BW 'Nyanyi' soal Aliran Duit Ke Petinggi Kepolisian, Ini Jawaban KPK

BW 'Nyanyi' soal Aliran Duit Ke Petinggi Kepolisian, Ini Jawaban KPK

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Kabar dugaan perusakan barang bukti oleh dua mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mencuat. Apalagi ada dugaan kesengajaan sebagaimana terekam dalam CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 gedung KPK, pada 7 April 2017.

Hal tersebut diungkapkan Mantan Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto. Merujuk rekaman CCTV, BW-sapaannya- mengatakan bahwa keduanya mengambil buku catatan keuangan warna merah di lantai 9 gedung KPK.

Selepas itu, mereka dengan sengaja menghapus beberapa tulisan menggunakan tipe-ex. Bahkan, mereka juga menyobek 15 lembar halaman di buku catatan keuangan itu.

Menurut BW, upaya itu dilakukan guna menghilangkan jejak aliran dana yang mengalir ke sejumlah pejabat kepolisian terkait perkara Basuki Hariman. BW meminta pimpinan KPK untuk segera mengusut kasus tersebut.

"Tidak ada pilihan lain. Pimpinan KPK harus segera bangkit, bertindak waras dan menegakkan keberaniannya. Tidak bisa lagi ada upaya sekecil apapun untuk menyembunyikan kebusukan yang terjadi ditengah melakukan kejahatan," ujarnya dalam rilis pada awak media, Selasa (9/10).

BW menegaskan bahwa perlu dilakukan pertanyaan yang lebih mendalam. Apakah betul sudah ada pemeriksaan yang diakukan oleh Pengawas lnternal KPK. Termasuk apakah telah disampaikan pada pimpinan, untuk kemudian diteruskan dan ditindaklanjuti oleh Dewan Pertimbangan Pegawai.

BW juga menyatakan adanya hasil investigasi yang dibuat oleh Indonesialeaks menunjukkan adanya buku transaksi uang bersampul merah, yang memuat indikasi aliran uang yang sengaja dirobek, maka menimbulkan spekulasi menutupi kejahatan.

"Fakta adanya tindakan merobek 15 lembar catatan transaksi 'jadah' atas buku bank serta sapuan tip-ex di atas lembaran alat bukti," ujarnya.

Dijelaskan BW, perobekan atas buku bank sampul merah PT Impexindo Pratama diduga karena buku itu berisi catatan pengeluaran perusahaan pada 2015-2016. Totalnya berjumlah Rp 4,337 miliar dan USD 206,1 ribu.

"Salah satu motif utamanya, diduga untuk menggelapkan, meniadakan dan menghapuskan nama besar petinggi penegak hukum yang mendapatkan transaksi ilegal dari perusahaan milik Basuki Hariman," jelasnya.

Tak hanya itu, menurut BW, ada berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat salah seorang penyidik KPK yang memuat rincian 68 catatan laporan transaksi keuangan. Termasuk 19 catatan transaksi untuk individu yang terkait dengan institusi Kepolisian RI.

"Nama Tito Karnavian tercatat paling banyak mendapat duit dari Basuki, langsung maupun melalui orang lain baik ketika menjabat sebagal kapolda Metro, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada Maret-Juni 2016 maupun ketika sudah dllantik sebagai Kepala Kepolisian RI," pungkasnya.

Jawaban KPK

Menanggapi itu, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan 2 mantan penyidik itu sudah diperiksa pengawas internal. Tapi di tengah pemeriksaan, Polri menarik keduanya kembali ke Mabes Polri.

"Itu sudah ditelusuri tim pemeriksa internal, namun memang dalam perjalanan proses pemeriksaan, KPK menerima permintaan pengembalian pegawai dari Mabes Polri karena ada kebutuhan dan penugasan lebih lanjut di sana," ujarnya.

Mantan aktivis ICW ini juga menyebut bahwa pimpinan KPK sempat menilai pengembalian itu dipandang juga sebagai bagian sanksi. Saat disinggung bagaimana kelanjutan pemeriksaan kedua mantan penyidik bernama AKBP Roland Rolandy dan Kompol Harun, Febry menjelaskan hal itu berada di ranah Pengawas Internal KPK.

"Memang ruang lingkup pemeriksaan pengawas internal adalah terhadap pegawai KPK. Tapi memang, proses pemeriksaan tidak bisa lagi dilakukan sepenuhnya kalau statusnya bukan lagi pegawai KPK. Silakan saja dikonfirmasi lebih lanjut proses di instansi asal 2 pegawai tersebut," jelasnya.

"Pemeriksaan tidak bisa dilakukan lebih lanjut kalau yang bersangkutan bukan pegawai KPK lagi," pungkasnya. [jpc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita