Permintaan Maaf Pelaku dan Misteri Pembawa Bendera Tauhid

Permintaan Maaf Pelaku dan Misteri Pembawa Bendera Tauhid

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Tiga pelaku pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid di Garut minta maaf. Mereka membakar bendera berlatar hitam dengan tulisan putih itu karena menganggap bendera itu merupakan bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang sudah dilarang di Indonesia. Lalu siapa pembawa bendera itu?

"Di sini saya ingin jelaskan, tidak banyak. Pertama, peristiwa pembakaran bendera yang diklaim bendera tauhid itu merupakan respons spontanitas kami. Tidak ada kaitannya sedikit pun dengan kebijakan Banser," kata salahsatu pelaku berkaus putih polos, yang identitasnya masih disembunyikan polisi.

Ia menjelaskan bendera yang dibakar merupakan bendera yang terlarang. "Yang kedua, bendera yang kami bakar itu ketika HSN kemarin itu merupakan bendera yang terlarang oleh pemerintah, yaitu bendera HTI," katanya di Mapolres Garut, Selasa malam (23/10/2018).

Pernyataan pelaku ini sebelumnya juga sudah disampaikan oleh Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil. Menurutnya aksi pembakaran itu karena adanya provokasi berupa pengibaran bendera berkalimat tauhid itu di hari santri.

Meski begitu ia menyayangkan aksi yang dilakukan anggota Banser itu. Menurutnya hal itu tidak sesuai dengan protap.

"Saya menyayangkan atas apa yang dilakukan teman-teman Banser di Garut. Protap (prosedur tetap) di kami tidak begitu. Protap yang sudah kami instruksikan, kalau menemui lambang atau simbol apa pun yang diidentikkan dengan HTI, agar didokumentasikan lalu diserahkan ke kepolisian, bukan dibakar sendiri," katanya.

Sementara itu Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyayangkan pembakaran bendera berkalimat tauhid yang dilakukan Banser. Namun menurut Said Agil, pembakaran bendera itu dalam rangka menyelamatkan.

"Jadi membakarnya bukan dalam rangka menghina, tetapi dalam rangka menyelamatkan," kata Said Agil saat dikonfirmasi wartawan di sela kunjungannya menghadiri pelantikan Ketua PCNU Lumajang, Selasa (23/10/2018).

Dia lalu menyamakan dengan Al quran di musala yang rusak. Maka sebaiknya dikumpulkan lalu dibakar. "Kalau kita di musala, ada Quran ya sudahlah, rusak wis, (kondisinya) sobek-sobek. Nah, sebaiknya dikumpulkan, dibakar saja, daripada terhina di pojok musala," terang Said Agil.

Menkopolhukam Wiranto juga percaya pembakaran dilakukan karena bendera tersebut dianggap sebagai Bendera HTI.

"Sebagai Ormas Islam tidak mungkin dengan sengaja membakar "Kalimat Tauhid" yang sama artinya melakukan penghinaan terhadap diri sendiri. Namun semata-mata ingin membersihkan pemanfaatan Kalimat Tauhid dimanfaatkan oleh organisasi HTI yang telah dilarang keberadaannya," katanya.

Sementara itu Waketum MUI Yunahar Ilyas meyakini bendera berkalimat tauhid yang dibakar anggota Banser bukan bendera HTI. "Dalam perspektif MUI karena tidak ada tulisan 'Hizbut Tahrir Indonesia', maka kita mengatakan kalimat tauhid. Kalau menjadi milik partai kelompok harus ada desain yang berbeda atau warna yang berbeda tidak persis meng-copy seperti dalam sejarah," katanya.

Ia menduga ada pihak yang sengaja memancing polemik di tengah peringatan Hari Santri. Karena itu, polisi diminta mengusut kasus ini.

Kapolda Jabar Irjen Pol Agung Budi Maryoto menyatakan saat ini polisi tengah melacak orang yang membawa bendera berkalimat tauhid itu di Hari Santri Nasional yang digelar di Limbangan, Garut, Senin (22/10/2018).

Polisi juga menurutnya akan mengusut perekam dan pengunggah video pembakaran yang menjadi viral di tengah masyarakat. Ia pun meminta agar masyarakat tidak lagi menyebarluaskan video tersebut. "Tentunya jangan dishare lagi," pintanya.

Soal polemik bendera berkalimat tauhid itu apakah bendera HTI atau bukan, Agung menyatakan itu bendera HTI.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan pernyataan Kapolda Jabar soal bendera HTI itu berdasarkan keterangan saksi.

"Kenapa Bapak (Kapolda) bilang itu, ya ada petunjuk keterangan. Kita berdasarkan petunjuk dan keterangan saksi," ucap Truno. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita