Parlemen Australia Heboh, PM Morrison Sebut Indonesia, Ada Apa?

Parlemen Australia Heboh, PM Morrison Sebut Indonesia, Ada Apa?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Parlemen Australia menjadi heboh setelah Perdana Menteri Scott Morrison menuding Partai Buruh bersikap anti-semit terkait rencana pemindahan kantor kedutaan besar negara itu dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Kehebohan ini dimulai saat Deputi Pemimpin Oposisi, Tanya Plibersek, dari Partai Buruh, bertanya kepada Morrison soal keputusannya terkait pemindahan kedubes, seperrti dilansir 9News.

“Bukankan ini bukti bahwa Perdana Menteri menempatkan kepentingan pemilu sela, yang akan digelar, di atas kepentingan nasional dengan membuat kebijakan luar negeri terkait pemilihan waktu yang paling sinikal? Bagaimana PM mampu untuk memimpin bangsa ketika dia bertindak dengan sembarangan dan seperti putus asa,” kata Plibersek seperti dilansir media News pada Kamis, 18 Oktober 2018.

Pertanyaan ini muncul karena ada kekhawatiran perubahan kebijakan pemerintah terkait isu itu akan mengganggu hubungan dengan Indonesia. Sementara, Australia berharap bakal segera menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia sebelum akhir 2018.

Politikus Partai Buruh menuding pernyataan Morrison soal rencana perpindahan kedubes pada awal pekan ini sebagai cara bagi Partai Liberal memenangkan satu kursi pada pemilu sela di daerah Wentworth, Sydney, yang ditinggalkan bekas PM Malcolm Turnbull.

Turnbull menyatakan berhenti dari politik pasca dikalahkan dalam perebutan ketua Partai Liberal sekitar dua bulan lalu, yang akhirnya dimenangkan Morrison.

Partai Buruh berargumentasi rencana Morrison itu terkait komposisi calon pemilih di daerah Wentworth, yang memiliki proporsi pemilih Yahudi sekitar 12 persen. Dan kandidat parlemen dari Partai Liberal adalah Dave Sharma, yang pernah menjadi duta besar di Israel.

Menanggapi pertanyaan Plibersek itu, Morrison menjawab,”Kami menyadari pandangan Indonesia mengenai proses perdamaian di Timur Tengah. Dan mereka berhak dengan pandangannya. Dan kita akan mendiskusikan pandangan itu dengan mereka.”

Morrison lalu menyerang anggota parlemen dari Partai Buruh.

“Saya tahu Partai Buruh di New South Wales, yang anggotanya melarang deputi perbatasan dari New South Wales untuk menghadiri acara Komite Aksi Multikultur Serikat Buruh. Jadi, kita punya Partai Buruh di New South Wales yang berperilaku anti-semit,” kata Morrison.

Dia melanjutkan,”Dan mereka ingin berpura-pura kepada rakyat Australia bahwa mereka pendukung Israel. Begitu ya? Begitu?”

Seusai Morrison berbicara, kedua sisi parlemen ‘meledak’ dalam teriakan saling tuding antara anggota Partai Buruh dan Partai Liberal.

Insiden di New South Wales, yang disebut Morrison, mengacu pada kejadian Agustus 2018. Saat itu, Ketua Partai Buruh NSW, Luke Foley, meminta maaf secara terbuka pada Vic Alhadeff, yang merupakan ketua eksekutif Dewan Yahudi NSW.

Ini terjadi setelah Alhadeff, yang diundang untuk menghadiri acara Partai Buruh di NSW, ditolak masuk di pintu lokasi acara oleh anggota parlemen Shaoquett Moselmane, yang Muslim. Belakangan, Moselmane mengaku itu terjadi karena ada kesalahpahaman.

Terkait pernyataan Morrison barusan, tokoh Partai Buruh, Tony Burke, mendesak Morrison mencabut tudingan anti-semit tadi.

“Tuduhan anti-semit merupakan tuduhan yang luar biasa. Ada alasan kenapa Anda melihat reaksi yang baru saja terjadi dari oposisi. Saya minta PM menarik ucapannya,” kata Burke.

Mengenai ini Ketua DPR Australia, Tony Smith, yang berasal dari Partai Liberal, mengaku setuju dengan Burke.

“Saya setuju dengan pihak oposisi bahwa saya telah meminta penggunaan bahasa meningkat dan tensi dikurangi. Saya kira adil jika saya katakan pekan ini terjadi degradasi dari kedua pihak,” kata Smith.

“Tadi itu bahasa yang keras. Tapi itu tergantung pada PM. Saya ingin bahasa yang digunakan kedua pihak meningkat,” kata Smith.

Namun, tidak semua anggota DPR Australia merasa puas dengan upaya ketua untuk mendinginkan suasana. Beberapa anggota DPR berteriak,”Ini sebuah lelucon”. Lainnya mengatakan,”Tidak layak menjadi Perdana Menteri”. [tco]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita