Goenawan Mohamad Sindir Pilpres 2019 Bukan Jokowi Vs Prabowo tapi Jokowi dengan SBY, Ini Alasannya

Goenawan Mohamad Sindir Pilpres 2019 Bukan Jokowi Vs Prabowo tapi Jokowi dengan SBY, Ini Alasannya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Goenawan Mohamad, sastrawan sekaligus pendiri majalah Tempo menyebutkan, bahwa melihat timeline cuitan di Twitter saat ini adalah buang-buang waktu.

Menurut Goenawan Mohamad, ajang Pemilihan Presiden 2019 ini bukanlah ajang pertarungan antara Jokowi vs Prabowo Subianto.

Akan tetapi, Pilpres 2019 mendatang ini justru pertarungan antara Jokowi vs SBY, menurut Goenawan Mohamad.

Seperi diketahui, Jokowi merupakan presiden RI ke-7 dan menjadi petahana dalam Pilpres 2019.

Sementara itu, SBY merupakan presiden RI ke-6 yang memimpin Indonesia selama dua periode, yakni dari tahun 2004-2014.

Lantas, mengapa Goenawan Mohamad justru menyebutkan Pilpres 2019 ini adalah pertarungan antara Jokowi vs SBY?

Ditulis dalam cuitannya di akun Twitter @gm_gm, Goenawan Mohamad selama ini menyimak beberapa postingan di media sosial ini.

Akan tetapi, ternyata dari postingan-postingan tersebut, menurut Goenawan justru banyak yang membandingkan antara Jokowi vs SBY.

"Kalau mengikuti beberapa posting di Twitter, orang bisa dapat kesan pilpres 2019 adalah persaingan Jokowi vs SBY,

bukan Jokowi vs Prabowo.

Keliru, lucu, dan buang waktu," tulis Goenawan Mohamad, Senin (8/10/2018).

Hal tersebut dicuitkan Goenawan Mohamad ketika melihat cuitan terkait soal IMF.

Hal tersebut bermula dari cuitan beberapa kader Partai Demokrat, partai ytang didirikan oleh SBY terkait Indonesia yang menajdi tuan rumah IMF.

Manurut Goenawan, setalah kader tersebut membongkar bahwa sebenarnya IMF itu adalah hasil ide dari era SBY, namun ketika penyelenggaraannya ditanggai negatif, justru mengelak.

"Indonesia memutuskan jadi tuan rumah pertemuan IMF tahun 2018 di masa Pemerintahan SBY.

Seorang kader SBY coba mengelak dgn bertanya: itu keputusan Pemerintah atau Menteri Keuangan?" tulis Goenawan Mohamad.


Bermula dari Andi Arief, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang menyebutkan dengan menyindir soal menjual nama Soekarno tapi kini justru meminta dicumbu IMF.

Cuitan Andi Arief pun lantas dibalas oleh Prastowo Yustinus selaku Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA).

Prastowo yang menyebut bahwa Indonesia bisa menjadi tuan rumah Annual meeting IMF ini adalah hasil pengajuan dari SBY pada September 2014.

"Bro, tau nggak yang mengajukan Indonesia sbg tuan rumah Annual Meeting adalah pemerintahan Pak @SBYudhoyono September 2014. Yuk kita dukung.....terima kasih Pak SBY...," tulis Prastowo menanggapi cuitan Andi Arief. 

Setelah itu, cuitan Prastowo ditanggapi oleh Muhamad Husni Thamrin, selaku Ketua DPP Partai Demokrat.

Dalam cuitannya, Husni Thamrin ini bahkan menandai mantan Menteri Keuangan era SBY, M Chatib Basri.

"Mohon bukti yg mengajukan presiden SBY saat itu. Cc ke @ChatibBasri yg menjadi Menteri Keuangan saat itu," tulis Husni Thamrin.



Lantas, M Chatib Basri pun membenarkan bahwa bersama Bank Indonesia, pemerintah mengajukan diri jadi tuan rumah IMF pada September 2014.

Proses yang dilalui menurut Chatib Basri ini tidak mudah, pasalnya harus mengalahkan beberapa negara lainnya di dunia.

Akhirnya, Indonesia berhasil menjadi tuan rumah IMF pada Oktober 2015.

"Ya benar, bersama Bank Indonesia , pemerintah mengajukan diri menjadi tuan rumah pertemuan tahunan Sept 2014.

Prosesnya tdk mudah, bersaing dg negar2 lain.

Indonesia dipilih menjadi tuan rumah Okt 2015, kalau sy tdk salah," cuit Chatib Basri, Minggu (7/10/2018).

Kemudian saat ditanya apakah Indonesia bisa menolak atau membatalkan pengajuan tersebut, saat SBY sudah tidak lagi menjabat, ia menjawab bisa.

Tapi dengan catatan, pembatalan itu dilakukan sebelum Oktober 2015.

"Tentu bisa. Kan Indonesia baru ditunjuk jadi tuan rumah Oct 2015. Bisa saja kalau mau, Indonesia mundur sebelum Oct 2015. Koreksi kalau sy salah," ujar Chatib Basri.

Dikutip dari Kompas.com, Koalisi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengkritik penyelenggaraan Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia (IMF-World Bank Annual Meeting 2018) di Bali pada 8-14 Oktober 2018 mendatang yang dinilai terlalu mewah.

Pemerintah pun didesak untuk melakukan penghematan biaya penyelenggaraan dan disalurkan sebagian untuk membantu korban bencana alam di Palu, Donggala, serta Lombok.

Ferdinand Hutahaean, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat memberikan tanggapannya terkait pembelaan kader Demokat soal ide tuan rumah IMF yang ternyata berujung blunder.

Ferdinand menyebutkan, bahwa banyak infrastruktur yang diresmikan oleh Jokowi ini justru merupakan proyek dari era SBY.

Akan tetapi, menurut Ferdinand, pemerintah Jokowi justru tak pernah menyebutkan proyek tersebut merupakan proyek ide dari era SBY.

"Banyak sekali infrastruktur yg diresmikan olh @jokowi tanpa menyebut proyek itu carry over dari era @SBYudhoyono.

Banyak yg positif dr era SBY tp tak pernah dijelaskan ke rakyat," tulis Ferdinand Hutahaean di akun Twitternya, @LawanPolitikJW, Senin (8/10/2018).

Akan tatapi, ketika pertemuan IMF World Bank yang diadakan di Bali ini ditanggap negatif, justru yang dibawa adalah nama SBY.

"Tp krn IMF WORLD BANK Meeting di Bali negatif, mk pemerintah membawa2 nama SBY dan pemerintahnya," tulis Ferdinand lagi.

Melihat hal ini, Goenawan Mohamad pun memberikan cuitan akhir.

Menurutnya, sejarah kemajuan itu terdiri atas hasil kerja dari beberapa generasi, entah itu yang berhasil maupun yang gagal.

Lebih lanjut perbaikan yang dilakuak di era saat ini bukan berarti ejekan untuk era sebelumnya.

"Sejarah kemajuan selalu terdiri dari hasil kerja beberapa generasi —baik yg berhasil maupun yg gagal.

Perbaikan hari ini tak berarti ejekan bagi kerja hari kemarin," tandas Goenawan Mohamad. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita