Mistis! 7 Orang Tua Aneh Peringatkan Gempa Palu Sehari Sebelumnya, Berasal dari Kota Hilang

Mistis! 7 Orang Tua Aneh Peringatkan Gempa Palu Sehari Sebelumnya, Berasal dari Kota Hilang

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Gempa yang mengguncang Palu, Donggala, Sigi dan sejumlah wilayah lain dan disertai tsunami itu kini meninggalkan sejumlah kisah.

Salah satunya adalah cerita mistis yang berkembang di masyarakat setempat.

Dalam cerita yang berkembang itu, disebutkan bahwa sejatinya sudah ada peringatan sehari sebelum gempa jelas Maghrib, Jumat 28 September 2018 itu.

Peringatan itu disampaikan salah satu dari tujuh orang tua yang berpenampilan aneh.

Salah seorang tokoh masyarakat Palu yang ditemui Pojoksatu.id, Badri Masyut Yutji (57) mengisahkan, dirinya mendengar cerita mistis yang dikisahkan seorang sopir angkot.

Badri mengaku, kisah itu ia dapatkan sebelum gempa mengguncang di Sulawesi Tengah.

Sang sopir angkot tersebut, bercerita kepadanya mendapat pengalaman aneh dengan mendapat tujuh penumpang orang tua yang berpenampilan aneh.

Tujuh orang tua itu, lanjutnya, berperilaku aneh selama perjalanan.

“Katanya ketujuh orang tua itu berpenampilan aneh. Mereka berdebat sepanjang jalan di dalam angkot,” ujar Badri.

Sayangnya, kata dia, si sopir tak mengetahui persis apa yang sedang diperdebatkan oleh tujuh orang tua tersebut.

Pasalnya, selama berdialog, ketujuh orang tua itu menggunakan Bahasa Unde (Bahasa Suku Kaili, penduduk asli Palu).

Selanjutnya, tujuh orang tua itu meminta untuk diturunkan di Jembatan Kuning Palu atau Jembatan Ponulele.

Saat itulah, sambungnya, salah satu orang tua itu berujar kepada si sopir angkot.

Yang cukup aneh adalah, orang tua hanya memberikan peringatan tanpa penjelasan apapaun.

“Salah seorang dari mereka berpesan kepada si sopir. Katanya, Bo masadia mami komi maile (Nak, besok kalian siap-siap yah),” beber Badri.

Menurut Badri, ketujuh orang tua itu diduga berasal dari Kebun Kopi, sebuah daerah yang oleh warga Palu kerap menyebutnya sebagai Kota Hilang.

“Di daerah ini diyakini adanya sebuah kerajaan jin, beraktivitas layaknya manusia. tapi tak tampak secara kasat mata,”

“Mereka sesekali menampakkan diri dan hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya,” jelasnya.

Badri kemudian menjelaskan bahwa pesan dari ketujuh orang tua itu, mungkin ada kaitannya dengan bencana yang menelan korban ribuan orang itu.

“Yah, mungkin maksud pesannya itu meminta warga Palu bersiap menghadapi bencana yang maha dahsyat ini,” katanya.

Badri tidak menampik, kalau memang ada banyak kejadian aneh sebelum gempa dan tsunami Palu.

Misalnya, sore hari sebelum gempa terjadi ribuan burung terbang di atas langit kota Palu.

“Pokoknya sore itu memang langit jadi hitam karena banyak sekali burung beterbangan. Mereka seperti berkumpul di atas langit Kota Palu,” jelasnya.

Kepala BNPB Willem Rampangilei menuturkan, sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) Badan SAR Nasional (Basarnas), pencarian korban hanya berlangsung tujuh hari.

Jika dilihat dari hari ini, maka sudah ada penambahan empat hari. Lalu ditambah lagi tiga hari berikutnya hingga Kamis mendatang.

“Kalau tanggal 11 berarti sudah 14 hari,” ujar Willem Rampangilei di Graha BNPB, Jalan Pramuka, Jakarta Timur, Senin (8/10).

Pertimbangan lainnnya, imbuh Willem, para rentang waktu yang 14 hari korban sudah dipastikan meninggal dunia. Jika dapat diselamatkan, maka kondisinya sudah tidak utuh.

“Jenazah itu sudah sulit diidentifikasi, sudah rusak,” sebutnya.

Tidak hanya itu, faktor lainnya penghentian pencarian korban setelah hari ke-14 yakni kondisi jenazah sudah terkubur lama. Parahnya lagi jenazah itu dipastikan telah menularkan penyakit.

“Kondisi itu akan membahayakan orang yang hidup,” tegas purnawirawan perwira tinggi TNI AL itu.

Jika pencarian korban tidak dilanjutkan setelah Kamis mendatang, sementara masa tanggap darurat bisa diperpanjang.

Hal itu tergantung keputusan dari tokoh masyarakat dan pemerintah daerah (pemda) setempat.

“Saya minta kepada pemda agar masyarakatnya berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat. Mau diapakan dengan situasi seperti ini,”

“Dari dialog itu nanti masyarakat akan mengusulkan keputusan kepada pemda. Dan pemda yang mengambil keputusan,” pungkas mantan Komandan Satuan Ranjau Koarmatim TNI AL itu. [psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita