Ini Perbuatan Manusia yang Bisa Mengundang Gempa

Ini Perbuatan Manusia yang Bisa Mengundang Gempa

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Belakangan, muncul kekhawatiran dari pihak-pihak tertentu soal kegiatan budaya bisa mengundang gempa dan tsunami. Anggapan ini menjadi polemik. Namun terlepas dari kontroversi itu, apakah perbuatan manusia bisa memicu gempa bumi? Bisa.

Untuk mencari penjelasan mengenai penyebab gempa bumi, detikcom menghubungi Kepala Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Jumat (19/10/2018). 

Dia menjelaskan, gempa pada dasarnya dipicu oleh pergerakan lempeng-lempeng bumi. Lempeng-lempeng tektonik bisa bergerak karena lapisan itu berada di atas selubung bumi yang berbentuk semicair yang mendidih.

Arus konveksi (perpindahan panas di zat cair) dari arah inti bumi naik ke atas dan menyebar, kemudian turun lagi ke bawah. Arus konveksi ini membikin lempeng-lempeng bumi terapung dan bergerak.

"Saat lempeng-lempeng bertabrakan maka terjadi benturan dan pelepasan energi, itulah yang kita rasakan sebagai gempa bumi," kata Dwikorita.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati.

Dia menjelaskan, tebal kerak atau lempeng bumi rata-rata 40 km sampai 60 km. Pada umumnya kerak samudera lebih tipis ketimbang kerak benua. Ketebalan kerak bumi itu sangat jauh dibanding ukuran total jari-jari bumi 6.371 km. Adapun aktivitas manusia dari permukaan bumi sejauh ini belum menembus kerak bumi, apalagi sampai inti bumi. 


"Semakin dalam kita mempelajari bumi ini, semakin kecil kita rasakan kapasitas manusia itu. Kita tetap harus berusaha, berdoa, dan berserah diri kepada Allah, untuk peristiwa alam apapun," kata Dwikorita.

Perbuatan yang memicu gempa

Para ilmuwan menamakan gempa yang disebabkan oleh manusia dengan istilah seismitas terinduksi (induced seismicity). Ada sejumlah perbuatan atau aktivitas yang bisa memicu gempa.

Dilansir dari situs Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), aktivitas manusia yang bisa memicu gempa adalah injeksi (penyuntikan) cairan ke bawah tanah, penyuntikan air limbah ke bawah tanah, dan aktivitas perekahan hidrolik untuk memecah formasi bebatuan.

Pertama, menyuntikkan cairan ke bawah tanah dapat menyebabkan gempa. Proses ini meningkatkan tekanan cairan dalam zona sesar (patahan antara lempeng bumi satu dengan lempeng bumi lain). Bahkan zona sesar yang tak punya catatan bergerak pun bisa menjadi bergerak bila disuntik oleh cairan dengan tekanan dan kondisi tertentu. Bila sudah begitu, gempa akan terjadi.

Apa gunanya menyuntikkan cairan ke bawah tanah? Biasanya aktivitas seperti itu digunakan untuk membuang limbah cair, memecah struktur bebatuan, memperkaya cadangan minyak bumi, atau juga bertujuan meningkatkan sistem geotermal. Di AS, aktivitas tersebut diakui memicu gempa bumi dalam beberapa tahun terakhir. 

Kedua, aktivitas penyuntikan air limbah juga bisa memicu gempa. Penyuntikan air limbah ke dalam bumi bertujuan supaya cairan berbahaya itu tidak mencemari sumber air bersih penduduk. 

Caranya, ya dibuang ke lapisan terbawah, terletak di bawah akuifer (lapisan bumi yang menyediakan air, termasuk air minum). Biasanya, lapisan untuk membuang limbah cair berada pada kedalaman yang sama dengan lapisan tempat minyak dan gas bumi.


Ketiga, perekahan hidrolik bisa mengakibatkan gempa. Perekahan ini disebut juga sebagai 'fracking'. Caranya adalah menyuntikkan air bertekanan tinggi untuk memecah susunan bebatuan. 

Dengan cara ini, cairan, minyak bumi, dan gas bisa lebih mudah keluar. Proses perekahan hidrolik biasanya juga diiringi dengan gempa mikro, terlalu kecil untuk bisa dirasakan. Proses ini biasanya berlangsun beberapa jam hingga beberapa hari. Setelah itu, insinyur pengeboran bisa mengekstraksi cairan dari sumur yang ada. 

Dilansir Live Science, Direktur Jaringan Seismik Pasifik Barat Laut, John Vidale, menjelaskan bahwa pada 1930-an, konstruksi Bendungan Hoover di Arizona AS mengakibatkan aktivitas kegempaan di kawasan sekitarnya hingga magnitudo 5 pada Skala Richter. 

Di negara lain, yakni India, ada kejadian serupa pada tahun 1963. Gempa mematikan bermagnitudo 7 mengguncang waduk di belakang Bendunga Koyna setelah konstruksi berjalan. 200 Orang tewas akibat gempa itu.

Berasarkan laporan seismologis Rusia, pada akhir 1970-an dan awal 1980-an dilakukan ekstraksi gas alam di dekat Gazli Uzbekistan. Aktivitas itu mengakibatkan tiga kali gempa mematikan hingga magnitudo 7,3, alias gempa terbesar di Asia Tengah.

Gedung pencakar langit juga bisa mengakibatkan gempa bumi. Pada 2006, dua gempa bumi terjadi di Taipei, Taiwan, setelah pembangunan gedung tertinggi kedua di dunia, yakni Taipei 101 yang tersohor itu. Gedung seberat 700 ribu ton ini diduga telah membuka kembali patahan kuno dan memicu gempa.


Dilansir situs Seismosoc (Seismological Society of America), gempa Wenchuan China bermagnitudo 7,9 tahun 2008 juga disinyalir dipicu oleh aktivitas manusia, yakni aktivitas pengisian Waduk Zipingpu yang berjarak beberap kilometer saja dari pusat gempa. 

Dilansir Telegraph, Bendungan Zipingpu punya tinggi 511 kaki atau sekitar 155 meter dan menahan 315 juta ton air. Jarak Bendungan hanya 500 meter dari patahan kerak bumi, dan 4 kilometer dari episentrum gempa.

"Ada banyak kasus ketika air waduk memicu gempa. Gempa di sini sangat tidak biasa untuk kawasan ini. Tak ada aktivitas gempa yang lebih besar sebelumnya ketimbang magnitudo 7 ini sebelumnya," kata kepala insinyur Biro Geologi dan Mineral Sichuan, Fan Xiao.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Ada situs Induced Earthquakes yang diawaki oleh Kolaborasi Seismitas Terinduksi Kanada (Canadian Induced Seismicity Collaboration) yang menyediakan data terkait gempa akibat ulah manusia. Data-data mereka peroleh berkat dukungan finansial dari Nederlandse Aardolie Maatschappij BV (NAM) kepada Durham University (Inggris).

Hingga 23 Agustus 2018, tercatat sudah ada 774 proyek manusia yang dilaporkan menimbulkan aktivitas kegempaan. 37% gempa akibat aktivitas manusia berasal dari aktivitas pertambangan, 23% akibat pengisian air waduk, 15% akibat minyak dan gas bumi, 8% akibat aktivitas geotermal, dan seterusnya. 

Data ini mereka sediakan dalam The Human-Induced Earthquake Database (HiQuake). Dalam data itu terlihat, gempa akibat aktivitas manusia pernah terjadi di Indonesia. Tepatnya di Wayang Windu Jawa Barat, Darajat Jawa Barat, dan di Lahendong Sulawesi Utara. 

Gempa di Darajat disebutkan di data mereka terjadi akibat injeksi geotermal, kedalaman aktivitas proyek sampai 1000 hingga 2000 meter, dan kedalaman aktivitas gempa antara 2000 sampai 6000 meter, referensinya dirujuk pada nama Pramono dan Colombo pada 2005. Gempa di Wayang Windu akibat injeksi geotermal juga, referensinya dirujukkan kepada Mulyadi tahun 2010. Gempa di Lahendong bermagnitudo 2 akibat sirkulasi geotermal, mereka merujuk pada referensi atas nama Silitonga tahun 2005. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita