Lihat! Warga Korban Gempa Kesulitan Terima Bantuan Gara-gara Terhambat KTP

Lihat! Warga Korban Gempa Kesulitan Terima Bantuan Gara-gara Terhambat KTP

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Penanganan korban gempa dahsyat disertai tsunami dan liquifaksi di Sulawesi Tengah (Sulteng) mengalami banyak hambatan, termasuk urusan administrasi seperti kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Koordinator Posko Masyarakat Sipil Sulteng Bergerak, Zenzi Suhadi menjelaskan, urusan administrasi yang sepertinya sengaja dipersoalkan itu menghambat pemberian bantuan segera kepada para korban.

“Kami melihat penanganan yang tidak teridentifikasi, distribusi bantuan yang terkendala dengan administrasi pemerintahan dan syarat-syarat administrasi seperti harus memiliki KTP,” tutur Zenzi Suhadi melalui rilis yang diterima, Senin (8/10). 

Dia pun meminta pemerintah untuk tidak mempersulit penanganan dan pertolongan korban dengan urusan KTP.

“Pemerintah harus mengatasi persoalan-persoalan administrasi dalam penyaluran bantuan. Negara mesti hadir memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat, khususnya dalam upaya pemulihan dan membangun ekonomi dan jaminan keamanan aset penduduk terdampak,” ujarnya.

Dia menambahkan, Posko Masyarakat Sipil Sulteng Bergerak sendiri mulai dibentuk pasca kejadian, tepatnya pada tanggal 29 September 2018. 

Posko ini terdiri dari WALHI, Kemitraan, KPA, AMAN, Solidaritas Perempuan, YAPPIKA, ActionAid, Greenpeace Indonesia, HaRI Institute, Institut Hijau Indonesia, Auriga, NTFP, KIARA, KNTI, Bingkai Indonesia, JATAM, PWYP dan Sheep Indonesia.

Posko ini bukan hanya dari organisasi masyarakat sipil yang terlibat, namun juga para relawan dari berbagai elemen masyarakat untuk bahu-membahu dan bersama-sama melakukan upaya tanggap darurat.

“Kesemua upaya ini digerakkan dengan nilai kemanusiaan dan harapan agar Sulteng dapat kembali bergerak, bangkit, pulih dengan kekuatan dan modal sosial yang ada,” ujarnya.

Setelah tujuh hari dalam proses penanganan tanggap bencana alam di Sulteng yang dilakukan oleh Sulteng Bergerak, beber Zenzi, koalisi masih menemukan beberapa persoalan mendasar dan tantangan dalam penanganan bencana oleh pemerintah.

Di antaranya saling lempar tugas antar institusi pemerintah. 

Selain itu belum sinergisnya penanganan bencana yang dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah, yang berakibat pada lambannya respon dan penanganan yang diberikan kepada warga terdampak.

“Belum terlayaninya kebutuhan dasar para penyintas atas kebutuhan dasar, pencarian dan penyelamatan tidak berjalan pada masa golden time,” tutur Zenzi.

Dari sekian banyak temuan yang tidak sinkron di lapangan, lanjut Zenzi, koalisi merekomendasi beberapa hal kepada pemerintah.

Selain harus menyelesaikan persoalan administrasi berupa KTP yang dipersoalkan, pemerintah diminta segera mengambil langkah-langkah percepatan penanganan bencana secara terintegrasi, guna menjangkau korban dan keluarga yang terdampak bencana. 

“Kemudian, pemerintah lokal hendaknya dapat berjalan efektif, sehingga mampu mengambil peran-perannya dalam upaya penanganan dan pemulihan,” ujar Zenzi.

Dia menegaskan, negara harus hadir memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat, khususnya dalam upaya pemulihan, membangun ekonomi dan jaminan keamanan aset penduduk terdampak.

“Pemerintah harus sudah menentukan mekanisme penanganan bencana yang inovatif berdasarkan kerentanan dan peluang di setiap daerah,” lanjutnya.

Koalisi juga mendesak pemerintah pusat dan daerah, serta pemberi bantuan untuk bergotong royong, bekerja sama dengan masyarakat sipil.

“Terutama yang telah bergerak untuk bantuan kemanusiaan,” ujarnya. 

Pemerintah juga harus mengikutsertakan perwakilan masyarakat sipil dalam koordinasi nasional. Selain itu, semua pihak, terutama pemerintah mesti membantu para penyintas dan relawan dalam semangat gotong royong untuk membangun kembali Sulawesi Tengah. [swr]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita