann, 1918). Jeda waktu ini sebanding dengan 1,6 – 3 meter akumulasi pergerseran (stress acumulation) untuk gempa bumi yang akan datang,” tulis Mudrik dalam ringkasan disertasinya yang diperoleh kumparan.

Hasil penelitian Mudrik pun digunakan sebagai acuan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk memetakan zona rawan gempa beserta mitigasinya. 

PVMBG mencatat, apabila terjadi pergeseran pada lempengan tersebut, wilayah cekungan Bandung yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung akan menerima dampak gempa yang cukup besar. 

Kepala Sub Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat PVMBG Akhmad Solikhin menyebutkan, daya rusak gempa bumi tergantung dari jarak antara pusat gempa dan karekteristik tanah di wilayah terdampak gempa. 

“Semakin gembur karakteristik tanah di wilayah gempa, semakin tinggi juga daya rusak dari gempa itu. Di Bandung itu tanahnya gembur, sisa danau purba,” kata Akhmad saat ditemui kumparan di kantornya di Kota Bandung, Senin (1/10). 

Menurutnya, dengan adanya sesar aktif tersebut wilayah cekungan Bandung masuk dalam zona rawan gempa yang cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa Barat. Apabila dihitung dalam skala Mercalli—satuan untuk menakar dampak kerusakan—Cekungan Bandung masuk dalam skala intensitas VII-VIII. 

“Skala MMI (Modified Mercalli Intensity) 7 dan 8 itu untuk yang terjauh dari pusat gempa. Yang terdekat bisa lebih dari 8,” kata dia. 

Artinya, daya rusak gempa akibat pergesaran sesar Lembang akan berdampak cukup parah di wilayah cekungan Bandung. Dalam skala MMI 7-8, Akhmad katakan, itu mampu menghancurkan bangunan. 

“Kalau skala 7 itu bisa menghancurkan bangunan yang tidak sesuai dengan kaidah tahan genpa bumi. 8 sudah hancur. Kalau bangunan tahan gempa tidak akan hancur tapi mengalami kerusakan juga,” kata dia. 

Mitigasi yang Harus Dilakukan

Tidak ada teknologi yang mampu mendeteksi kapan terjadinya gempa. Namun, cara yang paling nyata untuk mengantisipasi dampak dari gempa bumi adalah dengan melakukan mitigasi sedini mungkin. Salah satunya ialah membangun rumah atau bangunan dengan standar anti-gempa. 

Akhmad mengatakan, upaya mitigasi bencana gempa bumi telah disosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya telah memberikan gambaran terkait potensi gempa yang sewaktu-waktu mengancam jutaan masyarakat di cekungan Bandung. 

“Kota paling melakukan sosialisasi. Tapi juga terbatas anggaran,” katanya.

Ia mengakui upaya mitigasi bencana gempa di kawasan cekungan Bandung masih teramat sulit. Ia menilai masyarakat khususnya di wilayah cekungan Bandung belum semuanya menyadari wilayahnya menyimpan potensi gempa yang besar. 

“Mungkin di kita belum dianggap penting. Bagaimana kebijakan masing-masing pemda,” kata Akhmad. 

Selain itu, menurutnya, setiap pemda yang berada pada wilayah patahan Lembang membuat regulasi soal pembatasan permukiman dengan pusat gempa. Ia mencontohkan di negara Filipina dan Australia sudah melakukan hal itu. 

“Kita ingin juga ada regulasi terkait sesar aktif. Jadi kalau kita sudah bisa memetakan sesar aktif secara jelas. Kita kasih kayak peraturan di Filipina dan New Zealand membuat sepadan atau forbidden zone dengan jarak 20-25 meter. Di garis itu tidak boleh dibangun,” kata Akhmad. [kmp]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA